Satu

5 0 0
                                    

"Paman yakin mau nampung saya di rumah paman?" Tanya remaja memakai hoodie berwarna pink pucat.

"Jo, kamu udah paman anggap anak sendiri dan lagi ini amanat dari Papa kamu. Jadi jangan merasa sungkan begitu." Kata pria dewasa yang sedang sibuk menyetir itu. Ia sesekali melirik ke arah pemuda yang tepat di sampingnya.

"Tapi paman gak harus repot-repot ngurusin saya."

"Paman gak pernah merasa repot mengurus anak sebaik kamu. Mungkin kamu yang bakal gak nyaman tinggal di rumah kecil paman apalagi ada anjing kecil paman yang galak." Pria itu terkekeh.

"Saya gak masalah soal itu." Ujarnya dengan sedikit mengernyit tentang anjing kecil yang dimaksud sang paman.

"Baguslah. Sekarang mending kamu tidur saja, rumah paman lumayan jauh. Mungkin besok pagi baru sampai."

Remaja itu mengangguk. Ia memejamkan matanya yang lelah di hari yang lelah pula, membiarkan sunyi yang menguasai diantara mereka.

Jonatta Kevin Santoso. Remaja berumur 17 tahun yang kerap di panggil Kevin—namun orang terdekat memanggilnya Jo. Ia baru saja pindah ke rumah Paman Wendy, sahabat Papa semasa ia hidup dulu. Paman Wendi memang sudah sering ke rumah sekedar menjenguk Mama yang 'sakit' meski jarak rumahnya dengan rumah paman itu jauh. Jo lumayan dekat dengan paman itu waktu kecil, berbanding terbalik dengan sekarang. Ia agak sedikit canggung meski bukan dalam artian yang tidak nyaman. Entahlah, seperti dadanya menghangat begitu saja.

Paman Wendy juga merupakan satu-satunya orang yang mengenal dekat Jo. Papa dan juga Mamanya menjalin hubungan yang sangat baik dengan pria itu, itu hal yang ia tau. Beberapa jam yang lalu ia dan juga paman Wendy baru saja mengantar Papanya ke tempat peristirahatan terakhirnya. Pulang dari sana ia langsung bergegas meninggalkan rumah dan pergi bersama pria di sebelahnya itu. Tanpa perlu berlarut dalam kesedihan—bahkan ia tidak yakin ia sedih. Sebenarnya ia berat untuk pergi, tapi Mamanya di rawat dekat rumahnya temannya Papa dan ia tidak bisa bertahan di rumah besar yang tidak bisa ia apa-apakan itu.

Jonatta hanya merasa satu kehampaan lagi yang mendatangi hidupnya.

***

"Anak manja, turun!" Suara melengking terdengar di telinga gadis yang masih asik dengan ponselnya itu. Ia tidak berniat meresponnya.

Lagi pula ini masih jam empat pagi, memangnya ada perlu apa Bundanya sepagi ini dengannya. Ia yakin Bundanya tau ia tidak akan menjawab jadi ya biarkan saja. Ia lebih memilih asik dengan ponselnya.

"Bunda tau ya kamu gak tidur! Turun sebentar!"

Gadis yang di panggil Jasilla itu hanya mendengus. Bukannya menuruti perintah dari ibu kandungnya itu ia malah memilih menyumbat telinganya dengan earphones sambil menyetel musik pop dengan volume keras.

"JASILLA!"

Jasilla meringis saat dirasa bokongnya panas karena tamparan wanita di hadapannya itu. Bundanya sudah menatap garang dengan sapu lidi yang baru saja mendarat di bokongnya tadi.

"Apasih Bun? Lagi asik juga." Gerutunya dengan tatapan nyalang ke Bundanya sendiri.

"He! Yang sopan!"

"Iya-iya. Kenapa Bunda?"

"Turun, ayah kamu udah pulang."

Jasilla bergegas memakai pakaian yang lebih panjang, tentu karena Ayahnya bisa marah-marah hanya karena celana yang di atas lutut.

"Baju yang Bunda beli mana? Pake yang itu!"

"Udah aku bakar. Dah Bunda."

Ia bisa mendengar Bundanya menggeram, ia langsung ngacir sebelum kena amukan singa betina alias Bundanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MARIGOLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang