Shadow

48 5 45
                                    

"Kamu ngapain sih Al!?"

"Aku nggak mau jauh dari kamu," gadis kecil itu menangis tersedu, hidungnya memerah bak terbakar.

Ia tidak ingin jauh dari bulannya, tidak ingin. Tapi ia bisa apa, orang tuanya meminta. Apa karena laki-laki yang ada di hadapannya ini seorang an-

"ALETTA!"

Suara ayah Aletta berteriak marah, membuat dua anak yang sedang berdiri berhadapan itu tersentak kaget.

Anak laki-laki itu terlihat takut, bukan takut pada Ayah anak perempuan itu, tapi takut gadis kecil yang ada di hadapannya mendapat masalah karena sudah melanggar peraturan sang ayah.

Sial, ia takut.

"Apa-apaan kamu. Sudah Ayah bilang, jangan dekati anak ini, kenapa bandel banget!?" Ayah Aletta langsung menggenggam pergelangan tangan anaknya dengan kuat.

Wajah gadis kecil itu kesakitan, bibirnya semakin melengkung ke bawah, "Ayah sakit."

"Yah, udah. Kita bawa pergi Al sekarang. Jangan begini, kasian, kesakitan," Istrinya mencoba untuk menenangkan.

Dirangkul perlahan pundak Aletta oleh sang bunda, hingga tautan tangan ayahnya terlepas.

Sakit yang dirasakan oleh anak laki-laki itu. Matanya memerah, siap menumpahkan tangis tak tega dengan perlakuan ayahnya kepada perempuan yang ia sayang.

Setelah pria paruh baya itu memicing galak kepada anak laki-laki tadi, ia langsung pergi masuk ke dalam mobil, disusul dengan dua perempuan berbeda usia.

Tinggal seorang anak laki-laki itu sendirian, meneteskan air matanya yang sudah tak bisa ia tahan.

Memang seharusnya Ia mengikhlaskan saja, karena di dunia ini berlaku kalimat seseorang datang dan pergi.

Kalau memang Tuhan masih menginginkan kebahagiannya, pasti Tuhan mempertemukan mereka kembali. Entah kapan itu. Tapi ia akan terus berdoa. Semoga Tuhan mengabulkan.

°°°

"KAMU INI BANDEL YA, UDAH AYAH BILANG JAUHI ANAK ITU. MASIH AJA."

"Ayah, sudah. Kontrol emosinya, Ayah sedang mengemudi. Ingat, kamu bawa istri dan anakmu."

Aletta hanya bisa menangis, dan memandang keluar jendela. Meskipun agak buram dikarenakan embun. Tapi ini lebih baik ketimbang melihat ayahnya mengomel.

Membiarkan ayahnya melaju dengan kecepatan di atas rata-rata, tak memedulikan jalanan yang licin karena hujan.

Aletta hanya memikirkan temannya, anak laki-laki itu. Apakah ia sudah pulang, Aletta tidak ingin dia sakit karena kehujanan.

Mobil melaju semakin cepat, yang membuat bundanya dan Aletta merasa deg-degan. Rasanya jantung ingin jatuh ke dasar perut.

"AYAH!"

BRAAKKK

Gelap.

Aletta tidak bisa melihat apapun, tidak ada cahaya walaupun setitik.

Dimana ayah dan bundanya? Dimana ia?

Ini seperti ruang hampa tanpa ujung.

"BUNDA..."

"AYAH...."

"ALETTA TAKUT, KALIAN DIMANA!?"

ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang