9

9 3 0
                                    

Hari ini adalah hari terakhir Leva ke sekolah. Perasaan yang berbeda saat memasuki gerbang sekolah sangat dirasakan Leva. Bukannya langsung masuk ke kelas seperti biasanya, tapi hari ini ia ditemani oleh ayah dan ibu untuk menemui kepala sekolah.

Mendengar pernyataan dari ayahnya yang di arahkan pada kepala sekolah sebenarnya membuatnya sedikit merasa bersalah pada kedua orang tuanya itu. Belum lagi sangat berat rasanya saat memikirkan jika ia nanti sudah menikah dan memiliki anak maka akan semakin kecil peluang ia meraih cita-cita menjadi seorang dokter kecantikan yang sudah ia impi-impikan sejak lama. Tapi, ia sudah sangat yakin dengan pria yang selalu setia mengisi hatinya dengan waktu yang cukup lama itu.

Bahkan kini, Leva seperti sudah kehilangan rasa malunya. Ia benar-benar tak mau mempedulikan perkataan ataupun pendapat orang-orang mengenai dirinya dan keluarganya. Yang paling ia pikirkan adalah mengenai dirinya dan Jorgha yang sebentar lagi akan menjadi miliknya sepenuhnya. Dan lagipula, Leva juga sudah merasa cukup dengan sahabatnya yang tetap selalu bersama Leva, tidak peduli dengan apa yang sudah dilakukan oleh Leva.

Persiapan acara pernikahan sudah mulai direncanakan. Mereka mulai mendiskusikan tentang tempat dan segala perlengkapan pesta. Saat hari pernikahan semakin dekat, mereka lebih banyak membicarakan rencana masa depan bersama dengan banyak harapan bahwa semua kebahagian tersebut akan terkabul pada suatu hari nanti, saling berjanji akan selalu ada saat satu sama lain membutuhkan.

Tibalah masa yang sangat dinantikan Leva. Hari ini pesta pernikahan dimulai. Leva mulai mengenakan gaun pilihannya bersama sahabatnya itu. Gaun putih penuh pernak-pernik mewah membuatnya terlihat sangat cantik. Dengan perlahan ia berjalan menuju tempat dilaksanakannya acara. Matanya menyapu ke seluruh tempat dan terlihat banyak sekali tamu yang datang.

"Hei, Leva!" Seorang gadis meneriaki nama Leva, gadis itu adalah Mia. Mia dan Lia yang awalnya duduk di kursi tamu akhirnya berjalan mendekati Leva.

"Ciee, yang sebentar lagi jadi Mama," lanjut Mia.

"Kamu ini selalu saja menggangunya." Seperti biasa Lia membela Leva dan memukul kepala kembarannya itu.

" Iya nih, dasar Mia. Oh iya, terima kasih, ya, untuk pilihan gaunnya, Lia. Dan kamu juga Mia, terima kasih sudah membantu persiapan acaranya."

"Iya, nggak masalah, kok," jawab Mia.

"Iya, selamat, ya." Lia memeluk Leva yang tampak bahagia pada hari itu.

Obrolan yang cukup panjang terus berlanjut antara ketiga sahabat itu, namun Jorgha masih belum menampakkan wajahnya di tempat upacara pernikahan yang sebentar lagi akan dimulai. Alih-alih Leva menjadi cemas, merasa hal yang buruk sedang terjadi pada kekasihnya. Waktu berjalan maju, namun Jorgha tak kunjung muncul. Seorang wanita yang sebelumnya membantu mendandani Leva menghampirinya dengan membawa sebuah kertas berbentuk surat.

"Permisi, tadi ada seorang wanita yang menitipkan ini pada saya dan meminta surat ini diberikan kepada nona Leva." Ia memberikan surat yang dibawanya kepada Leva. Leva merasa penasaran dan bingung saat mengetahui hal tersebut. Dan ia terkejut saat membaca bagian depan surat yang bertuliskan nama Jorgha sebagai pengirimnya.

Maafkan aku, Leva. Aku tak bisa menikahimu. Aku tak sanggup dengan perlakuan orang tuamu yang belum sepenuhnya menerimaku. Aku mencintaimu, tapi aku terlalu takut menghadapi hal buruk yang mungkin nantinya akan terjadi, dan bahkan mungkin jauh lebih buruk daripada apa yang bisa kubayangkan. Aku akan berusaha melupakanmu dan kuharap kau juga melakukan hal yang sama.

Setelah selesai membaca surat itu, di depan banyak orang, Leva histeris dan tak dapat dikendalikan. Ia terjatuh lemas. Ia tak lagi mampu berdiri, seluruh badannya gemetar. Orang-orang yang menyaksikan banyak yang berlari menjauh karena terkejut. Lia dan Mia berusaha menenangkan Leva yang menggila. Mereka berusaha membawa Leva masuk ke dalam kamarnya. Leva yang sejak tadi histeris mulai tenang dan tak sadarkan diri.

Rasa dan KarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang