Haiii hari ini aku mulai repost Momo ya. Ganti-gantian aja update-nya sama yang lain. Enjoy it ♡
*
Jakarta, dua belas tahun lalu.
"Dasar cewek ganjen!"
Gigiku bergemeletuk. Kedua tanganku terkepal. Diikuti Sheila, Caca dan Ferli, aku berjalan menyusuri koridor sekolah dengan marah. Itu gara-gara tadi Caca menceritakan sesuatu yang membuatku sangat kesal. Kesalahanku, karena tadi pagi berangkat sedikit terlambat dari biasanya.
"Mo, udah dong." Sheila tergopoh menahan lenganku. "Kita kan nggak boleh suudzon dulu."
"Ih Shei!" Ferli menyahut. "Suudzon itu kadang penting buat antisipasi."
"Iya bener." Caca mengangguk setuju.
"Tapi kan nanti Momo dapat masalah. Kalau Bang Jo tahu, gimana? Udah dong, jangan."
"Kalau Jo tahu, nanti aku peluk pasti nggak jadi marah." Aku mengedipkan mata sambil tertawa. "Di taman, ya?"
"Si Yana?" Aku mengangguki pertanyaan Ferli. "Iya, biasanya kalau jam istirahat tuh dia suka makan di taman belakang sekolah sama temennya. Kadang sendiri juga, sih."
Aku mengangguk, kembali membelokkan langkah menuju belakang gedung sekolah. Dan ... gotcha! Itu dia. Si gadis berkuncir dua yang dari luar kelihatan lugu tapi dalamnya sangat mengejutkan. Sendiri, pula.
"Halo, Kayana." Aku menyapa seramah mungkin, dengan senyum selebar-lebarnya.
Gadis yang sedang membaca buku itu mendongak, lalu terkejut melihatku berdiri di depannya. Iya, aku memang sendiri. Ketiga temanku berdiri mengawasi dari jarak yang lumayan.
"Ya?" Dia mengerutkan kening, terlihat bingung.
"Kenalin, aku Momo. Kelas sepuluh tiga." Masih kupertahankan senyum di wajahku.
"Oh." Dia mengangguk.
Aku menarik tanganku yang tak mendapat sambutan. "Tahu nggak, kenapa aku datengin kamu?"
Dia menggeleng. Bahkan tanpa bangkit dari duduknya. "Kenapa?"
"Cuma mau tanya, udah berhasil deket ya sama Jojo?"
Dia kembali mengerutkan kening. "Jojo?"
"Cowok yang tadi boncengin kamu," jawabku santai.
"Jovan." Aku mengangguk, mendengar gumamannya. "Kenapa nanya gitu?"
"Karena kamu suka dia."
Dan ya. Aku sudah menduga dia akan terkejut, mungkin bertanya-tanya bagaimana bisa aku tahu. Dia tidak sadar bahwa tentu aku tidak akan melewatkan satu orang pun di sekolah ini yang menyukai Jojo. Hanya saja, yang suka dalam diam aku biarkan saja. Termasuk Kayana ini. Tapi itu berbeda lagi, saat aku tahu dia dibonceng Jojo tadi pagi. Aku tidak bisa hanya mengawasi dari jauh.
"Lalu, kenapa ini jadi urusan kamu?" Kini dia berdiri, menatapku menantang.
"Karena aku nggak suka."
"Aku nggak peduli kamu suka atau enggak." Dia semakin berani. "Hakku buat suka sama Jovan. Kamu nggak bisa melarangku."
"Aku punya. Karena aku tunangannya."
Dia tertawa kecil. "Kamu ngarang. Jovan nggak punya pacar, apalagi tunangan. Kami sekelas, dan sepupuku adalah sahabatnya. Jadi kami bakal tahu kalau dia punya pacar."
Aku tersenyum kecil. "Itu berarti kalian nggak sepenting itu buat tahu hal pribadi Jojo."
Dia menggelengkan kepala. "Aku nggak peduli. Selama Jovan nggak nunjukin itu, artinya aku masih ada kesempatan. Apalagi, kamu tahu? Tadi pagi bahkan dia rela jemput aku, yang artinya ada jalan buat kita agar makin dekat. Kamu hanya anak kecil yang bikin dia bosen, mungkin? Karena itu dia nggak akuin kamu."
Kedua tanganku yang terkepal, terurai. Aku merogoh saku rok, kemudian mengeluarkan sesuatu yang membuatnya membelalak terkejut. Senyumku tersungging lebar, menunjukkan selembar foto itu di depan wajahnya. Foto Kayana ketika sedang melayani tamu, di sebuah klub malam. Tubuhnya berbalut pakaian yang sangat terbuka.
"Dapat dari mana?" tanyanya, masih dengan terkejut.
Aku hanya terkekeh. Terima kasih pada Dito yang punya jaringan pertemanan sangat luas dari berbagai latar belakang. Hal seperti ini tentu tidak susah buat adik Jovan itu.
"Gimana kalau satu sekolah tahu tentang ini? Masih ngerasa pantas, sama Jojo?"
Dia menggeram marah, dan aku membiarkannya merebut foto itu dan merobek kecil-kecil.
"Tenang, aku masih punya banyak salinannya kok." Aku tersenyum miring dan berbisik, "Berbuatlah sesuka kamu, dan kamu bakal jadi sasaran bullying di sekolah ini. Lebih parahnya, kamu dapat masalah dari kepala sekolah."
"Junior kurang ajar!"
Aku tertawa kecil. "Kamu tinggal pilih, jauhi Jojo atau foto ini tersebar sesegera mungkin."
Dia menatapku tajam. Sangat marah, hingga aku khawatir bola matanya akan keluar. Tapi sepersekian detik kemudian, dia pergi dengan langkah lebar-lebar. Berdasarkan pengalaman sebelum-sebelumnya, dia pasti tidak akan berulah setelah ini. Mereka yang mendekati Jojo, akan kucari kelemahan yang membuat mereka tidak berkutik dan kujadikan senjata. Maka mereka akan mundur teratur. Seperti Kayana. Aku tahu, dia bekerja di tempat hiburan malam itu untuk membantu keuangan keluarga. Tapi aku harus menghalau 'nyamuk', tidak pandang bulu, kan?
"Puas?"
Aku sedikit tercenung. Membalikkan badan, aku sudah berhadapan dengan laki-laki tampan yang tidak pernah menatapku lembut dan penuh cinta. Tak jauh dari kami, ketiga temanku menatap kami khawatir. Tersenyum kecil, aku mendekati Jojo.
"Hai, Jojo!"
Dia masih saja menghunuskan laser dari bola mata gelapnya itu. "Kamu kelewatan."
"Enggak, dong." Aku menyengir. "Antisipasi itu perlu, tahu."
"Mengancam adalah tindakan yang nggak bertanggung jawab. Cemburu kamu makin ngaco."
"Aku cemburu karena aku cinta," elakku.
Dia menggeleng pelan. "Sakit kamu."
Kemudian, dia pergi begitu saja. Aku tersenyum dan tak tersinggung sama sekali. Sejak kecil, aku terbiasa mendapatkan semua yang kuinginkan. Mempertahankan apa yang kumiliki, juga bukan sebuah kejahatan. Toh, aku tidak pernah menyakiti gadis-gadis itu, bukan? Jojo saja, yang tidak pernah menganggap aku baik.
***
Direpost 09 Maret 2022
Dire-repost 04 Desember 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Mōichido (Repost Still Full)
ChickLitMiniseri #2 Moza pernah melakukan kesalahan fatal, hingga Jojo tak sudi lagi melihat wajahnya. Keluarga besar yang selalu memanjakannya, berbalik menyalahkan dan menghakimi. Tak ada pilihan terbaik selain membentangkan jarak dan mengasingkan diri. D...