Prolog

8 1 1
                                    

Satu kata untuknya "Sempurna"

"Ibu, kemarilah! Coba kesini sebentar, dan  lihatla ini Bu, tumben sekali ada kupu-kupu  nyasar masuk ke ruang tamu kita. Warnanya pun menarik, merah, kuning keemasan dan ungu," Teriak Viona sambil berjalan mengendap-ngendap takut si kupu-kupunya terbang.

"Yaampun Viona, lihat kupu-kupu saja kamu sudah teriak-teriak seperti itu," ucap Bu Sri sambil geleng-geleng kepala melihat kelakuan putri semata wayangnya.

"Sepertinya kita akan kedatangan tamu istimewa, tamu dari jauh biasanya."

"Ibu mah, percaya sama yang begituan. Mitos Bu, itu mitos tahun 2020 mana ada. Itu sejenis apa ya? animisme atau dinamisme atau totemisme, aduh itu apa ya? Viona pernah belajar waktu SMP tapi lupa". ucap Viona diiringi tawa yang nyaring, sambil mengelus kupu-kupu yang sudah ada ditangannya.

"Aduh anak lbu, suda mau sarjana tapi bodohnya tetap di pelihara, coba kamu searching lagi di internet apa itu katamu? animisme, dinamisme sama totemisme itu apa? biar bisa ngatain ibu.
Ibu, kelahiran 76 wajar saja ibu percaya yang begituan, umur Ibu saja hampir kepala lima. kamu yang kelahiran 2000 mana paham,?" Perkataan Ibu Sri, membuat  bibir viona maju 2 cm.

"Iya-iya, lbu rumah tangga memang selalu benar," Ucap Viona, sambil melepaskan kupu-kupu itu, dan membiarkan ia menikmati alam bebasnya. Dalam hatinya masih ngedumel mengenai pernyataan Ibunya.
"Apa benar, akan ada tamu istimewa".
"Ah, tidak mungkin."
Tanyanya, dalam hati.

                              ******

Satu Minggu berlalu, Viona kini sibuk dengan masalah skripsi. Menjadi mahasiswa semester tua tidaklah mudah, butuh perjuangan untuk mendapatkan satu kata yaitu "ACC". Datang pagi demi menemui Dosen, tapi terkadang Dosen suka PHP yang  membuat viona sering marah-marah tidak jelas.

Siang ini Viona tidak jadi menghadap Bu Eli, karena beliau menjadi pemateri dalam seminar International yang tidak mungkin ia batalkan. Alhasil perjuangannya datang pagi sia-sia saja, dan Viona memutuskan untuk pulang dari pada menunggu sesuatu yang sudah fiks tidak bisa ia temui.

Sinar matahari  siang ini cukup menyengat, Viona mempercepat langkah kakinya. Hari ini viona memang sengaja pulang jalan kaki, bukan karena tidak ada uang untuk naik gojek, tapi karena moodnya sedang tidak stabil  dia malas meladeni tukang gojek yang biasanya ngomong basa-basi dan itu akan membuat moodnya tambah kacau.

Di jalan sesekali Viona, menyeka keringatnya. Polesan make up yang ia pakai kini tampak memudar. Sekarang panasnya matahari semakin terasa, Viona memutuskan untuk berteduh di bawah  pohon rindang di tepi danau. Sambil bernyanyi dan berselfi, ketika itu juga dia lupa dengan sesuatu yang membuatnya kesal.

Hasil Selfi pertama cukup memuaskan, satu kata yang terucap dari bibir mungil Viona " Cantik" Ya, dia suka memuji diri sendiri. Menurutnya, siapa lagi yang akan memuji dirinya selain dia. Dan untuk Selfi kedua, Viona mengambil background bunga-bunga.

"Satu, Dua cekrek ..., Hasil Selfi ke 2 sangat sempurna, kontras cahaya yang terang dan senyum yang amat manis membuat ku tampak seperti model di foto ini," Gumam Viona dalam hati sambil senyum-senyum sendiri.

"Wah, romantis sekali," Ucap Viona pelan sambil memandang foto yang di zoomnya. Dari layar handphone terlihat begitu jelas, sepasang kekasih yang sedang terciduk. Pria tampak sedang memainkan hidung si wanita, sebaliknya wanitanya tersenyum bahagia.

"Andai  kak dilan masih hidup, mungkin kita sekarang sudah ber Selfi berdua seperti mereka, bahkan lebih romantis". Mata Viona tampak berkaca-kaca ada perasaan sedih disana. Tidak ingin berlarut, Viona langsung pulang tanpa menoleh lagi kearah belakang.

"Terlalu cepat kak, kenapa kakak pergi tinggali viona sendiri. bukankah mimpi - mimpi kita belum terwujud, mana janji kakak yang akan selalu ada untuk menghapus air mata viona, mana janji kakak yang akan menjaga viona sampai akhir hayat". Kata-kata itu terucap di sepanjang jalan, matanya kini sembab ia tidak peduli lagi tatapan orang - orang yang melihatnya, kini viona menjadi pusat perhatian di sepanjang jalan dia pulang.

Di lain tempat, sosok gagah dan tampan sedang asyik bersenda gurau. Hari ini, hari Anniversary  Gibran dan Laura yang ke 5 tahun. Sudah cukup lama mereka menjalin hubungan, dan tentunya keinginan untuk menghalalkan Laura pun semakin besar. Baginya, Laura wanita yang  cantik, cerdas, baik, dan wanita karier, siapa yang tidak akan terpikat dengan pesonanya dengan kreteria yang cukup sempurna. 5 tahun berpacaran, sudah cukup bagi mereka untuk saling mengerti kekurangan masing-masing. Sebaliknya dengan Laura, yang sedari dulu sudah mencintai Gibran secara diam-diam.

"Sayang, coba tebak ini apa?" tanya Gibran tersenyum sambil memberikan sebuah kotak berukuran kecil.

"Hem .... apa ya? Aku tebak ini pasti kalung" Ucap Laura, yang tak kala riang.

"Coba, sekarang kamu buka."

"1,2,3 .... Wow, ini benaran untuk aku yang" Tnya Laura, sambil menatap lekat mata pujaannya.

"Iya, sayang ini buat kamu, sini aku pasangkan. Aku tidak salah pilih kalung, ini sangat cocok di leher cantikmu"

"Em.. terharu aku, makin besar deh cintanya" Ucap Laura, sambil mencubit lengan Gibran dan dijawab dengan ringisnya yang sebenarnya tidaklah sakit.

"Yang, ada satu hal yang ingin aku omong in dan ini sangat penting buat aku sama kamu. Minggu depan, aku ingin menemui papa kamu di Jerman, aku mau meresmikan hubungan kita, aku mau kita menikah".

"Kamu se .... Serius, aku tidak sedang bermimpi kan? Tolonh cubit aku, ini mimpi kan?" Ucap Laura, terbata-bata, sekarang dia merasa sedang bermimpi. Kata-kata yang sudah lama ia tunggu sekarang terwujud.

"I'm serious, I promise to take care of you, be a good husband for you and for our children in the future"
"would you marry me??". ucap Gibran penuh harap.

"Iya, aku mau, aku mau menikah denganmu, menjadi istrimu seutuhnya," Kini Laura, tidak bisa membendung lagi perasaannya. Tangisnya pecah, tangis kebahagiaan yang sekarang ia rasakan. Gibran merangkul pundak Laura dan membiarkan ia menangis di dada bidangnya.

Tidak terasa 6 jam mereka duduk di tepi danau, langit pun mulai menghitam. Danau menjadi saksi cinta mereka, mereka pulang dengan kebahagiaan masing-masing.

                               *****

Di lain tempat, Viona kini tertidur dengan pulas. Setidaknya, dengan tidur dia bisa melupakan semuanya meskipun ketika bangun dia akan berhadapan kembali dengan kenyataan. Rasa sakit karena kepergian Dilan, belum bisa ia lupakan begitu saja, cintanya yang begitu besar membuat Viona belum bisa menerima kenyataan.

Lagu Letto, menggema di langit-langit kamar. Lagu yang mengandung makna tersendiri bagi Viona. Lagu yang selalu ia nyanyikan disaat merasa sepi dan berharap akan hadir sosok yang akan menemani.

Ruang Rindu

Di daun yang ikut mengalir lembut
Terbawa sungai ke ujung mata
Dan aku mulai takut terbawa cinta
Menghirup rindu yang sesakkan dada

Jalanku hampa dan kusentuh dia
Terasa hangat oh didalam hati
Kupegang erat dan kuhalangi waktu
Tak urung jua kulihatnya pergi

Tak pernah kuragu dan slalu kuingat
Kerlingan matamu dan sentuhan hangat
Ku saat itu takut mencari makna
Tumbuhkan rasa yg sesakkan dada

REff :
Kau datang dan pergi oh begitu saja
Semua kutrima apa adanya
Mata terpejam dan hati menggumam
Di ruang rindu kita bertemu

Bertemu

Sebenarnya CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang