"Viona, ayo bangun, Nak. Kamu harus ke kampus hari ini, bagaimana mau Lulus tepat waktu? menghadap Dosen pembimbing saja kamu malas," teriak Bu Sri sambil menarik tubuh Viona yang masih berbalut selimut tebal.
Viona masih terlelap dalam tidurnya suara alarm dan teriakkan Bu Sri tidak menjadi penghalang untuk ia tetap tidur. Di alam lain, viona sedang asyik berbincang dengan Dilan, terlihat begitu jelas raut wajah Viona yang berseri-seri memandangi setiap inci tubuh kekar sang pujaan.
"Kak Dilan, aku ingin kamu memetik bunga itu untukku, bunganya sangat cantik, putih bersih sama seperti gaun yang aku pakai," rengek viona sambil menunjuk ke arah taman yang dibatasi dengan gerbang berlapisan emas.
"Sekarang aku tidak bisa mengambilnya untukmu, itu tempat terlarang dan hanya orang tertentu yang boleh masuk ke sana. Suatu saat nanti jika sudah tiba waktunya, aku akan memetik semua bunga yang ada disana untuk kekasih kecilku," ucap Dilan lembut.
"Kenapa tidak sekarang kak? Apa kakak tidak cinta lagi sama Viona? Apa sudah ada nama lain yang mengisi hati kakak," kini mata Viona mulai berkaca-kaca ada gurat kecewa disana.
"Siapa bilang kakak tidak cinta lagi, nama Viona sudah menetap di sini," Dilan menggenggam tangan Viona dan menempelkan tangannya ke dada kirinya.
"Dengar dan rasakan detak jantung ini masih sama, tidak ada yang bisa menggantikan sosok yang selalu membuat kakak jatuh cinta berkali-kali dan itu hanya kamu”.
"Viona, jalanilah kehidupan sebagaimana mestinya. Jangan berlarut-larut dalam kesedihan. Apa pun yang akan terjadi nanti kamu harus siap mental, pertemuan hidup terkadang menyakitkan tapi kamu harus bisa melewatinya. Bangunlah dari ketepurukanmu, Viona ku yang dulu sosok yang lincah dan tangguh, bukan sosok yang lemah seperti sekarang."
"Tapi .... kak."
"Kakak harus pergi."
Belum sempat viona melanjutkan kata-katanya bayangan Dilan sudah menghilang menjadi butiran debu. Tangis Viona pecah sambil mengejar debu-debu yang beterbangan.🥀🥀🥀🥀🥀
"Kakak .... kakak, jangan pergi! jangan pergi!!!”
"Astagfirullah Viona, bangun nak, bangun. Itu hanya mimpi nak."
"Kakak .... " jeritan Viona menggema di langit-langit kamar, membuat Ibu Sri panik.
"Bangun Viona, itu hanya mimpi sayang."
"hiks .... hiks, Ibu," Viona terbangun dari tidurnya, lalu langsung memeluk Ibu Sri.
"Ibu kak Dilan, pergi lagi Bu. Viona enggak bisa tanpa kak Dilan. Kenapa tuhan jahat ambil kak Dilan Bu.”
"Viona, Tuhan itu Nggak jahat, dia baik buktinya Tuhan lebih sayang sama
Dilan. Itu sudah waktunya Dilan harus pergi, karena takdir hidup mati seseorang sudah Tuhan yang atur”."Tapi, Bu .... "
"Tidak ada tapi-tapian itu sudah takdir, kita selaku manusia tidak bisa mengelak."
"Viona, tenangi pikiran kamu dulu. Nggak usah ngampus hari ini. Jangan lupa sholat dan doanya, semoga Dilan tenang di alam sana," Ibu Sri menatap sendu putrinya, ia paham dengan situasi Viona. Tidak mudah merelakan orang yang dicintai, seperti Ibu Sri yang di tinggal mati oleh suaminya.
"Sudahlah, Nak. lbu mau siap-siap bikin sarapa dulu."
"Iya, Bu," jawab Viona pelan sambil melirik kearah Ibu Sri yang kini berjalan keluar kamar.
"Ibu benar, aku harus menerima kenyataan. Kak Dilan, sampai kapan pun hati ini tetap untukmu, aku akan menjalankan kehidupan sebagaimana mana mestinya, aku akan berusaha hidup bahagia dan kamu pasti senang dialam sana." ucap Viona dalam hati, sambil menghapus paksa air matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebenarnya Cinta
General FictionBagimana jika pernikahan di bangun tanpa dilandasi dengan cinta? Bukankah pernikahan itu hal yang sakral yang dilakukan seumur hidup? Lalu apa jadinya jika perjodohan yang menjadi alasan pernikahan? Apakah benih-benih cintah akan tembuh seiring berj...