2. sampah

13 0 0
                                    

Udara dingin pagi ini begitu mencekam, Sara meringkuk di kasurnya untuk meredakan rasa dingin itu, namun tak juga berhenti. Ia memutuskan untuk bangun. Jam menunjukkan pukul 07.35, ia mengambil handuknya dan masuk kedalam kamar mandi.

Dengan setengah sadar, ia memutar tombol air hangat menjadi air panas. Kemudian ia menyalakan air showernya dengan mata setengah terpejam.

"Ah anjrit, panas!" ia menjingkat, membuat dirinya sadar sepenuhnya. Hampir saja ia terpeleset dan jatuh di genangan air panas itu, buru-buru ia mematikan showernya. Matanya menatap tombol pengatur suhu dan langsung menepuk jidat. Kemudian ia mengaturnya kembali menjadi hangat.

"Woy, pagi-pagi udah ribut aja lo!" teriak kawan sekamarnya itu sambil menendang pintu kamar mandi.

Sara berdecih, ia mengacuhkan omelan temannya yang masih berlanjut, lagi pula ini tidak terlalu pagi untuk bangun bukan? Dia saja yang pemalas.

.

"Sara!" seru seorang pria tampan dan tinggi itu.

Sara menoleh cepat ke arah sumber suara itu, baru saja ia akan menyalakan mesin dihadapannya namun ia berhenti dan tersenyum lebar. "Hallo, Naren!" sahutnya penuh semangat. "Eh, lo ngapain disini?"

Naren mengangkat perkakas yang ia bawa, menandakan bahwa ada sesuatu yang harus ia kerjakan. "Gua mau benerin mesin pemotongnya."

"Emang rusak?" tanya Sara kebingungan.

"Gua gatau sih, bos Elli yang nyuruh gua benerin. Katanya banyak kotorannya jadi ntar bisa macet tiba-tiba." jelas Naren sembari menghampiri bagian belakang mesin. "Lo ke mesin sebelah aja bareng temen sekamar lo, ini biar gua benerin dulu."

Sara mengangguk, ia langsung menghampiri mesin lainnya yang terletak beberapa meter dari mesin rusak itu.

Naren memasuki celah yang ada di mesin itu, ia langsung menutup hidungnya, bau busuk. Ia mendapati sebuah tangan kekar yang tersangkut di mesin itu. Naren buru-buru mengenakan sarung tangan karet dan menarik tangan itu.

Untung saja Sara belum menyalakan mesin itu, jika terlambat beberapa detik saja, maka rahasia gelap perusahaan akan terbongkar.

"Narendra.."

Naren keluar dari mesin dan memasukkan potongan lengan itu ke dalam plastik yang ia bawa sebelumnya, kemudian ia menatap wanita elegan yang bersedekap di belakang mesin  menunggu Naren keluar dari sana. "Siapa yang abis 'main-main' disini?" tanya Naren sembari melepas sarung tangan karetnya.

Wanita dihadapannya itu mengikat kantong plastik sampah dengan rapi, "Siapa lagi kalau bukan si autis itu", jawab Elli dengan wajah kesal.

"Hah, siapa?" Naren mengangkat kantong tersebut.

"Andre."

Naren mengernyit, "sejak kapan lo ngasih julukan 'autis' ke dia?-eh tapi emang cocok sama dia," Pria dengan kaki jenjang itu memberikan plastik berisi potongan tangan ke Elli, kemudian ia lanjut membersihkan bagian dalam mesin agar tak tersisa darah sedikit pun.

Saat hendak melangkah pergi, Elli mendadak berhenti dan menoleh kearah mesin membuat Naren ikut menoleh dan mengangkat alis penasaran.

"Awasin cewek yang sekamar sama Sara", ujar Elli, tanpa sepatah kata lagi ia langsung menjauh dari sana.

Naren tersenyum cerah, ia selalu senang jika ada boneka baru yang bisa ia buat mainan.

.

Di waktu yang sama.

"ngapain lo kesini? Tugas lo motong kayu yang ada di sebelah sana!" ujar Nita dengan nada ketus.

Elli datang sambil tersenyum ramah, "Mohon bantuannya, mesin dibagian sana sedang diperbaiki. Jadi sekarang Sara bekerja dengan anda, tolong sekalian diajarkan cara mengoperasikan mesinnya," pemilik perusahaan itu tersenyum sangat lebar hingga matanya menyipit, kemudian pergi menghampiri mesin yang sedang diperbaiki Naren.

Nita menatap punggung bosnya dengan kesal, ia tak pernah menyukai bosnya sendiri. Karena baginya, senyum wanita itu terlihat menyeramkan.

Sara tersenyum menatap Nita, "Jadi, gue harus apa?"

Nita memutar bola matanya dengan malas, "Pencet yang hijau dulu biar kayunya jatoh kesini," jelasnya dengan nada kesal. "Terus buat nyalainnya pencet yang merah," ia menghembuskan nafas dengan keras, "Lo coba dulu deh, gua mau tiduran aja." Nita langsung membaringkan tubuhnya di sebuah kursi panjang.

Sara menatap Nita dari ujung mata, teman sekamarnya itu bertindak seolah-olah dialah bos disini. Namun ia tak bisa apa-apa, Sara langsung mengikuti arahan seperti yang teman sekamarnya jelaskan itu.

Suara bising mesin terdengar sangat jelas dan menggema di ruangan itu. Mesin memang menyala, tetapi kayu besar itu tak kunjung bergerak ke arah pemotong, ia sangat bingung, tetapi ia juga tak mau bertanya dengan wanita jorok berambut pendek itu, namun tak ada pilihan lain.

"Nit, kayunya kaga gerak tuh."

Tubuh yang terbaring itu langsung tersentak, menandakan bahwa ia baru saja terputus dari alam mimpi, "Bangsat lo ya, gua baru aja tidur!"

Sara menggertakkan giginya menahan rasa amarah, ia menarik nafas dalam-dalam dan berusaha merendahkan suaranya, "Kayunya ga gerak ke pemotong."

Nita kembali memejamkan mata dan memperbaiki posisi, "goblok banget sih, tinggal di dorong aja pake nanya."

Sara kembali menghela nafas, menatap dengan kesal dan berkacak pinggang, menghentakkan kakinya dengan kasar dan mendorong kayu ke arah plat besi tajam yang berputar dengan cepat itu.

"Dasar tante-tante jelek, resek banget!" ujar Sara dengan nada berbisik.

"Gausah ngata-ngatain gua ya lo!"

Sara hanya memutar bola matanya dan bekerja dengan hati dongkol. Ia melirik sekilas ke arah Naren, matanya melebar dan kembali menoleh ke arah Naren yang tengah melepas sarung tangan karet yang berlumuran darah. 

"Darah?" Sara menyipitkan matanya untuk melihat lebih jelas, benar, ia tak salah lihat. "Lagian benerin mesin pake sarung tangan karet, harusnya pake yang kain biar ga luka." gumamnya entah pada siapa.

Ia juga menatap Elli yang tengah memegang kantong sampah, Sara malah kagum, ia tak habis pikir..bos mana lagi yang bersedia membantu pegawainya selain Elli. Memang sedari awal ia terkagum-kagum dengan wanita yang penuh wibawa itu.

"Baik banget dia," gumamnya sambil tersenyum.

Nita yang mendengar itu hanya berdecih dan tersenyum miris, mau sebaik apapun Elli, ia tetap terlihat sangat menyeramkan baginya. Senyum dan tatapannya seolah-olah mampu membunuhnya kapanpun.

••

Tbc.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 03, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Nest Of PsychoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang