12. Tangan Tuhan

1.6K 214 11
                                    

Sebelum meminta sesuatu yang ada di tangan Tuhan lebih baik bersyukur dengan sesuatu yang sudah ada di tangan kita.


Kamar milik Arin tidak seperti kamar remaja pada umumnya. Jika remaja lainnya memajang poto polaroid atau poster idolanya maka yang Arin pajang adalah sebuah kertas yang dengan berbagai kalimat yang berbeda-beda. Ada kalimat-kalimat motivasi, penyemangat, dan beberapa kalimat tentang insecure. Janu benar-benar takjub dengan Arin yang berhasil menyulap dinding kamarnya menjadi pameran kata-kata seperti ini.

Setelah melihat-lihat dan membaca kalimat-kalimat itu, Janu berjalan mendekati cermin yang terletak di dekat jendela kamar Arin. Janu teringat kejadian tadi sore. Saat dia memecahkan cerminnya dengan sengaja.

Janu menatap pantulan dirinya di cermin, dia tidak sekacau tadi sore. Karena setelah Bunda Ratna memberitahu bahwa Arin sedang sakit, Janu langsung mandi dan mematut dirinya agar tidak terlalu kacau. Cermin yang Arin miliki ini tidak jauh berbeda dengan milik Janu sebelum cermin itu pecah, yang menjadi perbedaan adalah secarik kertas dengan tulisan yang menempel.

Kamu cantik, Arin.
Yang mengatakan kamu tidak cantik adalah mereka yang tidak bisa melihat kecantikanmu.
I love you, Arin.

"Siapa yang nulis ini?" Janu menunjuk secarik kertas dengan tulisan bertinta hitam diatasnya.

Arin melirik pada apa yang Janu tunjuk. Alih-alih fokus kepada secarik kertas yang Janu tunjuk, Arin malah fokus pada telapak tangan Janu yang ditempeli beberapa plester. Arin ingin menanyakan kenapa tangan Janu bisa terluka namun, Arin tahu kalau Janu pasti tidak akan memberitahu jawabannya. Lebih baik Arin tanyakan kepada Bunda saja itu juga kalau Bunda tahu.

"Gue," jawab Arin yang kembali menatap apel yang berusaha ia potong. Seharusnya yang ada di posisinya itu adalah Janu. Seharusnya yang memotong apel ini adalah Janu karena Janu yang menengok Arin yang sedang sakit.

Janu tidak percaya dengan yang Arin katakan. Sebelum bertanya kepada Arin, Janu sudah menduga kalau tulisan yang dia baca barusan adalah pemberian dari pacar atau sahabatnya. Tetapi, setelah mendengar jawaban dari Arin, Janu yakin kalau tulisan itu dari pacarnya oleh karena itu, Arin berbohong dengan mengatakan kalau itu adalah tulisannya.

"Gue nggak bohong," kata Arin tiba-tiba.

Apa hati Kamu sedangkan itu sampai Arin bisa menebak apa yang hatinya katakan?

"Kenapa lo nulis ini?" Janu berjalan mendekati Arin kemudian dia mengambil tempat untuk duduk di sisi Arin.

Arin tidak langsung menjawab pertanyaan Janu, Arin menyodorkan dahulu piring yang di atasnya terdapat beberapa potong apel kepada Janu. Arin memerlukan waktu untuk membuat rangkaian kata yang mudah dipahami Janu.

"Itu hafalan gue. Setiap gue lihat diri gue di cermin gue harus baca kata-kata itu. Biar gue nggak lupa, biar kalau ada orang yang bilang gue nggak cantik gue nggak akan terlalu peduli karena gue inget kalimat itu." Arin menatap Janu yang sedang asik memakan potongan apel namun, meskipun begitu Arin yakin kalau Janu mendengarkan apa yang Arin katakan.

"Menurut lo, gue insecure atau nggak?" Janu iseng bertanya kepada Arin padahal dia sudah tahu jawabannya karena Janu sudah membaca tentang insecure dari kertas yang sengaja Arin tulis di dinding kamarnya. Ketika Janu membaca ciri-ciri orang insecure, Janu merasa kalau yang tertulis disana adalah apa yang selama ini Janu rasakan.

Arin mengangguk pelan seraya melirik kertas yang bertulisan tentang insecure di dinding kamarnya. Arin tahu kalau Janu sudah membaca itu, ini bukan kali pertama Janu datang ke kamar Arin namun, ini adalah kali pertama Janu sengaja membaca setiap kata yang ada di dinding kamar Arin. Itu membuat Arin merasa senang karena Arin ingin Janu sadar dengan sendirinya.

Insecure (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang