Tepat seperti yang telah di katakan oleh Jinyoung maka kini Woojin dan Guanlin sangat sibuk dengan urusan nya sendiri, bahkan seolah ia tak mengenal waktu.
Jihoon yang semakin lama sedikit terusik mulai di abaikan, akhirnya memilih pergi dengan mengajak Jinyoung yang sebelumnya memilih tidur di sofa yang berada disana.
Oh ayolah tak mengertikah Jihoon bahwa sang kekasih memang tengah fokus dengan kasus yang sebelumnya Jihoon sendiri lah yang membuka nya, jadi seharusnya bukan salah Woojin bukan?
Namun Jihoon tetap lah Jihoon, ia selalu benar dengan segala perkataan dan tingkah nya yang sejauh ini melekat di pikirannya!
Jinyoung yang masih setengah sadar, mau tak mau mengikuti perkataan Jihoon.
Ia tahu jika Jihoon dalam mode seperti ini dan tidak di tenangkan maka tak menutup kemungkinan dirinya akan terus terusik oleh pemuda manis yang memiliki kekuatan yang cukup dalam tubuhnya di bandingkan dengannya.
"Kita akan kemana hyung?"
Hening
Tak ada jawaban apapun dari Jihoon.
Pemuda manis itu hanya setia mempoutkan bibirnya itu sambil sesekali menghentakkan kakinya.
Jinyoung yang berada di sebelahnya itu hanya dapat menegukkan salivanya kasar, dan mengikuti langkah Jihoon semata.
Jujur saja ia merasa aura Jihoon tak baik untuknya saat ini.
.
."Kau bisa menyetir?" tanya Jihoon tiba tiba saat berada di depan mobilnya yang terparkir di halaman sekolah nya.
Dengan sedikit kaku dan menggarukkan tengkuk nya Jinyoung menganggukan kepalanya.
"Baiklah, ini!" pekik Jihoon sambil melemparkan kunci mobilnya melayang dan di tangkap oleh Jinyoung.
Sungguh Jihoon sangat jelas sekali dirinya sangat semena mena pada Jinyoung tanpa peduli dengan jawaban dari Jinyoung sedikit pun, bahkan pemuda itu tak sempat menyanggah sedikit pun.
Dengan sedikit kesal Jinyoung mengendarai mobil nya membawa kemanapun Jihoon inginkan.
"Jadi kemana kita akan pergi hyung?" tanya Jinyoung pada akhirnya, saat tak mendapatkan instruksi yang berarti dari Jihoon.
Sebuah helaan nafas pelan terdengar dari belah bibir Jihoon.
"Kemanapun, ke pantai atau ke gunung mungkin akan lebih baik," ujar Jihoon tiba tiba.
Oh ayolah mengapa tiba tiba saja Jihoon seolah ingin berlibur? Bukankah besok saja pencarian akan seseorang yang ia tak tahu jelas identitas nya itu akan segera dimulai ?
"Sudah, jangan berfikir jauh, aku hanya ingin menghibur diriku sendiri, dan mencoba bersikap lebih masuk akal untuk kekasihku, aku tak ingin mengganggu nya saat ini," lirih Jihoon sambil memejamkan maniknya dan menyenderkan tubuhnya pada bangku depan di samping pengemudi itu.
Jinyoung hanya dapat memutarkan maniknya malas. Memang perkataan Jihoon tak semuanya salah, hanya saja....
Mengapa dia yang harus menjadi tumbal Jihoon ??
Mungkin hal itulah yang terbesit di kepala Jinyoung.
"Kalau begitu aku memilih kita ke pantai, agar aku tak usah lelah menaiki gunung seperti yang kau inginkan itu," ujar Jinyoung dengan santai nya dengan wajah nya yang tidak melihat kearah Jihoon sedikit pun.
***
Dua pemuda yang seakan sibuk dalam dunia nya sendiri, kini salah satu pemuda itu baru menyadari bahwa selain mereka berdua tak ada orang lagi yang berada di ruang bawah tanah, tempat dimana mereka berkumpul.
"Yak Guanlin-ah, apakah kau tahu dimana kelasihku?" tanya Woojin tiba tiba saat menyadari ketidak beradaan Jihoon di sekitar nya.
Dengan cepat Guanlin mengendikkan bahunya pelan.
Ia juga baru sadar jika mereka telah banyak menghabiskan waktu untuk berada disana.
Jam yang sebelumnya masih menunjukkan pukul 12.30, kini sudah masuk pada jam 17.00.
Bukankah sama saja mereka telah menghabiskan waktu empat jam setengah waktu terbuang ?
"Coba kau hubungi saja Jihoon hyung, kurasa hyung sedang bersama Jinyoung," ujar Guanlin.
Woojin menganggukan kepalanya membenarkan perkataan Guanlin yang terdengar masuk akal.
Sebuah petikan jari ia mainkan secara perlahan di meja yang ada di hadapannya, sembari jemari lainnya merogoh telefonnya yang berada di saku celana.
Tak perlu waktu yang lama, Jihoon tampak mengangkat telefon Woojin tersebut.
"Hai sayang, kau dimana?" tanya Woojin dengan nada yang cukup panik.
Ya, tentu saja Woojin panik. Baru kali ini, selama mereka menjadi sepasang kekasih Jihoon tak pernah tak memberikan kabar padanya sama sekali.
Ia selalu mengatakan pada Woojin mengenai hal apapun jika memang Jihoon hendak pergi sendiri ataupun bermain dengan yang lain tanpa dirinya.
Kelihatan sedikit protektif memang. Namun hal itu bukan tanpa alasan, melainkan karena rasa trauma yang dimiliki Woojin sendiri mengingat bagaimana keadaan Jihoon dulu, dan menjadikannya merasa bersalah berkepanjangan.
Woojin tak menginginkan hal itu!
Suara kekehan kecil tiba tiba saja terdengar di seberang telefon.
Woojin yang mendengar kekehan tersebut, tentu saja mengerutkan keningnya bingung.
"Kenapa kau tertawa, apa ada hal yang lucu?"
Tak lama Jihoon mengatakan pada Woojin bahwa yang membuat nya lucu adalah karena setelah empat jam lebih kekasih nya itu baru menghubungi dirinya.
Seketika Woojin terdiam dan meminta maaf pada Jihoon, sebab sebelumnya ia telah sibuk sendiri dengan segala pencarian mengenai informasi tersebut bersama Guanlin.
Dengan santai Jihoon mengatakan pada kelasihnya itu bukanlah sebagai masalah, toh karena ia juga akhirnya kekasih nya itu sibuk.
"Baiklah, kau dimana ? Aku akan menjemputmu."
Kekehan ringan terdengar kembali di seberang telefon, ia mengatakan bahwa Woojin lebih baik langsung pulang ke rumah nya saja, jika sudah selesai, toh ia sendiri pun sebentar lagi akan sampai di rumahnya.
Woojin mau tak mau mengikuti ucapan Jihoon.
"Hati - hati, jika kau ada perlu dan sudah sampai rumah kabari aku," ujar Woojin pada akhirnya.
Tak lama telefon tersebut di tutup oleh Woojin.
'Hah ~ memang jika sudah berkaitan dengan hal seperti ini, aku belum bisa membagi waktu ku dengan fokusku,'
........
TBC
See you next chapter
Leave a comment and vote.
.Seya