Chapter 1

9 1 0
                                    

"Cha, kamu lagi ngapain?" Chelsea melepas salah satu headset di telinga Icha, tapi diikuti oleh kerutan samar di dahi sahabatnya.

'Kenapa sih ini anak pas lagi reff cabut headset, kan gantung banget'.

"Woyyy... ngelamun lagi.. kebiasan deh" Sungut Chelsea.

"Ish, kenapa sih chels?? Orang lagi asik-asik dengerin lagunya Agnez Monica juga." Icha meletakkan radio murahannya di pinggiran tembok koridor dan mulai bersandar menghadap Chelsea.

"Kamu cha, alasan aja pasti. Dengerin radio cuman alibi doang kan? Aku tau kamu pasti lagi liatin kak Edo main basket dari lantai 3. Mana serunya sih Cha, enakan juga liat langsung dari pinggir lapangan. Apalagi dalam jarak sedekat itu baunya kak Edo masih kecium harum parfum mahal, pasti itu mah meskipun keringatnya bejibun"

 "Nggak ah, males naik turun tangga bentar lagi Pak Iwan mau masuk katanya". Icha berbalik berniat memasang kembali headset yang tersambung dengan radio bututnya. Sebenarnya sih Radio kesayangannya ini masih baru dibelinya. Dua hari lalu mungkin, batreinya saja yang bekas. Tapi, kalau harganya cuman 25 ribu dibandingkan dengan airpod milik beberapa temannya yang  lain dengan harga hampir satu juta sangat pantas di katakan butut. Namun, Icha nggak malu sama sekali malah dia bangga bisa membelinya dengan menabung sisa uang jajan selama seminggu.

"Eh.. eh.. eh.. tunggu dulu kenapa sih? Aku belum selesai ngomong". Chelsea mengikuti pergerakan Icha yang berbalik. "Dih, malah senyum-senyum sendiri lagi. Kenapa sih? Jangan-jangan kamu udah tahu info yang aku mau kasih tahu ya?"

"Info apaan? Nggak ada. Aku lagi seneng aja Chels karena aku bersyukur bisa membeli apa yang aku mau. Contohnya ini." Dengan tersenyum manis Icha memperlihatkan radio bututnya ke Chelsea. Chelsea sudah tahu dari awal mengenai radio itu tapi yang membuatnya membalas senyum Icha sama lebarnya adalah dia juga ikut bersyukur punya teman yang baik hati dan nggak gampang minder dengan apa yang orang lain punya.

"Nih ya Cha, you have to know this. Oh My God! Gila sih kalo kamu sampai nggak tau info ini. Anak-anak dilantai tiga udah pada tahu semua. Eh nggak, hampir semua anak kelas delapan bahkan udah tahu!!! Wah parah" Mata Chelsea bahkan berbinar-binar saking antusiasnya.

"Ya terus infonya apa Chels? Ribet amat sih, tinggal jelasin doang" Icha sebenarnya bingung melihat sahabatnya super excited seperti ini. Bahkan kakinya di hentak beberapa kali dan tangannya saling bertautan gemas.

"Jadi nih ya, ada anak baru di kelas 8.7. Kamu ingat kan kemarin ada pengumuman kalau kelas 8 bakalan di rolling sesuai nilai dan prestasi, padahal baru juga kenaikan kelas, tiga bulan yang lalu. Dan anak ini satu-satunya siswa yang di rolling ke lantai tiga. Adduh.. pasti dia pinter banget deh soalnya guru-guru aja pada heboh tuh pas nama dia di bahas. Nilai Mtk pula yang paling menonjol. Aku bingung deh mana ganteng banget lagi. Kalau kak Edo sih kalah Cha. Sayang, aku udah pacar."

"Untung Rama nggak sekolah di sini ya Chels" Mereka berdua terkikik geli ketika mengingat pacar Chelsi yang tidak mengetahui kelakuan pacarnya yang masih suka kecengin cowok ganteng di sekolahnya.

Actually, kelas mereka berada di lantai tiga yang dihuni oleh empat kelas unggulan. Hal yang biasa pula dilakukan oleh sekolah - sekolah unggulan lainnya. Padahal itu kan deskriminasi terhadap siswa yang kurang mampu dalam memahami pelajaran. Namun, keputusan sekolah untuk ajang gengsi beralibi bahwa keadaan tersebut dapat memacu siswa agar terpacu untuk meningkatkan minat belajar agar masuk kelas unggulan. Bahkan, ada rencana untuk membentuk kelas akselerasi. Yah nggak ada salahnya sih, cuman terkadang kelas lain baru mempelajari Bab 1 kita udah Bab 3 itupun bagus deh kalau ngerti kalau nggak kan berabe juga. Malu katanya, kelas unggulan materinya nggak boleh sama dengan kelas biasa. Nyebelin kan.

"Cowok ganteng? Cogan dong. Wah boleh tuh Chels. Yuk ke kelas sebelah buat lihat. Aku penasaran kayak apasih orangnya." Ujar Icha. Tak lupa menarik tangan Chelsea untuk segera membuktikan ucapan Chelsea. Walau Icha tahu sahabatnya ini sangat jarang berbohong kalau persoalan cowok ganteng. Maklum selain belajar, bermain dan bergosip mereka berdua satu frekuensi dalam tahap pubertas. Apalagi kalau bukan Cinta?

"Nah kan udah ketebak sih respon kamu bakalan kayak gini. Tadi aja sok cuek banget lihat muka aku. Awas ya kalau ada informasi baru nggak akan ku bagi-bagi lagi.. wlek" Icha tak perduli dengan celotehan Chelsea yang pura-pura ngambek.

'Palingan juga habis ini dia lupa'.

Berhubung kelas 8.7 berada di samping kelas mereka sendiri hanya butuh beberapa langkah untuk sampai di depan pintu kelas yang mereka tuju. Kebetulan hari ini adalah hari perollingan kelas untuk kelas 8 jadi, tidak ada mata pelajaran untuk seharian penuh. Hanya menunggu Pak Iwan selaku Wakasek untuk pengarahan. Maka, tak heran pemandangan yang pertama kali Icha lihat adalah segerombolan siswa laki-laki yang membentuk krumunan melingkar seperti semut kecil. Bahkan beberapa diantara mereka duduk dengan santainya di atas meja.

"Mana sih cogan yang kamu maksud Chels? Kok nggak kelihatan? Apa dia lagi keluar ya?" Tanya Icha yang mulai penasaran.

"Ck, coba deh kamu perhatiin baik-baik".

"Mana sih?" Tanpa segan Icha mulai melangkahkan kaki kanannya untuk masuk kedalam kelas. Sebelum kaki kirinya ikut melangkah ke depan sebuah tarikan halus mengurungkan langkahnya.

"Eitt, jangan langsung masuk dulu kenapa sih? Nanti kalau di tanyain sama anak-anak kita mau ngapain trus malah nggak bisa jawab kan malu-maluin Cha".

"Tenang. Kan kamu tahu Chels aku udah kenal semua sama mereka. Udah bosan kali mereka lihat muka aku yang tiap hari pasang setoran" Icha memang terkenal easy going dan suka sokab ke kelas orang lain. Nggak heran dia punya teman curhat di tiap kelas yang berbeda.

"Iya tapi kan," hanya samar-samar Icha mendengar suara protesan Chelsi. Sebab, ada yang menghentak kuat di balik dadanya. Perasaan yang terasa asing namun menyenangkan. Tatapan mata itu tak ingin dia biarkan lepas walaupun untuk berkedip sejenak.

"Emang seru, cuman kalo aku lebih suka One Piece. Oh iya Pian, besok kamu bawa laptop ya biar aku bisa copy serial anime yang kamu maksud tadi. Judulnya apa ya? Aku sampai lupa". Suasana yang awalnya ramai diantara kerumunan para siswa lelaki mendadak hening ketika mereka melihat Apri bertatapan dengan Icha yang berdiri mematung di depan pintu. Tanpa ekspresi. Lucu, semesta membuat refleks mereka sama pada saat berkedip.

Ah, tidak. Jika kalian menebak bahwa keduanya saling jatuh cinta pada pandangan pertama. Kalian salah besar. Hanya Icha yang merasakan debar ini. Seperti ada ribuan sayap kupu-kupu bertebangan di perutnya. Namun, ekspresinya tetap saja datar dan kedua kakinya yang semula ingin masuk dan mendekat perlahan memutar arah berlawanan meninggalkan Chelsi yang semakin kebingungan.

"Aneh, baru kali ini lihat cogan tapi diam aja kayak patung. Biasanya nggak gini deh, perasaan" Gumam Chelsi yang masih berdiri di depan kelas 8.7.

Sedangkan di sisi lain Icha langsung menangkan diri dengan meminum air putih yang selalu dibawanya ke sekolah.

"Adduh, please dong hati biasa aja. Cowok ganteng di sekolah ini kan banyak. Ingat, kak Edo lebih keren daripada dia. Palingan juga jago matematik doang. Tapi.. tapi., gimana dong. Kok nafas aku jadi nggak beraturan gini sih. Terus kok lututku lemes banget. Ish, nyebelin".

Cinta itu begitu kan? Diam-diam dia suka hadir tanpa permisi. Lalu kita bisa apa?

Tbc
Jangan lupa vote dan komen ya
Terimakasih sudah membaca❤

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menyelami Kata CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang