Kedatangan Ray dan Deva
-----------------------------------------
Rian keluar dari dalam mobil. Tidak berapa lama, hujan turun dari langit. Air mata Rian ditutupi oleh hujan. Tak peduli baju dan tubuhnya basah. Ia menatap sebuah bukit yang agak dekat dengan tempat ia berdiri. "Kenangan itu...." katanya. Tiba-tiba handphonenya berbunyi tanda ada telepon. Rian tidak mengangkatnya. Ia mengambil hanphone yang sudah basah itu lalu me-non aktifkannya. Ia menaruh handphonenya di kantong celananya.
"Kakak jangan lari-lari diatas bukit itu, nanti jatuh!!" Suara itu masih terngiang ditelinga Rian. Ia ingat kejadian tiga tahun lalu. "Kakak kenapa sih suka cubitin pipi aku?! Emang aku boneka apa?!" "Sudahlah, gue harus pulang." katanya. Rian masuk lagi kedalam mobilnya. Ia menyalakan mobilnya. Tetapi, mobilnya nggak hidup-hidup. Ia memukul setirnya. "Dek, biarin gue pulang. Gue mau istirahat," ucap Rian. Ia menstarter mobilnya, mobilnya pun menyala. Dan akhirnya ia kembali pulang.
***
Pagi harinya, badan Rian sedikit panas setelah kemarin hujan-hujanan dan pingsan dirumah. Damar memeras sapu tangan dan menaruhnya di kening Rian. Hari ini, orangtua Damar, Putri dan Rian masih berada di Canada, mengurus perusahaan yang baru dibangun disana. Pembantu mereka pun sedang cuti semua. Putri hanya menatap Rian. Ia sedikit menyesal.
'Harusnya lo kemaren gue cegah biar gak cabut' batinya. Damar keluar dari kamar dan bergegas menuju dapur. Ia membuat tiga teh hangat untuknya, Putri dan Rian. Kemudia ia membuat roti selai kacang. Dibawakannya tiga teh hangat dan roti itu ke kamar Rian. "Sarapan dulu, ntar lo ikutan sakit lagi," katanya. Damar membawa satu teh hangat dan roti untuknya keluar. Ia sarapan diruang makan. Sendirian. Tiba-tiba Rian terbangun. Putri sedikit kaget. Diambilnya teh hangat itu dan menyuruh Rian untuk minum.
"Lo gak apa-apa, Yan?" tanya Putri, cemas. Entah kenapa ia sangat cemas terhadap Rian. "Gue gak apa-apa." jawab Rian setelah meminum teh hangat itu. "Lo gak sekolah, Put?" tanya Rian. "Mana bisa gue sekolah kalo lo sakit gini? Damar bilang, kita gak usah sekolah. Dia udah izin sama Bu Winda." jelas Putri. "Kita?" "Lo, gue, Damar." kata Putri. Rian hanya mengangguk.Tiba-tiba, Damar masuk ke kamar Rian. "Lo udah bangun?" tanya Damar. Rian hanya membuang muka. "Kalo lo udah sehatan gue sekolah aja. Masih jam setengah tujuh juga." kata Damar. "Yaudah, kalo lo mau sekolah ya sekolah aja!" ketus Rian. "Berarti gue pinjem motor lo. Motor sama mobil gue kan lo berdua yang rusakin," kata Damar enteng. Rian hanya tersenyum sinis. Dilemparnya kunci motor nya kepada Damar. Dengan sigap, ia menangkap kunci motor itu. "Makasih." kata Damar. Rian tak menjawab apapun. Damar kembali lagi. "Roti sama teh nya enak kan? Tenang aja gak gue kasih racun, paling cairan baygon dikit." ucapnya santai. Rian dan Putri melotot. Damar hanya tersenyum. Rian tersentak. Ia batuk-batuk. "Gue bercanda kali," katanya lagi. Damar pergi menuju parkiran motor dan segera menancap gas untuk pergi ke sekolah. "Sinting!!" maki Putri.
***
Dipa menghampiri Naomi. Dilihatnya Naomi lagi tertawa bersama Cassie dan Feli. Ia langsung menarik tangan Naomi dengan kuat dan dibawanya menjauhi Cassie dan Feli. "Eh, lo apa-apaan sih, Dip?!" ketus Naomi. "Lo tuh yang apa-apaan! Udah tau gue musuh banget sama Feli cs. Masih aja lo temenin!" kata Dipa. "Lo punya masalah sama Feli? Ha?" tanya Naomi. "Punya nggak ya...." Naomi hanya menoyor kepala Dipa. Kemudia Dipa membalasanya. Jadi main toyor-toyoran deh. "Ngeselin lo, Dip!" kata Naomi. Kemudia, ia menghampiri Feli dan Cassie dan menarik mereka masuk kedalam kelas. Dipa hanya menggerutu. Bingung, bagaimana memisahkan Naomi dengan Feli dan Cassie. Satu menit menjelang masuk, Damar baru datang. Dengan wajah yang sumringah, ia duduk dibangkunya. "Lah, katanya ijin, Mar?" tanya Feli yang heran melihat kedatangan Damar. Damar belum menjawab. Diambilnya buku fisika dari tasnya dan menaruhnya di atas meja.
"Rian udah ada yang jagain. Lagian udah mau sembuh. Mending gue sekolah," ucapnya, santai. "Kayaknya lo seneng banget nggak ada Rian sama Putri." kata Naomi. Skak mat!! "That's right!! Itu yang bikin gue seneng. Bukanya apa-apa, setidaknya gue gak ketemu mereka beberapa jam," kata Damar. Bu Winda datang dan memotong pembicaraan Damar, Feli dan Naomi. Naomi dan Feli membalikkan badan mereka dan segera fokus belajar.***
'Damar sinting! Awas aja tuh anak!' maki Rian dalam hati. Ia bosan ditempat tidur terus. Rian memutuskan untuk berdiri didekat jendela. Ia merasa kesepian. Jarang sekali ia bertemu orangtuanya. Bisa seminggu sekali, atau tidak sama sekali. "Kak Rian, lo gak apa-apa?" tanya seseorang begitu melihat Rian berdiri didekat jendela. Rian kenal betul suara itu. "Mau apa lo kesini?" ketus Rian. "Kak, gue itu adik lo. Masa iya gue gak khawatir sama lo?" tanya seseorang itu lagi yang mengaku 'adik Rian'. "Lo bilang lo itu adik gue?" Rian hanya tersenyum sinis. "Ray! Lo udah pulang?" tanya Putri. Begitu meilah adik Rian -Ray- sudah ada didepan pintu kamar Rian. Ray hanya mengangguk. Ray adalah adiknya Rian. Sebenarnya, Rian punya dua adik. Tetapi, kakaknya Ray alias adik Rian yang pertama ini meninggal.
Dulu sekitar tiga tahun lalu, Ray pernah mengajak Rian dan kakak keduanya -Ozy- untuk balapan sepeda saat liburan di pegunungan. Mereka pun setuju. Saat balapan, Ozy lepas kendali dan jatuh ke jurang sampai akhirnya ditemukan telah meninggal. Rian menyalahkan Ray karena menurutnya, kalau Ray tidak mengajak untuk balapan sepeda mungkin Ozy masih hidup. Rian dan Ozy sangat kompak jadi susah dipisahin. Padahal, menurut keluarga Rian, kematian Ozy murni kecelakaan.
Ray sudah biasa jika Rian selalu menyalahkannya. Toh, dia memang masih merasa bersalah. Sejak itu, Rian tidak menganggap Ray adalah adiknya. Jadi, Ray di pindahkan ke asrama. Ray pulang hanya sebulan sekali. Ia sangat rindu akan kemarahan Rian terhadapnya. Kalau dirumah, paling ia hanya bergaul dengan Damar. "Kak Rian kenapa kak?" tanya Ray kepada Putri. "Nggak usah sok peduli lo sama gue! Dasar pembunuh!!" kata Rian yang sangat pahit untuk Ray. "Ya, lo tau sendirilah kakak lo kaya gimana? Kita keluar aja yuk, Ray. Biar kakak lo istirahat," ajak Putri. Ray hanya menduduk dan mengikuti Putri keruang makan.
***
"Kok lo udah balik, Ray?" tanya Putri begitu mereka sampai diruang makan. "Sebenernya gue masih liburan, Kak. Liburnya anak-anak asrama kan lebih lama dari pada anak-anak yang nggak asrama. Gue udah liburan dari dua minggu yang lalu. Tapi, ZD lagi mau bikin acara jadi harus disiapin dari liburan yang nggak pulang deh." jelas Ray. "Lagian, gue gak mau bikin kak Rian marah karna kedatangan gue," lanjutnya. Putri hanya mengangguk-angguk.
Hening. Tidak ada yang mengeluarkan suara. Ray hanya menunduk pasrah. Mungkin selama seminggu dirumah bakal dimaki habis-habisan oleh Rian. Sebenarnya sih udah biasa. Cuma, ia merasa diasingkan saja. Dia sama Ozy apa bedanya? Bukankah mereka sama-sama adiknya Rian?***
Pulang sekolah kali ini lebih cepat. Memang biasanya ZBS punya keunikan sendiri. Tiga hari ajaran tahun baru pasti pulangnya awal-awal. Belum belajar pula. Paling masih perkenalan diri, atau belajar yang tidak terlalu berat. Feli membuka sepatunya dan meletakannya dirak sepatu.Ia membuka pintu rumah. "SURPRISEE!!!" teriak seorang cowok yang lebih muda dari Feli. "DEVA!!!!!!" teriak Feli begitu melihat cowok itu berada di depannya. "Aduh, gue kangen lo belo!!!" kata Feli, lagi lalu memeluk cowok itu. "Hehehe... Gue kan emang ngangenin, Kak. Apa kabar? Sorry ya baru pulang," kata Deva, yang ternyata adalah adiknya Feli. "Alhamdulillah gue baik. Lo gimana di asrama? Enak aja lo sorry-sorry baru balik. Gue lumutan tau gak sih nggak ketemu lo!" kata Feli lalu mengajak Deva keruang tengah.
"Diasrama enak lah. Gue juga lumutan, Kak nggak adu mulut sama lo.Hihihi...." kata Deva sambil tertawa kecil. "Ah, dasar belo tetep aja ngeselin. Tapi lo adek gue yang paling ngangenin." "Emang lo punya berapa adek selain gue?" tanya Deva. Feli hanya mengangkat bahu. "Udah lama kita gak nge-cover lagu terus di upload di youtube ya, Kak." kata Deva lagi. "Iya hahaha... Lo anak asrama sih sekarang." balas Feli, agak sedih.