𝗪𝗔𝗥𝗡𝗜𝗡𝗚!
𝘁𝘆𝗽𝗼 𝗯𝗲𝗿𝘁𝗲𝗯𝗮𝗿𝗮𝗻 𝗱𝗶𝗺𝗮𝗻𝗮-𝗺𝗮𝗻𝗮
〰️
"Siapa yang memerintahkan pria itu?!"
Suara hentakkan tangan menyentuh meja memenuhi seluruh ruangan, diujung sana tepat didepan ruangan seorang pria berdiri, semua mata menuju kearahnya. Pria itu dengan tatapan menahan emosi memandang seisi ruangan tajam. "Siapa yang memerintahkan preman sialan itu!?" Tanyannya sekali lagi. Tampaknya ia penasaran untuk mengetahui penyebab yang membuat dia gagal melawan VSY. Tangannya tanpa sadar meremas tumpukan kertas diatas meja tersebut hingga kusut tak berbentuk.
"Kalian tahu dia sangat penting untukku, tapi dengan bodohnya kalian mempekerjakan seseorang yang tidak becus dan tidak tahu diuntung seperti tadi, apa kalian semua bodoh!!" Emosi pria itu perlahan mulai tidak stabil, dengan napas terengah dia menarik napas panjang, menetralkan kembali emosinya yang memuncak. Setelah dirasa sudah mulai stabil pria itu melanjutkan "Siapapun itu, temui aku setelah ini" Ucapnya pelan namun sarat akan diktaktor.
Dia benar-benar membenci seseorang yang mencoba melukai miliknya.
————
Levina membuka pintu dan melangkah masuk kemudian mempersilahkan Iliandra yang berdiri dibelakangnya untuk masuk keruangan itu juga. Sebuah ruangan didominasi warna cokelat langsung menyambut penglihatan mereka. Di dalam sana terdapat beberapa sofa yang tersusun rapi.
"Kau boleh beristirahat disini sementara aku berjaga diluar" Wanita ini berucap kaku begitu Iliandra mendudukan pantatnya di soffa. Levina, gadis berambut pendek dengan wajah cantik itu adalah satu-satunya gadis yang bekerja untuk VSY. Matanya begitu tajam membuat wajahnya keliatan sangar, meskipun begitu kecantikan gadis itu tetap memancar dengan indahnya.
"Tapi...," kalimat Iliandra menggantung.
Levina menoleh sekilas kearah Iliandra "Tidak ada yang perlu kau khawatirkan, kau tidak akan mati membusuk jika kau masih melihat kami berkeliaran disekitarmu" Ujar gadis itu datar kemudian menutup pintu meninggalkan Iliandra yang terdiam. Gadis itu masih ketakutan mengingat kejadian beberapa menit yang lalu. Ini seperti mengenang masa lalu, dulu ketika bersama Louis, beberapa kali Iliandra mendengar suara tembakan tetapi tidak didepan matanya seperti saat ini. Ini berbeda dan baru pertama kali dia rasakan.
Iliandra yang sendirian di ruang ini tiba-tiba merasakan kalau suasana mendadak sepi. Di tengah kesenyapan tersebut terdengar samar-samar suara orang berbincang. Dengan langkah ragu sekaligus penasaran gadis itu melangkah ke arah suara tersebut, namun sebelum langkahnya berhenti, handle pintu tiba-tiba bergerak. Yang muncul di penglihatan gadis itu pertama kali adalah sepatu hitam mengkilap. Gadis itu mendongkak dan mendapati George yang memandangnya aneh.
"Apa kau baik-baik saja?"
Iliandra sedikit terkejut, tetapi George tidak. Pria itu menatap Iliandra sekilas kemudian melangkah menuju soffa dan duduk disana. "Duduklah sebentar disini!" Pinta George.
Iliandra bergegas menghampiri George kemudian duduk di salah satu soffa single yang berada di samping George. Gadis itu berdehem pelan mencoba menghilangkan rasa takut dan juga canggung yang perlahan menyergapnya.
"Apa kau baik-baik saja?" George kembali mengulang pertanyaannya. Tubuh pria itu sedikit di miringkan agar lebih leluasa memandang Iliandra. Gadis yang tengah menunduk itu mengangkat kepalanya, mengangguk samar dengan senyum yang sedikit dipaksakan.