Setunggal

0 0 0
                                    

"Sekuat apa pun kamu mengelak. Itu semua tak akan ada artinya saat takdirmu sudah tertulis dan kisahmu sudah terlukis indah." -triaa811

000


Matahari menerobos ke sela-sela jendela kamar seorang cewek yang sedang bergelung selimut tebal sambil memeluk Okat-boneka beruang berwarna coklatnya.

Dan...

Bumm bumm bumm

"CACAA BANGUN WOY! DASAR KEBO!"

"AYO BANGUN. UDAH SIANG. LU KAGAK BERANGKAT SEKOLAH. EH?"

"Emmhhhh... apaan sih bang. Nanggung ini. Masih tunangan sama Sayed Hasanat. Mau Ijab Kabul." Suara kecil serak khas orang baru bangun tidur dari dalam kamar berwarna putih-pink.

"AELAH ELU MAH. BURUAN. UDAH JAM 8 PAGI WOYY. GAK SEKOLAH LU?" Suara itu lagi.

"Iyaa. Iyaa. Bawel banget." Dengan mata setengah terbuka. Caca segera terduduk sambil mengumpulkan nyawanya dan menormalkan pandangannya. Omong-omong Caca itu darah rendah. Jadi tau lah ya gimana menderitanya seorang yang darah rendah? Iya. Gampang pusing. Gampang dag dig dug ser padahal gak lagi ketemu doi. Trus pandangan suram gitu gelap. Tapi aku sih berharap masa depanku dengan Sayed selalu terang benderang.

Balik ke topik!

Aku melihat jam di handphoneku yang sedang aku charger semalaman di sebelah tempat tidur.

05.00 WIB

Sial! Aku dikerjain lagi sama abang. Untung sayang. Mendingan tuh emprit ke habitatnya aja deh daripada di sini. Ganggu banget! Batinku kesal.

Ya. Memang abangnya satu itu sangat lebay bin rempong kalo masalah tata tertib. Abangku yang satu ini emang selalu nginep di rumah setiap hari Sabtu sore lalu pulang hari Senin pagi. Sekalian pulang kerja katanya. Padahal udah beranak dua masih aja kek anak SMA. Eh setara dong sama aku? Bodo amat.

Omong-omong dia selalu sendirian kalo mampir ke rumah. Kenapa? Enggak kok. Gak lagi marahan sama keluarga kecilnya. Cuman 'Pengen aja' katanya setiap aku tanya kenapa kok mampir selalu sendirian.

Aku segera menuntaskan rutinitas pagi. Mandi, keramas, pake seragam, macak(aelah bahasa indonesianya apaan sih? Intinya kayak make-up gitu lah tapi gak pake make-up kayak tante-tante girang. Ah intinya gitu. Iyain aja ya biar cepet), ambil tas sama dasi terus topi, dan berakhir turun menuju meja makan untuk sarapan pagi bersama keluarga kecilku yang sangat aku cintai. Sek asek josss!!

"Pagi papa. Pagi emprit." Aku menyapa kedua lelaki yang sedang duduk di meja makan. Papa yang sedang membaca koran. Dan abang sedang memainkan ponselnya.

"Pagi sayang." Jawab papa sambil melipat korannya di samping piringnya. Tersenyum manis dan mengusap pucuk kepalaku.

"Emprit? Siapa tuh?" Kening abang mengkerut.

"Elu!" Jawabku santai dan segera mengambil nasi dan lauk untuk sarapan pagi hari ini. Sebenernya sih aku susah banget buat sarapan pagi. Suka mules perutnya:v. Ini pun terpaksa kalau bukan karena papa dan upacara.

"Kurang ajar lu. Kebo!"

"Apaan coba. Elu tuh emprit!"

"Kebo!"

"Emprit"

"Ke-"

"DIAM DAN MAKAN ATAU SEMUA FASILITAS KALIAN PAPA CABUT!!"

Seketika suara hening. Sampai-sampai suara jangkrik bahkan semut berpesta pun terdengar. Eh gak segitunya juga kali. Hehehehe..

Kami pun melanjutkan sarapan pagi dengan penuh khidmat. Sesekali aku berhenti makan dan memasang dasi. Sebenernya papa gak suka dengan kebiasaan burukku ini. Tapi mau gimana lagi? Emang udah kebiasaan dari kecil. Hehe..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

IntrovertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang