Malam senyap

38 11 4
                                    

Saat itu malam senyap, bahkan suara kendaraan melintas pun tak ku dengar. Hanya aku, yang masih beraktifitas. Aku tengah sibuk mempersiapkan yang harus di persiapkan besok. Oh iya, sampai lupa memperkenalkan nama. Perkenalkan, namaku Loli Fitriani Anjali. Orang orang sering memanggil ku Loli. Aku terlahir dari keluarga yang sederhana, ayahku bernama Aksara Mulyana beliau dulunya adalah kepala sekolah SMP negri namun sekarang sudah pensiun. Sekitar 4 tahun lebih ayah ku pensiun dan sekarang sedang mencoba menjual tanaman lagi seperti dulu, awalnya ayah ku tidak mempunyai rencana seperti itu. Tetapi aku mendorong ayah agar berusaha lagi. Agar ayah tidak bosan dan jenuh di rumah terus menerus. Ibuku bernama Anjali Asmara ia seorang ibu rumah tangga. Ibu ku ini cukup tegas. Tetapi ibu tidak pernah memaksaku, untuk menjadi apa yang dia inginkan. Ibu hanya ingin melihat bahagia. Aku mempunyai dua kakak perempuan. Kedua kakak ku bekerja sebagai tenaga kesehatan. Kakak pertama ku bernama Diandra Fitriani Anjali, ia bekerja di salah satu puskesmas kecamatan dan kakak ku juga sudah mempunyai gelar S2 keperawatan serta sudah menjadi pegawai negri. Sementara kakak ku yang terakhir, bernama Desinta Fitriani Anjali. Kakak ku ini baru saja lulus dari gelar S2 kebidanannya, dan sekarang sedang mencari pengalaman agar bisa membuka praktik di rumah. Kedua kakak ku ini mempunyai watak yang cukup berbeda kakak pertamaku lebih feminim dan kakak kedua ku lebih tomboy. Namu mereka sama sama keras kepala seperti ku. Kami sama sama berbeda 7 tahun.

Semua anggota keluarga ku memiliki tinggi yang hampir sama. jadi kalau ada sesi peotretan kami seperti jalanan, datar dan sama rata. Hanya berat badan yang membedakan, dan aku yang paling kurus diantaranya. Dan sepertinya aku dan kak Desinta saja yang tomboy. Walaupun sekarang kakak ku yang satu ini lebih feminim. Tapi dulu, ia sama sepertiku. Setiap kali aku memakai hoodie dan jeans, orang orang mengira aku adalah laki laki. Dan tak jarang aku tertawa akan tanggapan itu. Aku sering berbicara sendiri "Walaupun tampilan ku seperti ini, tetap saja aku masih menjadi cewek cengeng yang tidak bisa di bentak." Walau mungin berbicara sendiri itu aneh, tetapi aku sering melakukannya.
Orang orang yang akrab dengan ku bilang. Kalau aku itu periang, mudah bergaul, pede, serta tomboy. Tetapi berbeda dengan orang orang yang belum mengenalku. Mereka bilang kalau aku itu membosankan dan bermuka masam. Jujur saja aku itu memang orang yang tidak bisa tersenyum. Bagiku tersenyum itu tidak penting, dan bagiku tersenyum itu hanya untuk orang orang yang sedang menyembunyikan rasa.

Besok adalah hari pertamaku sekolah. Aku tidak sabar, pasti seru sekali mempunyai teman baru. Yang mungkin lebih banyak dari temanku sebelumnya, di sekolah yang lama.

Besoknya...

"Ma, pak. Aku berangkat dulu ya!," teriak ku, sambil membuka pintu gerbang rumah.
"Ongkosnya udah belum, air nya, topi, dasi, udah semua belum?," balas bapak.
"Udah semua kok pak, yaudah aku berangkat dulu ya ke sekolah. Dah, Assalamualaikum," pamitku sambil mengayuh sepeda lipat berwarna hijau yang empat tahun lalu ku beli, dari tabungan yang sudah ku kumpulkan di celengan plastik.

Sebelum ke sekolah, aku mengajak Sandra untuk ikut bersamaku. Karena aku tahu, dia tidak mungkin berjalan kaki ke sekolah.
"Sandra, sandra. Mau ikut gak sama aku naik sepeda ke sekolah?," ujarku.
"Naik sepeda, dih ntar terlambat. Gak ah aku mau di anter sama kakak ku aja. Nanti kalo ikut, aku lagi yang bawa. Dih males banget" ketus Sandra
"Kok kamu gitu sih, gak tau terimakasih banget jadi orang," balas Pak Budi.

Pak budi adalah salah satu pekerja di rumah ku, sudah lama sekali ia bekerja. Hampir sepuluh tahun lebih, bekerja di rumahku.

Lalu, aku pergi meninggalkan Sandra.
Aku mengayuh sepeda dengan sangat kencang. Agar aku tidak terlambat. Tidak jarang aku kehausan dan meminum satu tegukan air.
Sesampainya di sekolah SMPN Bina Harapan, aku langsung berlari menuju barisan.
Upacara pembukaan dimulai, dan di tengah upacara. Tiba tiba saja badan ku lemas. Aku pingsan, dan di bawa ke ruang UKS.
Sandra datang, dan memarahiku.
"Udah dibilangin, jangan bawa sepeda. Udah tau penyakitan sok sokan," gerutu Sandra.
"Jangan ngomel dong, aku itu lagi pusing. Aku juga gak minta kamu buat dateng, aku gak minta kamu buat berpendapat. Kamu itu bisa diem gak sih. Gak sopan banget," balasku.
Aku dan sandra bertengkar di ruang UKS. Untungnya ada salah satu guru perempuan yang melewati ruangan. Memisahkan kami, dan menasehati kami agar tidak bertengkar.
"Hei, ada apa ini. Sudah sudah jangan bertengkar. Kalian kan teman, tidak boleh bertengkar. Kalian juga kan udah gede, udah udah maafan ayo," ucap ibu guru yang tiba tiba saja muncul, dan mengagetkan kami.
"Loli yang mulai duluan bu, saya cuman menasehati. Tapi dia yang ngomel ngomel gak jelas," ketus Sandra.
"Astagfirullah, kamu ini apa apaan si," balasku, sambil keheranan.
Setelah badanku merasa lebih sehat, aku langsung pergi ke ruang kelas baru. Semua bangku sudah terisi, kecuali satu bangku yang berada tepat di samping Sandra.
Dengan terpaksa aku duduk di samping sandra.
Hari itu dimana jam kosong di mulai, aku dan Sandra tidak berbicara dari awal kami masuk ke kelas dan sampai bel pulang.
Hari itu tidak ada jam pelajaran. Dan kakak osis serta guru juga tidak menghadiri kelas.

Sedari dulu, Sandra itu terlalu berbuat seenaknya kepadaku. Aku merasa bahwa, aku itu bukanlah temannya. Melainkan pesuruh yang selalu di atur.
Mulai dari di suruh membawa mukenanya dari kelas ke musola sekolah, membelikan makanannya, membawakan tasnya jika sedang olahraga, membawakan minuman nya dan lain sebagainya. Bahkan dia tidak sama sekali berterimakasih kepada ku. Sungguh menyebalkan bukan?.

Mungkin, jika ada bintang jatuh. Aku akan memohon agar aku tidak pernah mengenalnya, seumur hidupku.
Aku tidak pernah meminta apapun dari Sandra. Bahkan jika dia ikut membonceng motor dengan ku. Aku tidak pernah meminta ongkos bensin maupun uang parkir. Semuanya aku yang mengeluarkan uang. Aku tidak berharap dia memberikan uang kepadaku tetapi, aku berharap dia baik kepadaku, itu saja tidak lebih.

Selang beberapa hari dari kejadian itu. Aku memutuskan pergi sekolah untuk membawa motor, karena kemarin banyak barang yang tertinggal. Dan aku tidak mau hal itu terulang kembali.
Aku fikir jika membawa motor, akan lebih efektif jika ada seuatu hal yang terjadi.
Aku membawa motor...

AkrabTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang