prelude

183 27 25
                                    

From the outside looking in, it's hard to understand. From the inside looking out, it's hard to explain.

---

"ABANG BANGUN!!"

Teriakan itu berhasil menyentakan pria yang sedari tadi terlelap dalam mimpi indahnya. Ia mendapati sang adik yang telah rapi dengan seragam SMA nya sambil menatapnya kesal.

"Nggak liat sekarang udah jam berapa?." Ucap sang adik mendengus kesal, pasalnya sejak satu jam yang lalu Kakak Laki-Laki nya ini tak kunjung bangun, bahkan setelah ia mandi dan bersiap-siap untuk pergi ke Sekolah.

"Eunggh." lelaki yang disebut Abang itu pun melenguh persis seperti orang yang baru bangun dari tidur nyenyaknya.

"Aku tau Abang abis lembur tadi malem, tapi ini udah jam 7 pagi bang, aku mau berangkat ke Sekolah dan Abang harus kerja." Remaja yang telah rapi dengan seragam sekolahnya ini berdecak pinggang di hadapan Kakak Laki-Laki nya yang saat ini masih berguling-guling dikasur seperti orang yang tidak punya tulang belakang.

"Abang udah dipecat Jen." Gumam nya di balik bantal, dan itu sukses untuk membuat sang adik terkejut.

Jeansel, remaja itu hanya menghembuskan nafasnya pelan. Ia menatap ke arah Abang nya dengan prihatin. Ini bukan yang pertama kalinya ia mendengar Kakak Laki-lakinya itu dipecat dari pekerjaannya.

Jaeden Neandinata dan Jeansel Neandinata adalah kedua kakak beradik yang tinggal di sebuah flat sederhana di pinggiran kota. Kehilangan sosok ayah sedari kecil, dan sosok Ibu yang saat ini sedang dirawat di Rumah Sakit membuat Jaeden mau tidak mau harus bertransformasi sebagai tulang punggung sekaligus orang tua bagi adiknya. Di usia nya yang masih terbilang muda Jaeden telah kerja banting tulang untuk menghidupi kebutuhan sang adik dan biaya pengobatan sang Ibu. Tentu tidak mudah, namun Jaeden selalu melewatinya dengan tabah, ia tak mau adiknya putus sekolah dan berakhir seperti dirinya yang hanya lulusan SMA lalu harus kerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Namun sepertinya, nasib selalu bermain-main dengan Jaeden, lelaki itu kini sudah tak memiliki pekerjaan lagi. Ini bukan yang pertama kali Jaeden kehilangan pekerjaannya,
Bukan karena ia tak profesional atau apa. Baginya selalu ada alasan bagi para bosnya di tempat ia bekerja untuk memberhentikan lelaki itu dari pekerjaannya.

"Udah gue bilang Jae, mending lo jadi artis aja atau selebgram lah minimal, kasian tau muka ganteng lo disia-siain." Dannys, sahabatnya pernah satu kali berkata seperti itu kepada Jaeden saat lelaki itu bercerita bahwa ia telah di pecat dari pekerjaannya. Dan tentu saja ucapannya itu dihadiahi jitakan dari Jaeden.

---

"Kenapa lagi Jae?." Pertanyaan itu sukses membuyarkan Jaeden dari lamunannya.

Lelaki itu kini sedang berada di sebuah minimarket yang berada di dekat flat nya, ini adalah satu-satunya tempat dimana Jaeden bisa nongkrong dengan tenang karena selain tempat nya yang tak terlalu ramai, didepannya juga terletak beberapa kursi dan meja yang sengaja disediakan oleh sang pemilik.

Lelaki itu hanya tersenyum kecil sebagai jawaban dari pertanyaan sang pemilik minimarket yang telah menganggap Jaeden seperti adiknya sendiri.

"Lagi banyak pikiran bang." Eluh nya sembari menyesap minuman soda kaleng yang entah saat ini masih dingin atau tidak.

"Banyak pikiran mah wajar Jae, kalau nggak ada pikiran ntar dikira gila." Seperti biasa ucapan-ucapan ngaco Bang Joni selalu sukses untuk membuat Jaeden menyunggingkan bibirnya.

Who Are You? |JaerosèTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang