Aku hanya bisa memilihmu jika mempercayaimu
-DinaLangkah kaki yang menghentak terdengar kencang. Seakan ingin menegaskan bahwa hanya langkah tersebut yang berkuasa. Para pegawai sontak berdiri dan membungkuk sambil mengucap salam menyambut sosok tersebut dan kembali duduk.
Dina. Bos dari salah satu perusahaan fashion designer ternama yang memiliki aura yang membuat siapapun bisa bertekuk lutut.
"Direktur, hari ini majalah fashion starwin ingin bertemu dengan anda dan mengajukan sebuah kontrak " ujar Deva sang sekretaris.
"Lakukan pertemuan di hotel Fifty Star sore ini," ucap Dina sembari mengambil sebuah pulpen untuk menandatangani beberapa lembar project di depannya.
Deva langsung meminta izin untuk menelepon untuk memastikan pertemuan nanti.
Setelah mengurus beberapa dokumen, Dina pergi mengambil wudhu dan sholat di dalam ruangannya. Meski seorang bos besar, ia tak pernah meninggalkan kewajibannya untuk tetap bersyukur dan berdoa pada Sang Semesta.
***
Pertemuan sore ini berjalan dengan baik seperti biasanya. Tak heran, Dina memang sangat antusias jika berkaitan dengan pekerjaan. Tindakan profesionalnya sudah dikenal berbagai perusahaan penting ternama yang sering merger dan melakukan project bersama perusahaannya."Baik bu Dina. Saya harap project ini berjalan dengan baik dan hubungan perusahaan kita terjalin dalam jangka panjang," sahut Reno salah satu manager perusahaan Starwin.
Project kali ini memang lumayan besar karena mengundang beberapa artis ternama. Majalah tersebut ingin agar cover majalah berasal dari artis dengan model fashion dari perusahannya. Selain itu, mereka juga ingin mengadakan acara amal sambil merayakan project besar ini.
Setelah mereka pergi, Dina pun kembali untuk pulang ke apartemen karena dirinya sudah mulai letih.
*020793
Dina memasukkan kode apartemennya dan langsung merebahkan badannya di sofa. Huft, rasanya sepi sekali. Mungkin beda rasanya jika ada yang menyambutnya disini.📲 Oh sudahlah-sudahlah hati ini bicara...
Dering ponselnya membangunkan dirinya yang baru saja mulai memejamkan mata.
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam Dina. Ini Mama. Apa kabar nak?" tanya suara dari yang tak lain adalah mamanya.
"Alhamdulillah aku baik ma. Mama apa kabar?"
"Alhamdulillah mama sehat. Ada yang mau mama omongin sama kamu. Bisa?"
"Ada apa ma? Dina lelah sekali saat ini."
"Sebentar kok. Jadi mama mau kamu ketemu sama calon menantu mama. Namanya Faisal. Kamu bisa kan ke rumah besok?" tanya mama yang membuat Dina ingin memejamkan matanya saja.
"Iya. Besok aku ke rumah jam tiga sore ya mah" kata Dina yang mulai lelah dengan pembicaraan ini. Setelah selesai dia mematikan ponselnya.
Bukan kali pertama mama selalu ribut memperkenalkan berbagai macam lelaki untuk dijodohkan dengannya. Tapi entah mengapa tidak ada yang bisa membuat Dina 'klik' dengan semua Pilihan mama.
Usia Dina memang sudah terbilang cukup untuk menikah. 25 tahun. Usia yang cukup matang untuk membina rumah tangga. Tapi Dina masih saja belum bisa menerima yang namanya 'pernikahan'. Dia selalu ragu dengan hal tersebut. Sehingga dia sering mengabaikan hal tersebut dan membuat mamanya kerepotan mencarikan suami untuknya.
Menikah? Apa aku bisa? Rasanya aku masih belum bisa hidup dengan seorang lelaki yang akan menemaninya seumur hidup. Entah mengapa dia selalu ragu untuk percaya akan namanya 'cinta'. Baginya itu hanya hal yang tak bisa dia kendalikan. Mungkin diantara semua perempuan di dunia, hanya dia yang tidak bisa percaya yang namanya cinta dan pernikahan. Baginya, ia hanya bisa mempercayai baru bisa memilih dengan siapa dirinya bersanding kelak.
Dina pun menghapus semua pertanyaan yang mengganggunya dan pergi untuk mandi dan sholat.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN RUMAH KEDUA
General FictionDina adalah perempuan yang tidak pernah bisa mempercayai sesuatu yang namanya cinta. Baginya, hal tersebut hanya bisa menyakitinya lagi dan lagi. Hingga akhirnya dia menikah dengan seseorang yang dia bisa percaya. Pernikahan menguji kepercayaan akan...