"Sialan!" umpat Mark ketika terbangun dari mimpinya.
Sudah beberapa bulan ini dia nyaris selalu memimpikan hal yang sama. Sebuah bibir milik seseorang. Orang itu bernama Gun. Kakak angkatannya di kampus. Yang menyebalkan, di mimpinya Mark selalu berhasil mencium bibir itu. Namun pada kenyataannya, dia hanya bisa memandangnya dari jauh.
Mark baru mengenal Gun ketika dia memutuskan masuk klub fotografi di tahun keduanya di kampus. Maklumlah, dia dan Gun beda jurusan. Mark mengambil jurusan Akuntansi (hanya karena ayahnya bilang dia bisa jadi kaya kalau mengambil jurusan ini), sedang Gun mengambil jurusan Hubungan Internasional. Mark berada di tahun keduanya sedang Gun sudah di tahun terakhir. Bersyukur Mark mengikuti ajakan Blue untuk masuk ke klub fotografi meskipun dengan setengah terpaksa, jika tidak mungkin dia tidak akan mengenal kakak tingkatnya itu. Beruntungnya lagi Gun sering sekali berada di ruangan klub. Nyaris setiap hari di atas jam makan siang Mark pasti bisa menemukan Gun di ruangan klub. Satu-satunya alasan Gun tidak ada di ruangan klub selepas jam makan siang adalah jika dosen pembimbingnya meminta bertemu. Jadi tentu saja, selepas jam makan siang Mark juga akan berada di ruang fotografi. Yah, tentu saja ketika dia tidak ada kuliah di siang hari.
Kembali ke hari ini. Hari ini adalah hari Kamis, hari kesukaan Mark, karena dia hanya memiliki kelas di pagi hari. Jadi dia bisa menghabiskan waktunya di ruang klub seharian, tentu saja dengan Gun. Sayangnya, ternyata hari ini Gun tidak sendirian. Ketika Mark sampai di ruang klub, ada Third yang menemaninya.
"Hi, Mark!" sapa Gun ketika Mark memasuki ruang klub.
"Halo Kak Gun, Kak Third."
"Oh hi Mark." balas Third namun tidak memandang ke arah Mark. Sepertinya Third dan Gun sedang sibuk membahas sesuatu. Akhirnya Mark, dengan perasaan kesal, hanya bisa menggerutu sambil memainkan kameranya. Diam-diam dia mengambil foto Gun. Beberapa foto bahkan terfokus ke bibir Gun. Oke mungkin ini creepy, bahkan Blue pernah mengatakan itu langsung kepadanya, bahwa Mark terkesan seperti seorang stalker. Tapi, asalkan tidak ada yang tahu (Blue tidak masuk hitungan), tidak masalah kan? Masih asik mengambil foto Gun diam-diam, tiba-tiba dia menyadari bahwa Gun memandang langsung ke arah lensa kameranya. Mark buru-buru mengalihkan arah kameranya, berpura-pura tidak mengambil foto Gun.
"Mark! Kesini!" panggil Third.
"Mati", batin Mark.
"Iya kak?"
"Menurutmu Gun cocok nggak jadi model?" tanya Third tiba-tiba.
Mark yang mempersiapkan dirinya dimarahi karena mengambil foto Gun diam-diam tentu saja kaget mendapat pertanyaan itu.
"Eh?"
"Kamu kan sering ambil foto Gun diam-diam. Nah menurutmu, Gun cocok nggak jadi model?" tanya Third lagi, kali ini agak tidak sabar karena Mark tidak langsung menjawab pertanyaannya.
"Ah, iya cocok kak. Eh tapi aku nggak sering ambil foto kak Gun diam-diam kok." Mark mencoba membela diri. Meskipun tentu saja hal itu bohong.
Third tersenyum sinis mendengar pernyataan Mark, sedang muka Gun agak memerah.
"Jangan bohong! Semua anak klub juga tahu kalau kamu sering ambil foto Gun diam-diam. Bahkan Gun aja tahu." kata Third.
Kali ini muka Mark yang memerah. Jadi ulahnya selama ini ketahuan? Nggak cuma oleh Gun tapi oleh semua anak klub. Habis sudah harga dirinya.
"Ah, maaf Kak. Aku hanya..."
Belum sempat Mark menyelesaikan kalimatnya, Third sudah memotongnya, "Sudahlah nggak usah minta maaf. Lagipula Gun nggak masalah. Ya kan?" tanya Third pada Gun di sebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Napat Na Ranong - Kumpulan Oneshoots
Short StoryKumpulan Oneshoots tentang Napat Na Ranong. Kemungkinan besar Markgun juga. Rate Mature bukan karena sex scene.