🌧 Gadis Hujan 🌧

1.8K 227 280
                                    

Seperti hari-hari yang lampau, hari ini pun ... aku prediksi akan membosankan.

"Ah!" Terlintas sesuatu dalam benakku, membuat kejut sedikit menghampiri. Karenanya, berhasil pula langkah terhenti 'tuk sejenak.

Latihan rutin klub voli dilakukan hari ini. Siapapun tahu, anggota di sana tak kalah berisik sekalipun dibandingkan dengan jeritan seribu anak ayam yang kelaparan. Kudengar bahkan ada beberapa siswa yang mengeluhkan kebisingan dari gymnasium tatkala latihan klub voli berlangsung.

Sampai mati pun aku tak ingin jika harus menjadi ketua klub voli Karasuno, sebab ialah yang akan menjadi kambing pengorbanan saat ada yang melapor kepada guru, atau bahkan pimpinan sekolah.

Sungguh, sangat miris.

Kendati hari-hariku pada umumnya membosankan, aku justru lebih menyukainya ketimbang hari penuh kebisingan yang menjengkelkan. Selain energi raga yang tersedot habis, dikala latihan berlangsung enerji jiwa akan terkuras lebih banyak lagi. Mungkin jika memiliki nilai, akan tampak tanda minus di belakang total nilai energi jiwa yang tersisa seusai latihan.

Tuhan, tolong! Sungguh, aku hanya ingin hidup damai. Tapi kenapa Engkau justru memberiku rekan satu klub yang sangat brisik dan bodoh?

Aku tak ingin tertular.

"Hahh ...." Hela nafas berat lolos.

Aku ingin hidup pada zaman dimana manusia belum lahir. Oh, mungkin hanya aku satu-satunya manusia di zaman itu. Sendiri. Pasti menyenangkan. Tidak ada makhluk-makhluk aneh mengelilingiku.

AKU INGIN HIDUP DI ZAMAN DINOSAURUS!!

Bukankah saat itu manusia belum ada? Dapat dipastikan itu amat menyenangkan! Teman-temanku yang berisik itu berganti menjadi makhluk purba kesukaanku.

"Haha." Senyumku terlepas bersamaan tawa kecil, menyenangkan juga menghayalkan sesuatu yang mustahil.

Eh, tunggu! Aku ralat! Mereka bukan teman, hanya kenalan! Paham?!

"TSUKKI! TUNGGU AKU TSUKKIII!!!"

Mendengar teriakan tersebut aku menengok ke sumber suara untuk beberapa saat.

Ah, si bodoh itu berteriak lagi. Aku heran, apakah dia tidak takut seandainya suaranya habis? Setiap saat selalu saja meneriaki namaku dengan suara yang amat nyaring.

"Berisik, Yamaguchi!" Seperti biasanya, nada sarkas akan terlempar dikala Yamaguchi berteriak memanggil namaku.

Sejujurnya aku tak ingin begitu keras pada Yamaguchi, tapi tingkahnya itu sudah dalam kategori abnormal. Dan itu sangat mengganggu.

Dalam satu hari ... tidak-- dari satu jam saja mungkin Yamaguchi akan meneriaki namaku sebanyak 60 kali. Bagaimana aku bisa membalasnya dengan baik? Mungkin seseorang yang memiliki harapan agar pita suaraku putus akan terkabul jika aku maladeni Yamaguchi terus-menerus.

Aku tak menginginkan hal tersebut. Jangan sampai itu terjadi!

Em, tapi maaf, sebenarnya aku baru saja melebih-lebihkan perkataanku. Tapi percayalah, Yamaguchi memang sangat sering meneriaki namaku!

"Gomen[1], Tsukki!" Sambil berkata seperti itu Yamaguchi tersenyum cengengesan.

Menjengkelkan!

"Huh." Aku mendengus kasar. Namun tampaknya Yamaguchi tidak memusingkan apalagi mengambil hati terkait respon kasar dariku. Buktinya saat ini dia tengah asik bercerita panjang lebar.

Kagum. Satu kata tersebut mungkin cukup bisa untuk mengartikan bagaimana sosok Yamaguchi dalam benakku.

Terlepas dari tingkahnya yang kerap membuat darahku naik, sosok Yamaguchi yang kuat dalam menghadapi tingkahku yang selalu mengacuhkannya, serta tingkat kesetiannya padaku yang sudah seperti tangan kanan seorang kaisar, sampai-sampai apapun yang aku pilih dia berada dipihakku, membuatku cukup mengagumi sekaligus menghormatinya.

[✓] Gadis Hujan || Tsukishima KeiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang