Kau tak terganti,
kau yang selalu ku nanti.
Tak kan ku lepas lagi.
Pegang tanganku,
bersama jatuh cinta.
Kali kedua, pada yang sama.Semua yang kau tuliskan memang benar, Naff. Aku marah, aku kecewa, aku sedih, juga aku bingung.
Mungkin akan lebih baik jika perpisahan yang terjadi sejak satu tahun yang lalu ini, tak perlu kau cegah lagi. Dengan mengirimkanku boneka gajah juga bunga daisy yang kau tahu betul aku sangat menyukainya.
Entah kau bertujuan membuatku senang di hari menuju hari kelulusan seperti yang kau ucapkan, atau kau sengaja membuatku kembali menangis. Sebab kembali mengingatkan semua tentangmu yang seharusnya sudah tidak lagi berada dalam kepalaku.
Kita sudah lama menyengajakan diri untuk tidak bertatap muka. Jika 2 hari lagi adalah hari kelulusanku dan kita tidak bisa bertemu, apakah ini hal buruk? Kalau memang iya, maka hal buruk ini sudah terjadi sejak satu tahun yang lalu juga, Naff.
Bukankah lebih baik kita tidak lagi bertatap muka dan bertukar hadiah? Bukankah kau bilang bisa melupakanku dengan segera? Lalu apa maknanya boneka gajah dan bunga daisy ini?
Baiklah. Memang sudah cukup. Basa-basi diantara kita harusnya sudah tidak ada. Tapi kau yang memulainya hari ini seakan memaksaku untuk tertarik dengan obrolanmu.
Aku akan kembali menjadi Arla setelah kau tinggalkan. Bersikap biasa saja seakan kita adalah teman lama yang tak saling berhubungan di masa lalu.
Tetapi, berkat sebuah paket berisi boneka gajah juga sebuket bunga daisy darimu, aku jadi gagal mengakhiri cerita tentangmu.
Nyatanya, aku tidak bisa mendahului takdir. Dengan mengatakan tidak akan membawa namamu lagi. Ternyata hari ini, takdir membawaku kembali menyeretmu dalam duniaku.
Dengan begini, dengan datangnya 2 paket yang sekarang berada di depanku ini, aku harus menghubungimu lagi. Aku harus mengangkat tali penghubungnya lagi supaya suaramu bisa tercerna dalam runguku lagi.
Dengar, ya. Aku hanya ingin berterima kasih. Tidak lainnya. Semoga kali ini takdir berpihak padaku. Bahwa ini benar-benar cerita terakhir tentangmu.
Arla
Paketmu sudah sampaiBasa-basinya memang sudah cukup, maka langsung pada intinya saja, ya.
Naff
Itu milikmu, Arla.
Sudah dibuka, belum?ya, terserah kau saja.
Arla
Sudah, terima kasih.Aku harap cukup sampai di sini saja. Tujuan utamanya adalah mengirimkanku sebuah paket sebagai hadiah kelulusan. Paketnya sudah aku terima, dan aku sudah berterima kasih. Maka, sudah, kan?
Naff
Bisa aku telpon sekarang?
Mengganggu, tidak?Naff, aku tidak suka caramu menginginkan obrolan ini diperpanjang. Aku sibuk untuk sekedar kembali 'mengenang'.
Naff
Kalau sibuk, tidak apa-apa
Kapan-kapan saja.Kau masih saja begitu. Membuatku merasa bersalah dan lagi-lagi harus mengalah.
Baiklah, Arla. Dia kan cuma teman lamamu, sebentar saja tidak apa.
Arla
Aku tidak
sedang melakukan apapunNaff is calling..
Tidak bisa berbohong, aku sedang deg-degan dan gemeteran. Aku hanya takut jika kembali mendengar suaranya setelah satu tahun ini, hidungku memanas dan mataku berair.
Ah, tidak. Ini terlalu berlebihan. Aku pasti baik-baik saja.
"Halo?" sapaku dengan pelan setelah dering ketiga.
Terdengar ia berdeham kecil sebelum akhirnya, "Bagaimana paketnya?"
Ah, Naff. Kau tidak perlu repot-repot membuatku kembali merindukanmu. Suaramu itu, tak perlu kau buat-buat supaya terdengar merdu di telingaku.
"Sudah kubuka, terima kasih sekali lagi."
Hening sejenak, yang terdengar hanya helaan nafas panjangnya. Entah apa maknanya aku hanya menunggu apa yang akan ia katakan lagi.
"Arla, kenapa sebagian orang memilih mengungkapkan segala isi hatinya dalam bentuk tulisan?"
Awalnya aku tidak mengerti, siapa yang ia bicarakan. Aku hanya bisa menjawab seadanya saja.
"Ya terserah mereka, setiap orang kan punya cara masing-masing."
"Seperti membuat puisi, cerita pendek, atau bahkan surat kecil yang diharapkan tidak dibaca oleh seseorang yang dituju?"
Dari sini, aku mengerti. Sedikit terkejut, tapi aku bisa mengendalikan diri. Aku sudah menduga hal ini akan terjadi. Cepat atau lambat ia akan segera menemukan keberadaanku di lain dunia. Ia akan segera membaca cerita-ceritaku yang semua tentang dia. Aku memang tidak pernah mengharapkan hal ini terjadi, aku tidak berharap semua yang ku tulis dibaca olehnya.
Aku tersenyum dalam tangis. Sejak kapan kau mulai mencari dan berusaha mengenalku di dunia lain itu, Naff?
Aku tahu ia diam karena memberiku waktu untuk berbicara. Susah payah aku menyembunyikan isak yang lagi-lagi tak perlu ia ketahui.
"Aku tidak tahu maksudmu." suaraku memelan. Aku tidak yakin ia tahu bahwa aku baik-baik saja.
Karena nyatanya, yang aku sembunyikan pun bisa ditemukan. Ia akan selalu menemukan sejauh apapun aku berlari darinya.
"Aku hanya membaca tulisan seseorang yang entahlah dia siapa."
"Kalau tentang teori 'jika kau memiliki memori pahit kau bisa menghilangkannya dengan membenturkan kepalamu ke dinding' Arla tahu, tidak?" tanyanya diselingi kekehan kecil.
Kau pantas menertawakan perempuan bodoh yang menceritakan isi hatinya dalam sebuah tulisan ini, Naff.
Aku tidak bisa lagi bersembunyi di balik senyuman juga tawa yang sebenarnya bukan milikku. Aku tidak mampu lagi menyembunyikan isak dan tangisku.
"Kau ingin membuatku tertawa atau justru menangis, Naff?" Aku yakin ia benar-benar mendengar aku terisak.
Ia kembali menghela nafas, "Maaf, kalau aku justru membuatmu menangis. Maksudku bukan begitu, Ar."
Kau berhasil meruntuhkan tembok pertahananku selama satu tahun ini. Kau berhasil meluluhkanku lagi. Kau berhasil membangkitkan memori yang berusaha ku pendam setengah mati.
"Seharusnya kau tak perlu membuat kenangan kenangan itu kembali berdiri." Suaraku kembali memelan.
"Seandainya kau tahu, kenangan kenangan itu merasa sangat sedih berusaha dilupakan olehmu dan dimusnahkan secara paksa dalam kepalamu."
"..." aku tidak bisa berkata lagi. Tenggorokanku tercekat, dadaku sesak.
"Aku yang salah, Ar. Bukan kenangan kenangan itu. Kalau harus membenci, maka aku yang harus kau benci, bukan mereka."
"Kau tidak akan mengerti.."
Aku tidak bisa membencimu apalagi melupakanmu. Kenangan-kenangan itu akan terus berusaha mengingatkanku denganmu seakan mereka membelamu.
Kau selalu melintas di kepalaku yang selalu aku benturkan supaya memori pahitnya sedikit luntur.
"Aku tahu maksudmu. Jika kau merasa sulit sekali melupakanku, maka kau tak perlu lagi melakukannya. Tak perlu lagi menyiksa diri dengan pemaksaan itu."
"...Berdamailah dengan masa lalu. Seperti yang selalu kau tuliskan, bahwa aku adalah teman lamamu yang tak tidak berhubungan buruk dengan masa lalumu. Itu jauh membuatmu lebih baik, sayang."
Boneka gajah yang sedari tadi aku genggam juga bunga daisy yang tergeletak di depanku, seakan menjadi saksi bahwa untuk kali kedua aku telah jatuh pada bujuk rayumu.
Naff, kau menang.
"Kembalilah, sembuhlah bersamaku."
S E L E S A I
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua
Short Story(2/2) "cukup sekali saja aku pernah merasa betapa menyiksa kehilanganmu." 。。。 new story, again! hope u like it. happy reading. #2 in isikepala (16/08/2020)