five.

933 134 6
                                    

Dengan paras rupawan dan pribadi jahil namun menyenangkannya, baik lelaki maupun perempuan ikut meramaikan antrian 'menjadi kekasih Jeonghan'. Sayangnya, harapan mereka harus terpaksa kandas karena pujaan hati mereka ini berhasil dimiliki oleh kakak kelas yang paling berpengaruh.

Hubungan mereka baik-baik saja. Layaknya pasangan yang sedang ketiban rasa kasmaran. Di mata orang-orang, hubungan mereka semacam tak memiliki masalah. Begitulah masyarakat; hanya menilai dari tampilan luar.

Satu tahun sejak Seungcheol mengajaknya menikmati angin kota malam dan meresmikan hubungan mereka. Satu tahun sejak Jeonghan mulai rajin membawakan kotak makan bekal dan segelas latte decaf untuk kekasihnya yang seringkali lupa jam makan. Satu tahun sejak itu, Seungcheol berubah. Tidak banyak, hanya perubahan minor.

Seiring berjalannya waktu, Seungcheol semakin jarang mengabarinya. Setiap ditanya, kekasihnya itu selalu beralasan sibuk dengan private tutoring yang diurus ibunya. Kalau bukan private tutoring, ya turnamen taekwondo. Jeonghan terima-terima saja alasan tersebut. Pikirnya, kekasihnya sebentar lagi akan mengikuti ujian masuk perkuliahan maka dirinya sebagai kekasih yang baik seharusnya mendukung.

Untuk kesekian kalinya, Seungcheol berhasil meluangkan waktu hanya untuk sekedar menemani Jeonghan berjalan pulang. Semuanya berjalan normal. Percakapan yang mengalir begitu saja tanpa tanda-tanda kehabisan topik, dengan dilatari kendaraan-kendaraan berisik yang ingin cepat-cepat pulang dan matahari yang sudah bersiap-siap turun. Namun, Jeonghan merasa ada yang janggal.

"kau ...." Yang lebih muda bergumam, tanpa sadar sudah memotong pembicaraan kekasihnya.

Kekasihnya, yang tadinya dengan semangat membicarakan turnamen taekwondo yang diikutinya kemarin, spontan berhenti. Menoleh pada kekasih kecilnya, bertanya melalui tatapan mata.

"Tumben pakai foundation." Firasatnya berkata ada yang aneh. Jeonghan bukan kekasih yang narrow-minded. Jeonghan menerima perubahan apa saja, termasuk stereotip gender yang pada zaman sekarang ini sudah tidak terlalu terikat pada masyarakat. Namun, Seungcheol yang biasanya berpenampilan tanpa polesan kini menggunakan salah satu produk kecantikan membuatnya merasa kekasihnya ini sedang menyembunyikan sesuatu.

Seungcheol tersenyum, menampilkan gigi rapinya bersamaan dengan gusinya. "Coba-coba saja. Kekasihmu terlihat tampan, kan?" Lalu tertawa kecil.

Wajah tersirat kekhawatiran dapat ditangkap oleh netra indah Seungcheol. Gurauannya tidak berhasil menarik kekasihnya dari rasa janggal. Terbukti dari gerakan Jeonghan yang secara tiba-tiba berdiri di hadapan si lelaki satunya, menghadang langkahnya. Gerak tangan yang buta akan rasa penasaran mengusap bubuk-bubuk kosmetik yang mencium wajah kekasihnya.

Seungcheol mematung di tempat, membiarkan si Yoon menyentuh wajahnya dengan wajah keduanya berjarak hanya beberapa senti, sambil menikmati paras indah kekasihnya. Cepat atau lambat, dia akan tau.

"Ini ... apa?" Suaranya sarat akan percobaan untuk tenang meski ekspresinya jelas menunjukkan keterkejutan, setelah melihat lebam kebiruan yang tercetak di tulang pipi lelaki yang berstatus sebagai kekasihnya.

Lagi-lagi Seungcheol tersenyum. "Aku jatuh dari sepeda. Tak apa-apa kok. Sudah diurut oleh papa."

Meski ia tak puas dengan penjelasan singkat yang diberikan, Jeonghan tak memaksa kekasihnya untuk jujur. Itulah sebabnya rasa penasaran itu terpaksa ditanam kembali. Hingga sekarang.

;;;

Seungcheol menghampiri dengan tangan direntangkan. Dibalas dengan pelukan oleh si lelaki satunya. Pelukan terakhir sebelum Seungcheol diantar ke bandara. Setelah menjalani hari kuliah selama setahun, atlet taekwondo ini memutuskan untuk melanjutkan tahun keduanya di negeri nun jauh. Membuatnya terpaksa harus meninggalkan kekasihnya yang sekarang masih di tahun terakhir SMA.

"Yang erat peluknya, Han." Rengekan khas keluar lagi.

Si lelaki yang lebih kecil capek mendengarnya. Meski begitu, pelukan di leher kekasihnya tetap dieratkannya, sambil menggerutu, "Manja amat sih."

Setelahnya pelukan erat kedua sejoli ini diisi oleh wejangan dari Jeonghan. Menyuruhnya untuk rajin-rajin membersihkan kamar, tidak meminum minuman dingin saat musim dingin, dan segala kebiasaan buruk si kekasih. Yang hanya dibalas anggukan oleh Seungcheol.

Genap dua bulan Jeonghan tidak mengunjungi cluster mewah itu lagi. Genap dua bulan Seungcheol pergi. Frekuensi tukar pesan pun menurun pesat. Hingga akhirnya di tengah-tengah aktivitas belajar tengah malamnya, ponselnya berdering menunjukkan pesan,

Kita putus aja ya.

Jeonghan bukan tipe pemaksa. Itu sebabnya ketika seungcheol tidak membalas pesannya lagi saat ditanya kenapa, rasa penasarannya terpaksa ditanam kembali. Hingga sekarang.


tbc.

©munwaves, 2020

on track [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang