1.5

130 32 4
                                    

"Apa kau serius dengan ucapanmu?"

Sana bertanya dengan pelan. Ia masih dibuat cukup terkejut dengan apa yang baru saja keluar dari mulut Nayeon. Bukan adiknya? Lelucon macam apa ini? Jelas-jelas dari yang Sana tahu mereka memiliki Ayah yang sama. Lalu mungkinkah?

"Aku serius. Dan aku tidak pernah bercanda jika menyangkut bocah satu itu."

Jawaban Nayeon membuatnya cukup jelas. Gadis itu serius dengan ucapannya.

"Tapi-, bagaimana bisa?"

"Tidak ada yang mustahil. Semuanya bisa terjadi di dunia ini."

"Kalau begitu, jelaskan padaku."

Nayeon menatap Sana lekat, sebelum sebuah tarikan nafas Ia lakukan. Dadanya terasa sesak. Luka lama itu mendadak muncul kembali.

"Entahlah. Aku bingung harus memulainya dari mana." Lirih Nayeon.

"Kalau begitu, bagaimana bisa Momo menganggapmu Kakaknya dan juga kenapa Ayahnya selalu membandingkanmu dengannya?"

"Soal itu, dia bukan hanya Ayah bagi Momo, tapi juga untukku. Kami memiliki Ayah yang sama namun memiliki Ibu yang berbeda."

"Maksudmu, Ayah kalian memiliki 2 istri?" Kaget Sana.

"Aku tidak tahu. Ayah menikah dengan wanita lain dibelakang Ibuku."

"Jadi-, Ibu Momo itu-"

"Ya. Dia adalah selingkuhan yang merangkap menjadi istri Ayahku."

"Bukankah itu berarti Momo tetaplah adikmu? Kalian memiliki Ayah yang sama meskipun dengan Ibu yang berbeda. Dia itu saudara tirimu."

"Tapi aku tidak pernah menganggapnya sebagai adikku. Aku membencinya. Sangat membencinya. Gara-gara Ia dan Ibunya, keluargaku hancur."

"Kak." Tegur Sana lembut. "Ini bukan salah Momo-,"

"Lalu ini salah siapa? Takdir? Andai saja aku bisa, sudah kulakukan sejak dulu. Menyalahkan takdir tidak ada gunanya. Satu-satunya hal yang bisa disalahkan disini adalah, Ayahku yang jatuh cinta kepada wanita lain sampai seorang anak lahir dari rahim wanita itu, bahkan disaat Ia masih berperan sebagai suami dan Ayah di keluargaku. Bukankah itu menyebalkan? Kau pikir, aku bisa menerima ini semua dengan mudah? Aku hanya anak kecil waktu itu. Terlebih, aku memiliki orang lain yang harus ku jaga."

"Tapi tidak dengan menyalahkan Momo juga. Dia tidak salah apa-apa. Ini adalah masalah antara Ayahmu, Ibumu, dan juga Ibu Momo. Tidak seharusnya kau membencinya."

"Lalu aku harus membencimu, begitu?"

Sana terbelalak. "Kenapa jadi aku?"

"Karena kau terus membicarakan Momo didepanku. Sudah aku katakan bukan, kalau aku membencinya."

Sana dibuat bungkam saat itu juga. Ia bisa tahu dari nada suara Nayeon kalau gadis itu memang benar-benar membenci Momo. Sana tidak begitu faham bagaimana rasanya. Ia tidak pernah tahu bagaimana berada di posisi seperti itu. Sama sekali. Jika biasanya Ia akan mudah mengerti perasaan orang lain, tapi untuk Nayeon. Sana tidak tahu. Ia tidak bisa.

"Sana." Panggil Nayeon pelan. "Apa kau tahu? Aku mungkin tidak akan sebenci ini kepada Momo, kalau-"

"Kalau?" Tanya Sana penasaran.

Nayeon tidak langsung menjawab. Ia menggapai lengan Sana. Menggenggamnya sedikit lebih erat.

"Kalau aku masih bisa bersamanya sekarang." Jawab Nayeon. "Satu hal yang membuatku sangat membenci mereka adalah, karena mereka, aku harus merelakan adikku."

Dandelion Purpose |Part 1.3 - ~|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang