"Aku tak berani mengatakan 'cinta' padamu . Bukan karena aku tak serius . Tapi beneran , aku takut jika aku gegabah mengatakannya padamu , nantinya malah akan membuat jarak antara aku dan kamu"
***
Lagi-lagi hampir saja aku terlambat bangun pagi .
Jika saja ibu tak membangunkanku , mungkin aku akan ke-bablasan tertidur sampai siang hari .
"Ky , sudah hampir jam 6 , Nak . Kamu nggak kerja ?"
"Hah ?" jawabku tersentak bangun bergegas melonjak mengambil handuk lalu buru-buru ke kamar mandi dalam keadaan setengah sadar .
Namaku Rezky , dan usiaku kini 28 Tahun .
Aku bekerja sebagai seorang staff logistik di salah satu perusahaan pertambangan batubara milik swasta di kota Kalimantan Timur . Dan aku bekerja disini mulai dari aku lulus SMA , hingga jika dihitung-hitung , aku telah bekerja disini kurang-lebih hampir 10 tahun .
***
"Bu , saya berangkat," sembari mencium tangan ibu yang duduk diruang tamu menungguku berangkat kerja .
"Iya . Hati-hati , Nak"
Sebenarnya hari ini aku cukup lelah untuk kembali bekerja . Menjadi seorang staff logistik bukanlah hal mudah . Cukup menguras energi otak dan fisik hingga seringkali aku merasa terlalu lelah untuk bekerja . Namun beberapa impianku membuatku mengesampingkan 'bisikan' kemalasan tersebut sebagai penyemangat tambahan ditengah lelahku .
Aku menarik gas motorku cukup kencang . Langit cerah walaupun agak berawan , namun dalam waktu mepet ini membuatku tidak bisa menikmati perjalananku diantara kebun-kebun sayur menuju tempat biasa aku memarkir motor .
Setelah sampai parkiran , jika saja aku tidak segera mengerem , mungkin aku akan menabrak motor yang parkir nyeleneh didekat pintu masuk parkiran .
Dengan tergesa-gesa aku memarkir motor lalu berlari kearah titik jemput karyawan disebelah timur parkiran tersebut .
"Mobilnya sudah berangkat semua , Pak ?" tanyaku kepada pak Rahman yang merupakan pemilik sekaligus penjaga parkiran motor kami .
"Sudah tadi . Baru 5 menitan berangkatnya"
Nafasku masih terengah-engah karena daritadi terburu-buru ditambah harus berlari mengira masih ada harapan mobil jemputan akan menungguku .
"Yah ... Terpaksa deh nunggu jemputan kedua," jawabku kepada pak Rahman sembari melempar senyum kecil karena masih ngos-ngosan .
"Pak , pesan kopi satu," lanjutku sembari memesan kopi ke pak Rahman .
"Kopi apa ?" tanya pak Rahman layaknya pemilik warung pada umumnya .
"Creamy Latte , Pak."
Selain membuat parkiran , pak Rahman juga membuat warung kecil yang berada disebelah timur parkiran yang berhadapan langsung dengan titik jemputan karyawan .
Dua bangku panjang yang terbuat dari kayu menghimpit sebuah meja ditengah yang sama panjangnya dan diberi cover berwarna hijau hingga terlihat bersih dan rapi . Serta diatas meja tersebut tersaji berbagai macam cemilan-cemilan kecil serta beberapa botol air mineral .
"Maaf , Mas . Ini kopinya," kata pak Rahman penuh santun sembari menyerahkan segelas kopi panas untukku .
Kuterima segelas kopi itu sambil membalas senyum dari pak Rahman .
"Terimakasih , Pak."
Pak Rahman adalah seorang lelaki berusia sekitar 40 tahunan dengan kulit berwarna sawo matang , tubuh yang agak jangkung dengan arah rambut menyamping dan agak ikal . Senyum senantiasi menghiasi wajahnya saat berhadapan dengan karyawan perusahaan tempat kerjaku . Beliau adalah sosok yang santun dan ramah .
Walaupun aku dan pak Rahman jarang mengobrol , tapi aku senang pada pribadi dan sosok beliau . Sehingga perilaku baik beliau seringkali ku tiru dalam pergaulanku .
Selain pak Rahman , disini juga ada istri dan juga dua orang anak gadis beliau , Shinta dan Suci .
Sebenarnya aku cukup interesting dengan Shinta . Tapi sifatku yang pemalu serta menjaga adab membuatku mengurungkan niat untuk mengobrol dan mengenalnya lebih jauh .
Shinta adalah anak gadis pak Rahman yang berusia sekitar 20 tahunan . Dia berambut pendek sebahu dengan kulit kuning langsat dan berpostur tubuh kecil . Wajahnya manis dengan mata bersinar , namun dengan sifat yang agak childish cukup menggambarkan kepolosannya .
Sedangkan Suci sepertinya berusia tidak jauh dari Shinta . Suci adalah kakak dari Shinta . Dengan kulit kuning langsat dan jilbab yang senantiasa menutupi bagian kepalanya . Tubuhnya kecil , dan wajahnya juga semanis adiknya . Berbanding terbalik dengan Shinta yang agak childish , Suci adalah anak yang pendiam .
Mungkin aku agak maklum karena hampir rata-rata anak pertama biasanya pendiam . Toh , aku juga anak pertama .
***
Lebih dari 30 menit berlalu . Aku menikmati kopiku serta menikmati suasana yang masih agak pagi yang tidak sempat kunikmati dalam perjalananku tadi . Tidak banyak obrolan yang kulemparkan kepada pak Rahman . Hanya beberapa pembahasan-pembahasan kecil mengenai perusahaan . Aku cukup merasanya nyaman disini .
Oh ya , sebenarnya ini juga pertama kalinya aku duduk ngopi disini . Biasanya aku duduk diatas pipa berwarna hitam milik Pertamina yang letaknya menjulur dipinggir jalan sekitar 30 meter dari warung pak Rahman . Namun karena pagi ini aku terlambat berangkat bekerja , maka kupilih ngopi di warung pak Rahman daripada duduk sendirian di pipa itu .
Menikmati waktu disini rupanya membuatku agak terhanyut hingga detik demi detik kulalui tanpa terasa .
Dan akhirnya jemputan kedua pun tiba .
Tidak banyak basa-basi , aku membayar ke pak Rahman dengan beberapa lembar uang seribuan .
"Terimakasih , Pak . Saya berangkat," kataku kepada pak Rahman .
"Iya , sama-sama . Hati-hati yaa," jawab pak Rahman sembari memberikan uang tadi kepada istrinya .
Aku berlalu meninggalkan warung menuju sarana jemputan yang parkir tidak jauh dari tempat aku duduk .
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Menyulap Rasa, Meraih Cinta
Короткий рассказRezky, seorang pemuda berusia 28 tahun yang berusaha meyakinkan keraguan hati Suci, seorang gadis impiannya yang memiliki banyak kesamaan hobi dengannya, agar percaya bahwa cinta yang dimiliki olehnya adalah benar adanya . Namun Suci tidak serta-mer...