Part. 1

18 1 4
                                    









"Aku tak berani mengatakan 'cinta' padamu . Bukan karena aku tak serius . Tapi beneran , aku takut jika aku gegabah mengatakannya padamu , nantinya malah akan membuat jarak antara aku dan kamu"

***

Lagi-lagi hampir saja aku terlambat bangun pagi .

Jika saja ibu tak membangunkanku , mungkin aku akan ke-bablasan tertidur sampai siang hari .

"Ky , sudah hampir jam 6 , Nak . Kamu nggak kerja ?"

"Hah ?" jawabku tersentak bangun bergegas melonjak mengambil handuk lalu buru-buru ke kamar mandi dalam keadaan setengah sadar .

Namaku Rezky , dan usiaku kini 28 Tahun .

Aku bekerja sebagai seorang staff logistik di salah satu perusahaan pertambangan batubara milik swasta di kota Kalimantan Timur . Dan aku bekerja disini mulai dari aku lulus SMA , hingga jika dihitung-hitung , aku telah bekerja disini kurang-lebih hampir 10 tahun .

***

"Bu , saya berangkat," sembari mencium tangan ibu yang duduk diruang tamu menungguku berangkat kerja .

"Iya . Hati-hati , Nak"

Sebenarnya hari ini aku cukup lelah untuk kembali bekerja . Menjadi seorang staff logistik bukanlah hal mudah . Cukup menguras energi otak dan fisik hingga seringkali aku merasa terlalu lelah untuk bekerja . Namun beberapa impianku membuatku mengesampingkan 'bisikan' kemalasan tersebut sebagai penyemangat tambahan ditengah lelahku .


Aku menarik gas motorku cukup kencang . Langit cerah walaupun agak berawan , namun dalam waktu mepet ini membuatku tidak bisa menikmati perjalananku diantara kebun-kebun sayur menuju tempat biasa aku memarkir motor .

Setelah sampai parkiran , jika saja aku tidak segera mengerem , mungkin aku akan menabrak motor yang parkir nyeleneh didekat pintu masuk parkiran .

Dengan tergesa-gesa aku memarkir motor lalu berlari kearah titik jemput karyawan disebelah timur parkiran tersebut .

"Mobilnya sudah berangkat semua , Pak ?" tanyaku kepada pak Rahman yang merupakan pemilik sekaligus penjaga parkiran motor kami .

"Sudah tadi . Baru 5 menitan berangkatnya"

Nafasku masih terengah-engah karena daritadi terburu-buru ditambah harus berlari mengira masih ada harapan mobil jemputan akan menungguku .

"Yah ... Terpaksa deh nunggu jemputan kedua," jawabku kepada pak Rahman sembari melempar senyum kecil karena masih ngos-ngosan .

"Pak , pesan kopi satu," lanjutku sembari memesan kopi ke pak Rahman .

"Kopi apa ?" tanya pak Rahman layaknya pemilik warung pada umumnya .

"Creamy Latte , Pak."

Selain membuat parkiran , pak Rahman juga membuat warung kecil yang berada disebelah timur parkiran yang berhadapan langsung dengan titik jemputan karyawan .

Dua bangku panjang yang terbuat dari kayu menghimpit sebuah meja ditengah yang sama panjangnya dan diberi cover berwarna hijau hingga terlihat bersih dan rapi . Serta diatas meja tersebut tersaji berbagai macam cemilan-cemilan kecil serta beberapa botol air mineral .

"Maaf , Mas . Ini kopinya," kata pak Rahman penuh santun sembari menyerahkan segelas kopi panas untukku .

Kuterima segelas kopi itu sambil membalas senyum dari pak Rahman .

"Terimakasih , Pak."

Pak Rahman adalah seorang lelaki berusia sekitar 40 tahunan dengan kulit berwarna sawo matang , tubuh yang agak jangkung dengan arah rambut menyamping dan agak ikal . Senyum senantiasi menghiasi wajahnya saat berhadapan dengan karyawan perusahaan tempat kerjaku . Beliau adalah sosok yang santun dan ramah .

Walaupun aku dan pak Rahman jarang mengobrol , tapi aku senang pada pribadi dan sosok beliau . Sehingga perilaku baik beliau seringkali ku tiru dalam pergaulanku .

Selain pak Rahman , disini juga ada istri dan juga dua orang anak gadis beliau , Shinta dan Suci .

Sebenarnya aku cukup interesting dengan Shinta . Tapi sifatku yang pemalu serta menjaga adab membuatku mengurungkan niat untuk mengobrol dan mengenalnya lebih jauh .

Shinta adalah anak gadis pak Rahman yang berusia sekitar 20 tahunan . Dia berambut pendek sebahu dengan kulit kuning langsat dan berpostur tubuh kecil . Wajahnya manis dengan mata bersinar , namun dengan sifat yang agak childish cukup menggambarkan kepolosannya .

Sedangkan Suci sepertinya berusia tidak jauh dari Shinta . Suci adalah kakak dari Shinta . Dengan kulit kuning langsat dan jilbab yang senantiasa menutupi bagian kepalanya . Tubuhnya kecil , dan wajahnya juga semanis adiknya . Berbanding terbalik dengan Shinta yang agak childish , Suci adalah anak yang pendiam .

Mungkin aku agak maklum karena hampir rata-rata anak pertama biasanya pendiam . Toh , aku juga anak pertama .

***

Lebih dari 30 menit berlalu . Aku menikmati kopiku serta menikmati suasana yang masih agak pagi yang tidak sempat kunikmati dalam perjalananku tadi . Tidak banyak obrolan yang kulemparkan kepada pak Rahman . Hanya beberapa pembahasan-pembahasan kecil mengenai perusahaan . Aku cukup merasanya nyaman disini .

Oh ya , sebenarnya ini juga pertama kalinya aku duduk ngopi disini . Biasanya aku duduk diatas pipa berwarna hitam milik Pertamina yang letaknya menjulur dipinggir jalan sekitar 30 meter dari warung pak Rahman . Namun karena pagi ini aku terlambat berangkat bekerja , maka kupilih ngopi di warung pak Rahman daripada duduk sendirian di pipa itu .

Menikmati waktu disini rupanya membuatku agak terhanyut hingga detik demi detik kulalui tanpa terasa .

Dan akhirnya jemputan kedua pun tiba .

Tidak banyak basa-basi , aku membayar ke pak Rahman dengan beberapa lembar uang seribuan .

"Terimakasih , Pak . Saya berangkat," kataku kepada pak Rahman .

"Iya , sama-sama . Hati-hati yaa," jawab pak Rahman sembari memberikan uang tadi kepada istrinya .

Aku berlalu meninggalkan warung menuju sarana jemputan yang parkir tidak jauh dari tempat aku duduk .

***






Menyulap Rasa, Meraih CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang