Hari Minggu itu tidak secerah biasanya, awan gelap menutupi matahari dan tidak membiarkan cahaya mengintip barang sejenak.
Wanita tua itu terus menepuk-nepuk pelan punggung cucu yang sedang berada dalam dekapannya. Berjuta rayuan ia coba demi menghentikan tangis gadis kecil itu.
Keempat anak dari wanita tua itu menatap tajam telepon rumah, seakan-akan benda tersebut akan lenyap jika luput dari pandangan mereka.
Tangisan gadis kecil itu semakin menjadi-jadi. Anak ketiga mulai cemas, anak kedua berusaha untuk tetap tenang. Tangisan anak kecil bukan firasat buruk, kan?
Istri dari anak pertama, anak kedua, dan anak ketiga ikut membantu mertua mereka untuk menenangkan gadis kecil itu.
Saat semuanya sudah lelah mendengar tangisan yang pecah di ruang tengah, tiba-tiba tangisan tersebut berhenti. Gadis kecil itu buru-buru melepaskan dekapan neneknya dan keluar rumah untuk melihat langit.
Langitnya cerah, awan-awan gelap pun tidak meninggalkan jejaknya. Seisi rumah tersebut terdiam melihat gadis yang tadi menangis dengan hebatnya tiba-tiba bergembira seperti baru mendapat kabar baik.
Di tengah-tengah pemandangan yang menggemaskan tersebut, terdengar suara nyaring dati telepon. Anak pertama dengan sigap mengangkat telepon dan menyapa pembicara di ujung sana.
Anak keempat memberi kabar gembira disambut dengan suka cita dari para penerima telepon. Gantian, wanita tua yang tadi berusaha menghentikan tangisan cucunya meneteskan air mata mendengar anak kelimanya berhasil melahirkan dengan selamat.
Semua orang memeluk gadis kecil berkuncir dua yang matanya masih sembab karena tangisan.
"Adik kamu sudah lahir, sekarang kamu jadi kakak."
Ia tidak mengerti, apakah itu adalah hal yang baik atau bukan. Tetapi ia tetap tersenyum lebar sampai matanya menyipit.