Kukira jatuh cinta bisa mudah larut, layaknya Adem Sari dicampur dengan air dingin. Nyatanya, falling in love seperti sakit pilek karena virus Influenza. Menjijikan dan menjengkelkan. Namun juga, membuatku melayang bak meminum heroin.
Ini kisah yang dimulai sejak aku masih berumur 7 tahun. Kisah bocah memang. Dasar ganjen!
Pagi hari diselimuti awan biru yang terlihat cerah. Aku berdiri di depan sekolah dan menatap anugerah tuhan dengan pandangan wow.
"Za!" Aku menoleh polos. Berkedip satu-dua kali seperti anak kecil bodoh.
"Samper Juli yuk!"
"Ayuk, samper Juli kebo!" balasku antusias.
Yang mengajakku itu namanya Ranti. Bocah sok ngatur, tapi ngatur yang kayaknya benar. Gatau sih soalnya dulu aku terlalu bodoh untuk mengerti.
Gak lama kita jalan dari sekolah, kita udah sampai di rumah Juli. Iya, dia rumahnya dekat, tapi paling lambat (Baca:tambahkan t yang banyak) masuk sekolah. Kayaknya pepatah bilang bener deh, 'semakin dekat rumah dengan sekolah, semakin telat kau sampai di sekolah.'
"Juliii!" panggil aku dan Rantika dengan nada mendayu yang bersemangat.
Gak ada sautan.
"Juli!!!!!"
Eh, tunggu.
Waktu aku kelas 2 SD, aku belum kenal sama Ranti dan Juli.
Mereka siapa?
"Za!" Aku menoleh polos. Berkedip satu-dua kali karena merasa pernah mengalami kejadian ini.
"Bengong yaa?" Anak kecil. Udah tau juga masih nanya.
"Hehehe." Cengirku gatau mau jawab apa soalnya udah kepalang malu.
"Ayok, masuk kelas!" ajak bocah kecil yang cantik, putih, pake kerudung. Wangi juga. Diam-diam aku menatap malaikat di depanku dengan kagum.
Namanya Alaya. Dia Sang Pemimpin di kelasku. Satu kelas patuh sama dia. Anak cowok juga suka di deket dia, tapi aku paling dekat sama dia hahaha soalnya mama Alaya sama mamaku kenal, tapi gak deket juga sih. Gatau aku bingung jelasin masalah orang dewasa, disini aku hanya anak kecil.
"Alaya!"
"Eh, Alaya udah datang!"
"Layyyy!"
"Hai, Alayaaa."
Alaya cuma balas pakai senyum doang. Dia emang sombong sih, tapi aku ngerasa keren di dekatnya. Padahal aku gak dipanggil, cuma ditatap kesal karena dekat-dekat sama Alaya. Bwlee! Kasian deh iri sama aku yang gak ada apa-apanya.
"Nanti kita kumpul di belakang sekolah ya!" titah Sang Pemimpin. Semua anak cewek pada setuju. Aku juga senyum-senyum aja. Ini pasti mau dipilih jadi asisten Alaya deh.
Udah pasti aku yang dipilih hehehe.
Lagi enak-enaknya berkhayal, tiba-tiba Bu guru Atun datang. Bawa anak cowok. Ganteng teunan, rek!
"Anak-anak, ayo duduk yang benar ya! Kita kedatangan murid baru nih."
Semuanya langsung duduk rapi. Satu kelas ngelihatin anak baru semangat.
"Nah, di samping Ibu ada Rama. Dia pindahan dari--"
Wow!
Anaknya cakep walaupun hitam, tapi hitam manis. Gapapa soalnya aku juga bukan kulit putih.
"Cakep ya, Za?" tanya Alaya di sampingku. Aku mengangguk antusias masih ngelihatin anak baru itu.
"Ayo, Rama. Duduk sama Aidan ya! Itu di bangku kosong."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ting!
Non-FictionBerdentingnya jam dinding menandakan jam itu belum rusak. Aneh. Karena yang aku tau, sebaliknya. Sebenarnya gak ada kaitannya, tapi enak aja depannya begitu kata-katanya. Ini kisah jatuh cinta. Bukan bangun cinta.