PB 2

119 10 0
                                    

Pintu kamar dengan cat hitam abstrak perlahan terbuka. Dendra menatap lekat sosok perempuan di ambang pintu. Napasnya menggebu-gebu. Keringatnya terlihat bercucuran.

"Ke...kenapa sih...?"

Dendra tersenyum singgung. Tangannya terangkat, menunjuk ke tempat dimana karung besar itu di taruh.

Pandangan Dasya terfokus pada karung besar yang penuh dengan lalat.

"Berat loh bawanya."

Dasya berjalan menghampiri kasur Dendra. "Lo nggak becus kalo buang mayat!" ucap Dendra.

Masih dengan napas yang tidak teratur, Dasya menjelaskan sebenarnya apa yang terjadi.

"Korban tadi malem beneran berat, meskipun udah kepotong-potong," jelas Dasya.

"Salah siapa bawa yang gendut?"

"Ya aku."

Dasya mengakui kesalahannya.

"Buang! Gue nggak mau tau!"

Dasya menghembuskan napas berat. Dengan langkah sempoyongan, Dasya menarik karung besar itu keluar kamar.

Darah merah segar berperan sebagai jejak. Mungkin karena korban baru terbunuh tadi malam.

Dendra hanya duduk manis di atas kasur sambil menyaksikan jerih payah Dasya untuk menarik karung itu.

***

"Kemana ya buangnya?"

Kini Dasya berada di halaman rumah kekasihnya sambil menatap jalanan yang masih ramai.

Jalanan ramai itu sungguh tidak mendukung. Biasanya...ah! Dasya tau ia harus bagaimana.

Sebuah benda pipih ia keluarkan dalam kantong celananya. Gadis dengan rambut terikat tunggal ini menekan salah satu nomor telepon.

"Hallo? Om? Bisa kesini?"

***

Sebuah mobil berwarna hitam terparkir di depan gerbang rumah Dendra. Suara klakson terdengar membuat Dasya tersenyum senang.

Pria paruh baya keluar dari mobil. Ia berjalan membuka gerbang. Kemudian menghampiri Dasya.

"Kenapa?"

"Ini om, Dasya yakin om kenyang malam ini."

Pria itu menatap ke bawah. Sudut bibirnya terangkat. "Dia mati sejak kapan?" tanyanya.

"Tadi malam om, Dendra yang melakukannya."

Seseorang yang dipanggil 'om' oleh Dasya itu bernama Fano. Pria paruh baya yang pikiran sudah entah pergi kemana. Nasi sudah bukan makanan pokoknya. Yang menjadi makanan kegemarannya saat ini, tidak lain adalah daging manusia. Tentunya pada bagian otak.

"Baguskah korbannya?"

"Seperti yang Dasya bilang, om akan kenyang malam ini."

"Oke, bantu saya memasaknya."

***

Rumah dengan desain sungguh megah kini harus rela tergores darah di lantainya. Fano, mengajak Dasya untuk memasak malam ini.

PSYCHOPATH BOYFRIEND [Siapapun, tolong aku!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang