ŸMŜ | Pärt. 1

13 4 0
                                    

Bagaskara tampak menyinari tiap ufuk langit biru kerajaan Eleanor, angin berhembus lembut menerbangkan kelopak bunga jatuh ke tanah, kabut tipis berisi air menambah kesejukan pagi. Tetesan kabut pada mahkota bunga ditambah sinar mentari membuat bunga-bunga itu tampak berkilau cantik.

Seorang gadis cilik bersurai ungu pendek yang melewati leher jenjangnya, tampak halus dan terawat indah. Iris mata ungunya berkilau. Kulitnya yang putih mulus seperti selalu dirawat dengan bermandikan susu.

Gaunnya berhias banyak renda dan bordiran dari batuan mulia, sepatu slop kecil yang lucu tapi elegan juga terpasang di kakinya. Penampilan yang sangat menawan jika hanya untuk seorang bocah.

Dari salah satu ruangan di istana, gadis itu sedang duduk di atas kursi dekat bingkai jendela yang terbuka, menyandarkan kepalanya di atas kedua tangannya pada kusen jendela, matanya menatap hamparan kebun bunga istana seluas mata memandang.

Sang putri mengalihkan pandangannya pada beberapa ekor ikan hias yang asyik berenang menemaninya dalam kesendirian, di bawah mereka ada banyak batuan kecil dan beberapa tanaman air, dan satu bunga lotus ungu dengan putik emas yang terapung di atas ikan-ikan itu.

Sebuah ekosistem bahagia di dalam akuarium kecil.

Tok tok tok

Suara ketukan menyadarkannya dari lamunan, gadis cilik itu menoleh lantas melihat seorang wanita muda masuk lalu kembali menutup pintu. Perawakannya anggun mirip dengan gadis itu. Kini ia berbalik menatap putrinya tersayang.

"Tuan Putri Cynthia, sudah berapa kali Saya katakan agar tak meletakkan akuarium di kusen jendela?" tanya wanita itu lantas menghampiri sang putri.

Cynthia melirik akuariumnya lantas tersenyum kikuk. "Bunda, akuariumnya akan terlihat cantik jika diletakkan di sini," alasannya.

Wanita itu mengambil akuarium dan meletakkannya kembali di atas meja sambil berucap, "Tuan Putri tidak boleh meletakkannya di sini, nanti akuariumnya bisa jatuh dan pecah. Ikan-ikan yang tak berdosa ini akan mati dan bunga lotus ini juga tak akan cantik lagi."

Cynthia terdiam merenung mendengar nasihat sang ibunda, kakinya diayun-ayunkan karena bosan. Sang ibunda menghampirinya, berlutut di depan putrinya yang masih duduk di atas kursi.

"Kenapa talinya dilepas Tuan Putri?" tanyanya ketika mendapati tali dari gaun putrinya terurai.

"Sesak, aku tak suka pakai gaun yang seperti ini."

"Kalau begitu akan Saya ikatkan dengan longgar." Wanita itu tersenyum lembut sambil tangannya mengikatkan kembali tali melingkari pinggang kecil Cynthia.

"Bunda, aku mau makan."

Permintaan itu didengarnya, tangan lembutnya beranjak membelai kepala sang putri penuh kasih. "Saya tahu, maka dari itu Saya ingin mengajak Tuan Putri untuk sarapan bersama Yang Mulia Raja."

Cynthia tersentak, matanya berbinar sedang tangannya menutup mulutnya yang terbuka karena terkejut. "Aku akan sarapan dengan Ayahanda?"

"Iya Tuan Putri."

"Hore!! Bunda ayo cepat kita ke ruang makan bersama, aku tak mau melewatkan sarapan bersama Ayahanda." Cynthia menggenggam tangan ibunda dengan kedua tangan mungilnya, menarik wanita itu untuk segera keluar dari ruang belajar.

Suara langkah kaki kedua insan itu terdengar memenuhi koridor istana. Leylia sang ibunda berusaha menyamakan langkahnya dengan putrinya, membuat ekor gaun keduanya terbang tertiup angin.

Setibanya di depan pintu ruang makan, Cynthia mendorong pintu besar itu masuk diikuti Leylia.

"Tuan Putri, jangan lupa untuk menggunakan etika makan seperti yang telah Saya ajarkan."

You're My SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang