ŸMŜ | Pärt. 2

9 3 2
                                    

Sepasang kaki kecil melangkah, berjalan sendirian sepanjang koridor. Suara langkah kaki dari seorang gadis terdengar memenuhi koridor istana yang sepi, surai ungunya tertata rapi dengan hiasan pita merah. Di pelukannya ada beberapa buku yang sempat ia pelajari tadi sore di taman.

Cynthia yang kini berusia tujuh tahun, menuju ruang belajarnya dengan niat mengembalikan bukunya. Pintu dibuka, netranya kembali diperlihatkan sebuah ruangan berdinding rak tinggi berisi buku di kedua sisi meja belajar, bau khas dari buku-buku tua yang tersimpan menyambut indranya. 

Diletakkannya buku dalam pelukan tadi di atas meja belajar, lalu beralih tangan kecilnya meraih tangga kayu yang bersandar pada sisi rak buku dan meletakkannya di depan. Kembali mengambil bukunya, diapitkan di tangan kirinya sedang tangan kanan membantunya memanjat naik.

Setelah mengembalikan buku-bukunya, gadis cilik itu melangkah menuju kamar berharap sang ibunda sudah menunggunya untuk segera tidur malam. Pintu yang didorong masuk menimbulkan suara.

Krieet ...

Sepertinya engsel pintu harus diminyaki sekali lagi.

"Selamat datang sayang." 

Sang ibunda sedang duduk di atas ranjang putrinya, ujung bibirnya naik sampai kedua matanya ikut tersenyum membentuk sabit.

Tersenyum hangat penuh kasih menghibur Cynthia dari segala kelelahan tapi tidak dengan Cynthia. Dari mata Leylia, wajah putri ciliknya itu terlihat lesu dan tidak secerah biasanya. Bisa Leylia simpulkan bahwa Cynthia kelelahan karena belajar seharian penuh.

Wanita itu menepuk-nepuk ranjang, isyarat agar putrinya merebahkan tubuh di sampingnya. Tanpa menjawab, Cynthia segera mendatangi ibunda, merebahkan tubuhnya di sebelahnya lalu meletakkan kepalanya di atas paha wanita itu.

Leylia membelai kepala putrinya, lelah itu kini terbalaskan dengan belaian nyaman. Cynthia tersenyum lantas berbalik menghadap wajah lalu perut Leylia, tangannya ia letakkan di atas perutnya.

"Hai adik kecil, bagaimana kabarmu di dalam sana?"

"Di sana pasti gelap kan? Apa kau tidak takut?"

"Eum, saat kau lahir. Aku akan mengajakmu berjalan-jalan ke taman untuk melihat lotus yang kutanam khusus untukmu!"

"Jadi cepatlah lahir."

Leylia terkekeh mendengar celoteh putri ciliknya, tangannya belum berhenti membelai kepala Cynthia.

"Aku juga ingin segera bertemu denganmu kak!" jawab Leylia dengan suara yang dibuat-buat.

Perbincangan dengan calon bayi tak berlangsung lama. Cynthia akhirnya terlelap dalam pangkuan ibunda, sang putrinya hanya dibolehkan tidur sebentar saat ini, setidaknya agar gadis itu siap untuk penyerahan lambang kerajaannya nanti malam.


—---⊶※⊷---—


"Bunda, apa itu akan sakit?" Mata sang putri berkaca-kaca sambil menatap wajah sang bunda, sedangkan kedua tangan kecilnya memeluk erat lengan Leylia.

"Itu sangat sakit Sayang, tapi kau harus bertahan!"

Bukannya menghibur Cynthia, Leylia seolah menambah ketakutan putrinya. Leylia tak tega melihat bagaimana Cynthia harus mendapatkan lambang kerajaannya. Tapi mau bagaimana lagi, dia adalah putri raja dan dia harus mendapatkannya.

Balasan dari Leylia sontak membuat air matanya menetes satu-satu, wajahnya memerah seperti apel, bibirnya gemetar.

"Huaa!! Ayah aku tidak mau!!"

Jeritan tangis itu sontak membuat Jefferson berbalik menatap putri satu-satunya dalam pelukan selirnya. Alis matanya dikerutkan begitu menemukan bahwa selirnya itulah yang menjadi pelaku tangisan putrinya.

"Leylia, kenapa kau menakutinya?"

"Cynthia tidak seharusnya mendapatkan lambang kerajaannya sekarang, dia masih terlalu kecil. Nanti saja saat dia sudah sedikit dewasa," alasan Leylia sambil mencoba mendiamkan Cynthia.

"Tidak bisa, dia harus mendapatkannya sekarang. Lebih cepat lebih baik!" balas Jefferson meyakinkan selirnya itu.

Netranya beralih dari pada sang selir ke Cynthia yang masih terisak. Jefferson duduk berlutut di depan Cynthia, menyamakan tingginya dengan sang putri.

"Cynthia sudah siap?" tanya sang Raja lembut.

Pertanyaan itu dibalas gelengan kepala oleh sang putri.

Jefferson tersentak, ia coba meyakinkannya Cynthia lagi, "Ini hanya sebentar lalu kau akan mendapatkan lambang kerajaanmu."

Cynthia menyedot ingusnya. "Apa akan berdarah?"

"Tidak, tidak akan berdarah. Hanya akan terasa sakit, tapi hanya sebentar, sangat sebentar. Kau percaya pada Ayah kan?"

Cynthia menghapus air matanya. "Ayahanda berjanji tidak akan berdarah kan?" gadis cilik itu mengangkat jari kelingkingnya.

Jefferson mengangguk yakin, lantas mengaitkan kelingkingnya pada kelingking Cynthia. Di lain sisi, stempel panas itu telah siap.

Natasha, sang Ratu menyerahkan stempel itu pada suaminya.

"Tutup matamu, dan genggam tangan Ayah, kau bisa memerasnya sekuatmu."

Cynthia mengangguk patuh, ia segera menutup mata dan meraih tangan Jefferson sambil menggenggamnya kuat-kuat.

Stempel besi itu menyala oranye kemerahan karena panas, benda itu diarahkan ke bawah bahu Cynthia di atas dada kirinya. Menyengat kulit mulus nan putih dengan panas membara yang tak tertahankan

Psshh ...

Cynthia meremas kuat tangan Jefferson, bibirnya digigit kuat, matanya setia tertutup tak berani melihat. Begitu stempel dilepas dari kulitnya, Cynthia menghembuskan napas lega. 

Jefferson menangkup wajah Cynthia, mengusap air mata yang tertinggal di ujung netranya. Pria itu mengerti bagaimana rasa sakitnya, ia segera memeluk Cynthia dan menggendongnya.

"Selamat Cynthia, kau berhasil! Lambang kerajaan ini akan jadi identitas dan kebanggaanmu kelak."

Cynthia kecil terisak, matanya yang masih berkaca-kaca menatap kedua mata sang ayah. Membuat Jefferson seketika merasa bersalah.

"Sekarang coba lihat lambang kerajaanmu."

Cynthia melirik lambang itu, perisai emas yang terlukis bunga lotus, di atasnya terpasang sebuah mahkota, beberapa sayap di kedua sisinya, lambang kerajaan Eleanor. Satu yang perlu kau tahu lambang terbuat dari emas murni yang dilelehkan.

 Satu yang perlu kau tahu lambang terbuat dari emas murni yang dilelehkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sekarang apa yang kau mau? Akan kukabulkan apa pun."

"Apa pun?" Mata Cynthia berbinar mendengarnya.

Jefferson segera mengangguk, kini ia menduga-duga apa kiranya yang akan Cynthia pinta.

"Aku mau duduk di atas singgasana Ayahanda!"




Chapter kali ini sedikit ya

Gomen >~<)/\
Tapi diusahakan akan update cepat

Mohon dukungannya dengan vote dan komen
Terima kasih!

You're My SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang