Prologue

21 0 0
                                    

Satu tarikan terjadi, dimana ujung manis sebuah benda kecil mengandung nikotin ter isap dengan jelas. Asap pun berhembus dari mulut, menghiasi sedikit bagian penglihatan dirinya maupun orang di sekitarnya.

"Jaeja, kau merokok lagi ?" Pria berbadan 185 cm, yang sedang menatap lurus pemandangan kota sembari memegang rokok. Memalingkan kepalanya menatap gadis, ah seharusnya bukan gadis melainkan seorang wanita muda yang lebih tua dari dirinya. 

"... Gak boleh ?" Sahut pria tersebut lalu mengubah badannya yang sedang menempel pada tiang besi menghadap penuh kepada wanita muda.

Wanita tersebut menghela nafas sekejap, sebelum mengambil alih puntung rokok, membuangnya ke lantai dan menginjaknya dengan keras.

Pria itu terkejut melihat puntung rokok terakhir yang dimilikinya, diiringi helaan nafas.

"Berhenti merokok, kasihan sama masa depanmu."

Pria tersebut mengacak rambutnya asal, lalu termenung sembari tangannya menempel pada tiang besi sembari menopang dagunya.

"Masa depan.. apa itu ?" Ucapnya lirih.

Masa depan, 2 kalimat yang biasanya sering dia mudah untuk katakan saat kecil saat ini mengandung arti yang berat bagi dirinya.

"Ayolah, masa depanmu bukan hanya dia seorang bukan ? Masih banyak kok yang la—"

"Cukup"

Wanita tersebut terdiam, tak lagi berani melanjutkan kalimatnya.

Keheningan pun menghiasi menit-menit selanjutnya, ditemani angin yang cukup kencang mengingat posisi mereka yang sedang berada di lantai atas bangunan sepi.

"Jaeja, bagaimana kalau aku dan kau menikah ?"

Pria tersebut menoleh lalu tertawa kecil.

"Kita ? Menikah ? Jangan bercanda siapa juga yang mau menikah dengan wanita tua sepertimu, Noona"

Bukannya marah, wanita tersebut hanya tersenyum kecil lalu menyenderkan kepalanya.

"Lalu hubungan kita ini apa ?"

"Tidak ada, kau adalah kau. Aku adalah aku, tidak ada hubungan apa-apa dan kau sudah tau jawaban ini, Noona"

Keheningan kedua pun terjadi namun kali ini, angin tidak lah berhembus kencang seperti sebelumnya.

*Drrrttt

Pria tersebut meraih ponsel yang ada di saku celana kirinya, raut mukanya menjadi datar sembari rahang yang perlahan mengeras.

"Dari siapa ? Tidak kau jawab ?"

Pria itu menunjukkan nama yang tertera di layar ponsel miliknya, "Haruskah ?" Tanyanya meminta pendapat.

"Ikuti hatimu, jika emang berat tidak usah diangkat. Kau dan aku tau sudah tau apa yang akan dia katakan bukan?"

Pria itu mengangguk lalu mengangkat panggilan dengan tangan yang cukup bergetar.

"Hey Chaewon"

EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang