PROLOG

815 54 0
                                    

Happy Reading
______________________________

Di malam yang sangat larut angin berhembus hingga menyentuh permukaan kulit putih remaja lima belas tahun. Dia tergugu di tengah jalan yang sudah sepi, di depan nya terlihat dua mobil sedan hitam yang baru saja berhenti dan menghalangi jalan satu-satu nya yang ia lalui. Remaja itu terdiam membeku ketika sosok pria renta keluar dari dalam mobil dengan satu orang kepercayaan nya yang setia mengikuti kemana pun sosok renta itu pergi.

Remaja itu memundur kan langkah nya perlahan tak ingin menemui sosok kakek yang telah merawat nya sedari kecil. Tapi langkah kaki nya tiba-tiba saja tidak bisa bergerak. Mata bambi bergerak gelisah mengitari, namun tak menemukan jalan keluar. Langkah kaki yang terpaku ikut gemetar saat kakek nya sudah ada tepat dihadapan, membuat kepala nya mendongak menatap takut mata sang kakek yang berkilat tajam tepat menghunus ke retina mata nya.

"A-aku tidak mau ikut dengan kakek." ucap nya terbata-bata sebab udara malam yang kian mendingin, kakinya melangkah mundur masih berusaha ia gerak kan agar sesak yang merasuki dadanya sedikit berkurang. Berhadapan dengan sosok kakek bukan hal yang mudah, terlebih lelaki tua itu selalu saja memaksa kehendaknya.

Kikisan jarak kian mendekat, kakek berhenti. Lelaki tua itu memanggil orang kepercayaan yang ada dibelakang nya. "Garen bawa anak itu pulang." titah kakek mutlak, pemuda dua puluh delapan tahun itu mengangguk dengan cepat.

Garen menarik pelan tangan remaja itu yang langsung ditepis kasar olehnya, "Enggak! Sebelum aku ketemu Mama." si kecil mencoba melawan di sisa tenaga nya yang tidak bisa melakukan apapun. Dia mencoba berani beradu tatap dengan kakek yang sekarang menatapnya tak suka. "Kenapa kakek selalu melarangku? aku ingin bertemu Mama."

"Pastikan anak itu pulang sebelum aku kembali ke rumah." kakek tak menghiraukan, dirinya melangkah meninggal kan kedua nya. Si kecil menatap sedih, lagi-lagi pertanyaan nya selalu di abaikan.

Garen menunduk sebentar guna menghormati lelaki tua yang sekarang sudah pergi. Dia menatap remaja di samping nya yang terlihat berantakan dengan keringat yang membasahi sela-sela wajah, bibir tipis anak itu tidak berwarna, terkesan sangat pucat. Padahal udara tengah malam cukup dingin menurut nya apalagi anak itu hanya memakai baju kaos lengan pendek. "Mari pulang Kaza sebelum tuan besar kembali marah." dapat Garen lihat mata bulat itu berkaca-kaca masih menatap Sendu kepergian kakeknya.

Kaza berjongkok menyembunyikan wajah sembab nya dibalik kedua lutut, ia menangis senggugukan di tengah kelam nya malam. Bertanya tanya di dalam benak nya, mengapa takdir seolah menolak apa yang dia inginkan, dia tidak ingin seperti ini. Hidup bersama kakek yang terus mengabaikan jerit tangis hatinya. kakeknya sangat kejam. Menghalau segala cara yang dia buat hanya untuk bertemu mama, dia benci seperti ini, dia benci dengan kakek, jika terus-terusan begini lebih baik dia jauh dari semua yang berhubungan dengan keluarganya, kalau perlu dari dunia yang tidak ada satu pun orang yang bisa menemukannya.

Tangan Garen yang ingin kembali merengkuhnya ia tepis lagi, tak ingin disentuh oleh siapapun. Kaza lelah, dia tidak mau lagi kembali ke rumah kakek yang seperti rumah mati bagi nya. Begitu sunyi dan membosankan, Ia hanya ingin bertemu Mama. Tapi lagi-lagi kakek selalu melarang nya dan mendapati ia yang mencoba untuk kabur dari rumah.

"Garen, biarkan aku ketemu Mama." mohon nya dengan berderai air mata, dia sangat berharap besar Garen dapat mengabulkannya, dia tahu Garen orang baik karena Garen juga yang selalu menemani kemana dia pergi atas perintah kakek.

"Kau tahu apa jawaban ku, aku hanya menjalani perintah tuan Dario." Kaza kembali menggeleng. Dia tidak ingin mendengar kalimat itu, yang dia inginkan hanya Garen menemaninya untuk bertemu dengan Mama.

Mobil kedua yang datang bersama kakek mendekat setelah Garen memberi titah, Garen kembali membawa langkah Kaza untuk masuk kedalam mobil, dan Kaza menurut. Ia tak mampu lagi untuk menolak. Karena tak ada tempat baginya untuk tetap tinggal jika bukan bersama kakek, ingin terus mencari Mama pun percuma, ia juga tidak tahu dimana Mama sekarang berada.

Mobil itu berjalan membelah kota malam yang semakin sepi, manik kelam nya menatap ke hamparan kota yang dikelilingi gedung gedung tinggi. Ia memejamkan matanya perlahan, pusing tiba-tiba melanda nya, sesak kian terasa ketika keinginan nya tak terpenuhi. Ia berpikir keras untuk mencari alasan apa lagi yang bisa membuat nya bertemu Mama yang telah lama ia rindukan.

See you
______________________________

Peringatan : Semua yang ada di dalam cerita ini hanya penggambaran imajinasi Author, jadi tidak ada sangkut paut nya dengan kehidupan nyata. Baik itu tempat, perilaku dan suasana. Jika ada diantara nya kata yang tidak bisa di tela-ah di dunia nyata harap dimaklumi karena ini cuma fiksi semata.

𝐃𝐄𝐂𝐄𝐌𝐁𝐄𝐑 𝐈𝐒 𝐁𝐑𝐈𝐋𝐈𝐀𝐍𝐓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang