[senin, 28 juni 2021]
.
.
.//
asap mengepul dari segumulan tirta dalam cangkir bercorak coklat yang entah sampai kapan akan panas, tak ada yang menyentuhnya atau sekedar memastikan bahwa cairan itu tak lagi panas untuk dicicipi oleh sang empunya.
diluar panas, bahkan sangat panas. sampai-sampai beberapa tetes air akan hangus tak bersisa dalam satu kedipan netra. entah sampai kapan musim panas ini berakhir, rasanya sangat lama. hingga pemilik cangkir bercorak coklat itu lupa rasanya bunga bermekaran.
kering, semua terasa kering hingga kulit tangannya tak terasa cantik lagi, seperti dulu. mayapada tak seindah dulu saat ia masih lugu. hingga kini yang hanya bisa ia lakukan hanyalah menatap jalanan kering dari sebuah jendela kecil.
tak ada yang salah, sungguh. yuri tak menyalahkan siapapun yang ada dalam lingkaran hidupnya dalam dunia. karena sesungguhnya semua tidak salah. dunia tak salah. bahkan langit pun tak salah. ini semua sudah tertulis pasti dalam buku takdirnya. goresan tinta yang tak bisa dirubah.
yuri ingat, bahkan sangat ingat saat dirinya bermain salju bersama teman serta sepupunya. memori itu tersimpan jauh dalam benaknya, tak ia hilangkan--atau lebih tepatnya yuri tak mau kehilangan memori itu. tapi, mengapa yang dilihat sekarang hanyalah kering?
himpunan payoda seakan enggan menampakkan diri pada netranya sejauh manapun. barang sedikitpun ia tak melihat kumpulan awan kelabu yang siap meluruhkan air pada tanah hingga bau petrikor menyeruak. apakah awan tak suka dirinya lagi?
sekat antara ruang mulai menjawab semua kekosongan dengan suara yang lirih, mungkin hanya insan diruangan ini yang bisa mendengarnya. atau, hanya yuri yang bisa mendengar suara lirih bak diterpa anila laut tersebut.
dentingan jam pada dinding diatas pintu mulai menggema diseluruh wisma yang sepi. tak ada kehidupan barang sedikitpun, hewan pun rasanya enggan bersua dengan wisma yang terlampau sepi dengan dinding berwarna hijau muda.
seiring suara jam memasuki rungu, seluruh daksanya terasa kaku. seolah terikat tali yang kuat. jamanika pada jendela mulai bergerak seiringan menutup sumber cahaya dari indurasmi yang mulai menampakkan diri pada cakrawala.
lajak kusut termakan usia nyatanya tak bisa menahan suhu yang secara tiba-tiba berubah menjadi dingin dengan iringan salju pertama yang menembus dinding atap rumah berwarna putih.
kedera rapuh diujung ruangan memperlihatkan sosok empat insan sebaya yang usianya bahkan belum menginjak satu dasawarsa tengah bermain salju dengan bahana tawa yang mengiringi setiap lemparan bola-bola es.
yuri masih terdiam dengan tubuh yang masih kaku. memori ini terputar abstrak membuatnya sulit mengambil napas hingga dadanya terasa sesak. yuri lupa bagaimana caranya bernapas.
atau mungkin, selama ini dia tidak pernah bernapas. []
KAMU SEDANG MEMBACA
PENDAR PELITA
FanficTubuh kakumu terbengkalai pada jendela tua yang dulunya tempat kesukaan kita, tetapi aku tetap diam. ⑅⑅⑅ pict n cover cr to rightful owners presented by sekuireleio © 2021