Satu

1.9K 127 26
                                    

Kaki jenjangnya perlahan memasuki halaman sekolahnya, bibir pria bermata biru itu tersenyum tipis saat melihat bangunan megah yang memuat tahun sejarah dalam hidupnya, Kuroko menghela napas, merapatkan jaket untuk membungkus tubuhnya menjadi hangat dan mendekat pada beberapa orang yang terlihat berkumpul melingkari pemanggang daging.

"Hei, Kuroko-cchi!" seru seseorang.

Mendengar seruan itu, Kuroko menoleh dan mendekat, ia melihat pada mata berwarna cokelat madu milik Kise, pria bertubuh kecil itu hanya menutup sebelah matanya saat Kise Ryouta bergerak merangkul bahunya sambil tertawa, "Semuanya! Lihat, Kuroko-cchi datang!" teriaknya pada teman-teman yang berada di sana.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Midorima sambil melangkah mendekat dan menepuk rambut berhelaian baby blue tersebut.

"Aku baik, bagaimana kalian?" tanya Kuroko.

"Baik tentu saja, kemana saja kau selama ini? Menghilang tanpa kabar eh?" tanya Aomine kesal, matanya menyipit melemparkan pandangan tidak suka, sebelah tangannya menggosok kasar rambut Kuroko yang ditepis dengan cepat oleh Kise.

"Hentikan Aomine! Jangan mengganggunya!"

"Heh? Sekarang kau menjadi anjing penjaga Kuroko?" tanya Aomine sinis.

"Karena kau tak mampu menjaganya dari Akashi, maka aku-"

Tiba-tiba ucapan Kise berhenti, mata coklat madunya perlahan turun dan menatap pada puncak kepala Kuroko, ia berdehem pelan, menatap pada Midorima, Aomine dan Murasakibara yang perlahan mendekat membawa jagung bakar.

"Apa aku boleh meminta jagung itu?" tanya Kuroko dengan cepat sambil berlari mendekati Murasakibara, tangan kecilnya menerima jagung yang diberikan pria berambut ungu itu, Kuroko tertawa senang.

"Rasanya aneh melihatmu memberiku makanan padaku, Murasakibara-kun," bisik Kuroko pelan dengan mata yang menatap kosong pada jagung di tangannya.

Murasakibara memberi tatapan pada ketiga temannya yang terdiam lalu mengulas senyum tipis, tangan lebarnya membawa pundak Tetsuya dan berbalik, mereka melangkah mendekati teman-temannya yang sedang membuat api unggun.

Setelah kepergian Kuroko, Aomine menatap kesal pada Kise dan mendengus, "Jangan menyebut nama Akashi lagi di depannya." ucapnya dengan tajam.

Kise hanya memberikan senyuman canggung, "Maaf, bukan maksudku begitu, tapi untunglah Akashi saat ini tidak datang."

"Dia sibuk dengan segudang pekerjaan." sahut Midorima.

Mereka bertiga menatap pada Kuroko yang tertawa bersama Murasakibara, saling melirikkan retina dan ketiganya memutuskan untuk bergabung, bernyanyi dengan petikan gitar bukan hal yang buruk bukan?

...

Helaan napas terdengar, udara pengap dari ruangan kantor membuat Akashi menghembuskan napas berkali-kali, pria berambut merah itu memutar kursi dan menatap keluar jendela besar yang hanya berupa kaca di belakang kursinya, menatap pada ribuan lampu menyala dan kepadatan lalu lintas di bawah langit Tokyo.

Bibirnya tertarik lurus, ia menatap pada kalender yang menggantung di dinding kantornya yang berwarna putih, menatap pada tanggal yang dilingkari tinta merah, pandangan matanya memburam, pria itu mengusap tengkuknya dengan helaan napas berat yang keluar.

Bagaimana kabarnya sekarang?

Hanya satu pertanyaan itu yang melintas di benaknya, bunyi klakson dari bawah sana terdengar samar, deretan mobil tampak berpacu dengan waktu, seolah tidak ingin kehilangan satu menitpun dari hidup mereka.

Lalu bagaimana denganku?

Akashi mengambil ponselnya, menyalakan benda persegi empat berwarna hitam itu dan menatap pada layar yang menampilkan foto dirinya dan seorang pria kecil yang ia sayangi, namun tak mampu ia pertahankan.

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang