Dua

1.3K 99 27
                                    

Pria kecil itu terengah-engah saat tangannya di cekal Akashi dengan erat, mata birunya menatap pada helaian merah milik Akashi yang tampak menggelap dari balik bayangan api unggun di lapangan bawah.

Mereka menaiki tangga dengan cepat, napas Kuroko hampir terputus sampai akhirnya Akashi menghentikan langkahnya begitu sampai di ujung lantai dua sekolah Teiko.

Pria itu menatap Kuroko dengan pandangan yang sulit diartikan. Bibirnya tertarik lurus dengan gelombang rasa cemburu yang menghantam benaknya tanpa ampun. Akashi maju selangkah, tangannya mendorong bahu Kuroko hingga menabrak dinding bercat putih di belakang tubuh Kuroko.

Keduanya terdiam dengan kontak mata yang terjalin erat, saling menyelami kedalaman hati masing-masing. Banyak keraguan, rasa takut, cemas bahkan rindu yang memborbardir hati mereka dengan begitu dahsyat. Kuroko merasakan kedua tungkainya melemas, pria kecil itu berpegangan pada bahu Akashi dan memutuskan pandangannya, ia menunduk.

"Kenapa kau tak mengabari jika kau akan datang?" tanya Akashi dengan suara berat yang berusaha ia kontrol mati-matian. Suasana gelap di koridor karena lampu mati membuatnya hanya bisa memperhatikan satu sosok di hadapannya. Aroma sampo yang menguar dari helaian biru yang dahulu sering ia usap mengganggu indra penciumannya. Akashi melirik pada tangan Kuroko yang gemetar di bahunya. Dia tahu, kesalahannya di masa lalu tidak akan pernah bisa dimaafkan.

Lalu apa berarti dirinya tidak berhak untuk meminta kesempatan kedua?

Setelah lima tahun kejadian itu berlalu, Kuroko masih berlari darinya, menyembunyikan seluruh kehadirannya, membungkam semua hal yang ingin ia ketahui tentang cinta pertamanya itu. Akashi menarik pria itu dan membenamkan wajah Kuroko tepat di dada bidangnya.

Napas keduanya saling menyahut, detak jantung mulai terdengar bersamaan dengan melebarnya kedua bola mata Kuroko. Hatinya sakit, ia rindu. Sangat rindu dengan rasa nyaman yang Akashi berikan, menahan semua itu bertahun-tahun membuat hatinya tercabik-cabik.

Dia lelah.

Lelah karena terus berlari dari bayang-bayang Akashi Seijuro di hidupnya.

Kuroko mengulurkan kedua tangannya dan memeluk Akashi, menyalurkan getar emosi yang tertutup rapat di dasar hatinya, terdengar Isak tangis bersamaan dengan mengeratnya pelukan Kuroko dan Akashi tersentak.

"Hei, Tetsuya?"

"Kumohon... biarkan aku memelukmu." bisik Kuroko saat Akashi hendak mendorong tubuhnya dan menatap wajahnya.

"Tidak, tidak apa-apa. Perlihatkan wajahmu padaku." Pria itu berbisik lembut, suara yang membuat pertahanan diri Kuroko hancur.

"Akashi-kun..."

"Ya..."

"Sei..."

"Ya... ya... aku di sini."

"Aku..." napasnya tersendat, Kuroko menggigit bibirnya dan mencengkram kuat kemeja pria itu, "Aku merindukanmu..."

Dua kalimat yang membuat Akashi terhentak, dia membayangkan tamparan, makian tapi Kuroko malah mengatakan ia merindukan dirinya, apa yang lebih baik dari ini? Hatinya menghangat. Seluruh beban yang beberapa tahun ini menghantuinya tampak terangkat sempurna.

Pria itu menyentuh sisi kanan wajah Kuroko dengan tangannya yang lebar dan hangat, matanya menatap lembut saat Kuroko membalas tatapannya, dalam hitungan detik bibir mereka bertemu, kecupan setelah pertengkaran hebat lima tahun silam.

Ciuman dengan ritme lembut yang merubah kebutuhan menjadi keputusasaan, napas keduanya tercampur, Kuroko mendongak saat lidah Akashi menyentuh sisi tengah dari dua belah bibirnya, ada desahan lolos saat pria itu bergerak masuk, mendesak kuat dan mencari lebih dalam.

Mereka berbagi lumatan demi lumatan untuk membalas rasa rindu dari waktu yang pernah dirampas dari keduanya, tangan Kuroko bergerak naik, terulur untuk memeluk leher Akashi sementara Akashi semakin menunduk dan membuat Kuroko mendongak saat mereka saling menggigit bibir masing-masing.

Saliva keduanya tercampur, mereka mengambil jarak, dengan wajah merah merona juga napas yang tersendat, kedua bola mata itu saling bertatapan dan detik selanjutnya Akashi kembali bergerak maju. Mengulum bibir Kuroko tanpa ampun, tidak ada jeda di antara waktu yang terus bergulir, keduanya saling melumat, dan Akashi menarik Kuroko untuk memasuki kelas yang kosong. Menutup pintu itu dengan kaki kanannya dan menabrakkan lagi punggung Kuroko ke dinding.

Bibirnya menjauh, matanya menatap sayu, Kuroko mendesah dan Akashi menyentuh sisi leher jenjang Kuroko. Memberi penekanan lembut dari ujung jari-jarinya dan Kuroko membuang muka, matanya terpejam dengan mulut terbuka mengeluarkan desahan saat Akashi menarik kemeja Kuroko menjauh dan memperlihatkan leher serta bahunya yang berkulit pucat dan memiliki sedikit rona kemerahan.

Tidak tahan dengan godaan yang tersaji di depannya, salah satu kaki Akashi bergerak maju di antara kedua tungkai Kuroko. Pahanya menggesek lembut milik pria kecil berambut biru itu.

Kuroko mendesah kuat. Bibirnya ia gigit saat Akashi menjilat lehernya, memberi lumatan dan sedikit gigitan yang membuatnya gila.

"Aku merindukanmu, Tetsuya..."

Tangannya membuka kancing baju Kuroko dengan cepat lalu menurunkan kemejanya hingga setengah bahu dan mencium tulang selangka Kuroko. Bibirnya bergerak ke samping, dan memberi gigitan kecil pada bahu Kuroko yang menegang.

"S-sei..."

"Ya... ya... terus panggil namaku." bisik Akashi. Tangannya mulai merambat pada perut dan punggung Kuroko hingga Kuroko menggeliat tak nyaman ia kenal sentuhan ini, sentuhan yang membuatnya hampir tak waras di setiap waktunya.

"Sei..."

"Sei..."

"Sei..."

Napasnya memburu, Akashi melirik singkat pada wajah Kuroko yang merona hebat dan tangannya bergerak masuk ke dalam celana bagian belakang Kuroko.

Napasnya tersendat saat ia merasakan kekenyalan bokong pria kecil itu, pandangan Akashi mengabur. Kebutuhannya menggila dan dengan cepat Akashi memasukkan satu jarinya di sana yang sontak membuat kedua bola mata Kuroko melebar.

"S-sei! T-tunggu!"

"Kenapa?"

"J-ja-akh!" Dia menjerit, Akashi menggigit bahunya kuat sambil memasuki dirinya semakin dalam dan bergerak cepat di sana.

Napasnya tersenggal. Mata birunya meredup saat Akashi memanjakan dirinya di bawah sana. Kedua kakinya bagai kehilangan kendali diri dan dengan cepat Akashi mendudukkan diri di atas kursi dan membawa tubuh Kuroko untuk duduk di atas pangkuannya.

"Sangat sempit... tidak ada yang pernah memasukimu selama ini?" bisik Akashi lembut di telinganya.

Kuroko menggeleng kuat, napasnya terputus-putus saat jemari Akashi bermain dengan lincah, membuat fungsi otaknya hancur berantakan, tangannya mencengkram bahu kokoh Akashi dengan kuat. Sementara bibirnya ia gigit sambil menjeritkan desahan dengan suara erotis.

Akashi menatap pada mata Kuroko yang mengabur, bibirnya menyeringai tipis, tangannya yang lain beralih mencubit pundak dadanya sementara bibirnya mengulum sisi dada yang lain.

"Tetsuya..." panggil Akashi saat puas bermain dengan dada Kuroko, pria kecil itu menunduk, menatap padanya dengan alis terangkat dan telinga yang sudah memerah hebat.

"Bolehkan... aku memasukimu sekarang?"

...

Bersambung.

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang