Alfa

4 1 0
                                    

Kadang aku merasa diperhatikan, tapi entah oleh siapa. 

Mungkin hanya firasat aneh kalau hariku akan berakhir buruk, seperti hari ini misalnya. Hari ini memang sudah berawal buruk sebenarnya bahkan mungkin akan berakhir menjadi benar-benar buruk. Keluargaku memutuskan agar aku belajar di luar kota, ikut bersama sepupu jauh yang bahkan aku tidak tau mereka pernah ada. Benar-benar pemikiran yang konyol. Kadang aku heran dengan orang tuaku yang sama seperti masyarakat umum, ingin anaknya bersekolah ke antah-berantah demi nama baik keluarga. 

"Kau tau kan Alfa, kita semua lulusan sekolah itu. Gapapa lah tinggal sama Oma Santi sebentar, nanti juga kalian kenal"

Omong kosong lain di pagi hari. Tapi jauh di lubuk hati aku tau alasan mengapa hal ini begitu memuakkan, aku tidak ingin bersekolah di tempat yang aku tidak mau. Sebenarnya alasan tinggal dengan sepupu asing tidak terlalu masalah untukku. Namun pemikiran bahwa aku akan menghabiskan masa mudaku bersama orang asing di tempat jauh sambil bersekolah ditempat yang bukan minatku, adalah hal yang menyeramkan.

"Alfa tolong mama sedikit, masa kamu mau jadi penyanyi sih? Lihat semua keluarga kamu juga masuk kedokteran, Fa."

"Bener kata orang-orang di luar sana. Mau jadi apa kamu cuma nyanyi? Bahkan sampai sekarang papa gatau gimana caranya penghibur makan"

Dan itu sangat merendahkan bagi intelek seperti mereka. Ya itulah mereka. Tidak ada yang patut kubanggakan dari sifat seperti itu selain kenyataan bahwa semua orang bersikap terbalik denganku. Kedua kakakku sangat menghormati mama dan papa hingga tidak bisa melihatku sebagai manusia yang memiliki keinginan berbeda dengan keluargaku sendiri. 

"Bagi para penumpang, sebentar lagi kereta akan tiba di stasiun...," 

Dan saat itulah aku tersadar dengan sekelilingku. Entah sudah berapa lama aku termenung memikirkan keadaanku. Sekarang ini lebih baik melupakan mereka seperti hari-hari biasa.

Namun saat itu juga aku tersadar dengan sepasang mata yang memperhatikanku dengan cemas. Sepasang itu tidak memperhatikanku secara langsung, melainkan melalui kaca di depannya yang memperlihatkan wajahku. 

Anehnya, ketika aku melihatnya kembali, entah dia sadar atau tidak, kemudian dia tersenyum.

Well, I Wish You KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang