Zea

5 1 0
                                    

Matanya teduh hari ini.

Entah kenapa, hari ini manusia itu terlihat sendu. Sendu seperti biasa namun bukan seperti hari-hari biasanya. Sendu ini terlihat sangat menyedihkan bagiku. Terkadang aku bingung bagaimana disetiap ekspresi wajahnya, ia selalu terlihat menawan dan menyenangkan. Meski penuh tatapan mata kosong dengan garis tipis mulutnya seperti wajah yang sedang kutatap saat ini. 

Setiap pagi di dalam kereta menuju sekolahku, di waktu dan tempat yang sama, aku selalu melihatnya. Persis berada di tempatnya saat ini. Dia selalu berada dekat pintu keluar di gerbong ke-lima. Di setiap pagi yang sama sebelum sekolah, aku selalu curi-curi pandang kepadanya entah dia sadar atau tidak. Sebenarnya sedikit menyeramkan apa yang kulakukan ini setiap hari. Tapi bagiku satu-satunya cara untuk dapat mengenal dia lebih dekat adalah melihatnya seperti ini. Dari kejauhan seperti ini saja, aku sudah bisa mengetahui namanya, asal sekolahnya, hobi dan kesukaannya. Meskipun berasal dari analisa asal yang aku peroleh setiap aku melihatnya.

Awal pertama aku melihatnya sekitar lima bulan yang lalu. Saat itu aku baru pindah ke daerah rumahku yang sekarang. Rumah yang kutempati dulu penuh dengan kenangan menyakitkan, segera saja aku merasa betah dengan rumah baru yang sekarang kutinggali. Namun, sialnya aku tetap bersekolah ditempatku dulu. Jadi, mulai pagi itu aku harus bangun lebih awal dan menaiki kereta pertama menuju sekolahku agar bisa sampai tepat waktu. 

Waktu itu aku sangat kesal dan ingin marah-marah saja rasanya. Siapa anak SMA yang suka bangun lebih pagi daripada teman-teman lainnya. Kesadaranku belum sepenuhnya pulih meski sudah memasuki stasiun X. sehingga mungkin beberapa pengguna kereta melihatku seperti mayat hidup. Tapi aku tidak perduli sedikitpun. Sedikit. Pun. Aku merasa memliki kartu spesial sebagai penduduk baru di wilayah ini dan semua orang harus memaklumi kondisiku sekarang. 

Namun, dia berbeda dengan kebanyakan. 

Awalnya memang menyebalkan, dia tiba-tiba mengomeliku yang berjalan seperti mayat hidup. Katanya yang punya keadaan menyedihkan setiap pagi bukan hanya aku saja. Sebelum aku mengomeli balik, aku melihatnya juga memakai seragam SMA. Dan saat itu aku sadar bahwa memang yang tersiksa untuk bangun setiap pagi bukan hanya aku seorang. Dengan gusar aku meminta maaf kepadanya yang entah sudah kemana. Merasa malu akupun pindah ke gerbong tiga. 

Besoknya aku berangkat dengan keadaan yang lebih baik. Anehnya aku tidak kembali ke gerbong tiga, melainkan mencoba gerbong lain - lima. Esoknya lagi aku mencoba gerbong lain, yaitu empat. Esok lusa aku mencoba kembali gerbong lain, sekarang tujuh. 

Dan aku berhasil menemukannya

Well, I Wish You KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang