🌺🌺🌺
Kafe ini tidak begitu ramai, tetapi, juga tidak bisa dibilang sepi. Beberapa pengunjung tampak asyik menikmati santapan makanan yang disajikan pelayan kafe. Ada yang saling bercengkrama dan ada juga beberapa pasangan yang terlihat santai menampilkan kemesraan mereka sambil menikmati hidangan yang tersaji di hadapan mereka.
Tidak untuk seorang perempuan yang menempati sebuah meja yang cukup dekat dengan dinding kaca transparan yang menghubungkan antara keadaan luar dan dalam kafe.
Perempuan berbisbol hitam itu beberapa kali menghela napas panjang sambil celingukan ke kiri dan ke kanan. Pandangannya beberapa kali terlempar ke arah luar dari kaca transparan yang membuat Ia dengan leluasa bisa melihat siapa saja orang-orang yang datang dari luar kafe.
Sesekali pula perempuan itu melirik kembali pada jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Alisnya sampai bertaut, memperlihatkan kegelisahannya kini.
"Dia kemana sih? Katanya nyuruh gue ketemuan disini," ujarnya terlebih pada dirinya sendiri, sambil kembali mengedarkan pandangannya ke arah penjuru kafe tepatnya pada pintu masuk, memastikan sosok yang ditunggunya saat ini, muncul.
"Permisi, Mbak."
Seorang pelayan kafe menghampiri perempuan itu, membuat perempuan yang mengenakan kaos yang dibalut kemeja itu, mengalihkan pandangannya ke arah suara pelayan yang menghampirinya. "Maaf Mbak, mau pesan apa?" tanya gadis muda itu dengan ramah.
Perempuan itu sejenak diam, sebelum akhirnya membuka suaranya. "Coklat panas aja satu," ujarnya singkat.
Pelayan muda itu mencatat pesanan perempuan itu. "Ada lagi tambahannya, Mbak?" tanya perempuan muda itu lagi.
Perempuan berbisbol hitam itu menggeleng mantap. "Nggak, itu aja."
Pelayan muda itu pun berlalu setelah melemparkan senyumannya.
Merasa bosan, perempuan itu akhirnya memilih memainkan ponselnya sambil menyandarkan punggungnya ke kursi yang didudukinya saat ini. Begitu perhatiannya melirik ke arah sekeliling kafe, matanya menangkap sileut seseorang yang saat ini sedang melangkah ke arahnya.
Seketika kedua alisnya saling bertaut setelah sosok yang berjalan kearah meja yang ditempatinya, melangkah mendekat. Perempuan itu hampir melotot, tatkala menatapi penampilan sosok itu sekarang. Meskipun di sekelilingnya beberapa perempuan saling melirik dengan tatapan memuja mereka kepada sosok itu, seakan mengabaikan bagaimana tampilan sosok tinggi atletis itu sekarang.
Ola yang masih tercenung, hanya memperhatikan sosok yang sedang melangkah ke arahnya itu dengan ekspresi heran. Hingga akhirnya sosok itu duduk dan menghempaskan tubuhnya begitu saja di hadapan Ola dengan raut datarnya.
"Sorry, macet Ola," ujarnya lirih nyaris tak terdengar.
Perempuan yang dipanggil Ola itu hanya menatapi sosok yang sudah duduk di hadapannya dengan kening mengernyit. Seolah memberi pertanyaan 'Ada apa dengan lo?'
Tentu saja penampilan pria itu tidak seperti seseorang yang dilihatnya sebelumnya. Rambutnya terlihat begitu sangat acak-acakan. Kedua Mata elangnya saat ini malah terlihat sayu. Kemejanya yang sebelumnya selalu rapi sekarang terlihat kusut dengan dasi yang sudah tidak terlingkar di kerah leher kemejanya dan sekarang dasi itu sudah menggantung di bahunya. Lengan kemejanya juga digulung hingga sesiku. Benar-benar berantakan, jauh berbeda dari pembawaannya sebelumnya yang selalu rapi.
"Jangan mandangin gue kayak gitu." Pria itu menatap Ola dengan senyum miringnya.
"Gue hanya nggak percaya dengan apa yang ada di hadapan gue sekarang," ujar Ola lagi. "Lo kayak habis kalah judi kalau begini, Revan."
KAMU SEDANG MEMBACA
MENIKAHI SAHABAT
RomanceDemi membantu Revan agar Luna kembali, Ola bersedia menerima tawaran Revan untuk menikah dengan lelaki itu. Benarkah motif Revan mengajak Ola menikah, memang karena Luna, atau adakah motif lain selain itu?