I. (Explicit Sexual Content)

598 56 3
                                    

Catatan : Fiksi ini adalah lanjutan cerita atau sekuel dari socmed auku di twitter yang judulnya FATE. Disarankan untuk membaca FATE terlebih dahulu sebelum membaca cerita ini.


Chapter ini mengandung unsur dewasa :

* Smut

* Top Jeon Jeongguk

*Bottom Park Jimin

Rekomendasi lagu : Crazy In Love (Remix Version) - Beyonce





***


Jimin seharusnya bersantai.

Oh, tentu saja. Hari ini adalah hari Sabtu. Hari dimana bermalas-malasan menjadi prioritas utama Jimin. Bekerja secara penuh dari pagi hingga malam—belum lagi waktu tambahan alias lembur yang sering dihadapinya, tentu saja menguras tenaganya. Sama seperti barang elektronik yang harus diisi kembali dayanya, Jimin pun harus mengisi kembali tenaganya dengan beristirahat di akhir pekan.

Rutinitas Jimin di Sabtu pagi biasanya selalu sama. Bangun di atas jam 10 lalu mengawali kegiatannya dengan meregangkan otot-otot tubuhnya. Mengecek handphonenya dan melepaskannya begitu saja di sampingnya untuk sekedar melamun tanpa memikirkan apapun. Jika Jimin memiliki sedikit niat untuk beraktivitas, ia akan segera bangun dan menyiapkan makanan untuk mengisi perutnya yang sudah keroncongan. Jika Jimin sama sekali tidak memiliki niat untuk beraktivitas, ia akan kembali meraih handphonenya dan memilih sejumlah makanan yang akan dipesan secara online lalu membuka aplikasi Netflix untuk memilih film yang akan ditonton sembari menunggu makanannya diantar.

Jimin seharusnya bersantai, kalau saja Jeongguk tidak merusak rutinitas Sabtu paginya.

"Ggukie—ahhhhh," desahan itu lepas begitu saja dari bibir Jimin yang menganga. Tubuhnya terasa licin karena keringat yang membasahinya, tetapi rangkulan erat satu tangan Jeongguk di pinggangnya membantunya untuk tetap duduk dengan seimbang di atas pangkuan Jeongguk.

Dengan punggung yang bersandar di dada bidang milik Jeongguk, Jimin merasakan kekasihnya tanpa ampun mengulum ujung telinganya. Satu tangan Jeongguk yang tidak ikut merangkul pinggang Jimin sedang sibuk mengapit puting Jimin di antara jari-jarinya. Memelintir pelan tetapi kuat, membuat salah satu dari sekian banyak bagian sensitif di tubuh Jimin memerah dengan nyata.

"Ggukie, jangan—ahhhh—disitu." Jimin bersusah payah menyusun kata-katanya agar terucapkan dengan koheren ketika Jeongguk sudah menenggelamkan wajahnya di antara bagian leher dan rahangnya. "Nanti—ngghh—cupangnya keliatan."

"Mmmhh."

Tanggapan Jeongguk sama sekali tidak bisa dipahami Jimin. Sebuah tanggapan yang mampu memberikan dua maksud yang berbeda. Jeongguk bisa saja sedang menyahuti Jimin dengan berdeham atau sama sekali tidak menyahuti, melainkan hanya mengeluarkan suara berupa desahan tertahan saat sedang mencicipi kulit Jimin.

"Ggukie—" Jimin hendak mengeluarkan protesnya lagi, tetapi ia langsung luluh saat mendengarkan perkataan Jeongguk.

"Sayang, aku kangen."

Jeongguk melepas tangannya dari puting Jimin, mengerahkannya ke atas untuk membuat kepala Jimin menoleh ke belakang sehingga ia dapat memagut bibir tebal yang sudah dicumbu dengan liar sebelum ia mendudukkan Jimin di atas pangkuannya. Sebelum Jeongguk membuat Jimin duduk menunggangi penisnya.

Lidah mereka beradu dengan panas di dalam mulut, menimbulkan suara kecapan yang bersanding dengan suara desahan yang dibungkam ciuman mereka. Kedua tangan Jeongguk memegang pinggang Jimin, semakin erat, sehingga ia mampu menuntun Jimin untuk mengikuti irama pinggulnya yang sudah bergerak lebih cepat. Jimin merasakan penis Jeongguk mengenai prostatnya. Mengenai dengan tepat, membuat Jimin tak henti-hentinya merasakan gelora nafsu yang kian membesar di dalam dirinya.

FAITHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang