recommendation song for this chapter :
california king bed - rihanna
***
Don't judge the book by its cover. Seperti itu yang dikatakan orang-orang. Sebuah penampilan tidak menjadi penentu sebuah sikap.
Hanya saja, itulah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Kesan akan seseorang bermula dari penilaian terhadap penampilannya. Baik buruknya potret diri seseorang akan didasarkan terhadap apa yang dikenakan dan apa yang ditampilkan. Tanpa harus menunggu penjelasan dan bukti dari cara seseorang bersikap, pakaian yang digunakan sudah menjadi indikasi terpenting untuk menilai karakternya.
Ironis sekali bukan? Tanpa mengetahui seluk beluk kehidupan orang lain dengan terperinci, manusia sudah menilai dan menghakimi hanya dengan menelanjangi dari atas kepala hingga ujung kaki, dengan menggunakan sepasang mata saja.
Jimin mengalaminya. Ia menorehkan kesan yang tidak cukup menyenangkan kepada kedua orang tua Jeongguk. Jeon Jungsoo dan istrinya, Jeon Hyekoo.
Jimin mengingat betul bagaimana pandangan kedua orang tua Jeongguk, terutama Hyekoo, ketika mengamatinya. Saat mata Hyekoo naik-turun menatapnya, Jimin merasa tubuhnya bergidik ngeri. Ia merasa Hyekoo seperti mampu untuk menelusuk setiap inci yang ada dalam tubuhnya, tanpa ada satu yang tersembunyi. Dan Jimin merasa bodoh memilih untuk berpenampilan kasual—sangat sangat kasual; menggunakan kaos putih yang dilapisi jaket denim dan dipadukan dengan celana denim yang sobek pada bagian lutut—saat bertemu dengan Jungsoo dan Hyekoo.
Tatapan tidak suka Hyekoo—yang disebut Jeongguk sebagai tatapan sehari-hari—benar-benar merasuk ke dalam pikiran Jimin. Ia tidak bisa melupakan tatapan tajam dan penuh penghakiman yang Hyekoo berikan kepadanya. Walaupun Jungsoo tidak memberikan tatapan mematikan seperti yang dilakukan Hyekoo kepadanya, Jimin yakin bahwa pria yang berusia 58 tahun itu juga tidak menyukainya.
Pertemuan pertama yang tidak menyenangkan itu seperti menjadi bahan pembelajaran tersendiri bagi Jimin untuk berhati-hati dalam berpenampilan saat hendak bertemu dengan kedua orang itu. Itulah sebabnya Jimin selalu membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan Jeongguk saat bersiap-siap.
"Kenapa sih harus rapi? Biasa aja, sayang."
Oh betapa inginnya Jimin memukul kepala kekasihnya saat ia selalu mengomentari penampilan Jimin yang katanya sedikit berlebihan. Jeongguk terlalu cuek atau mungkin memang tidak peka terhadap situasi yang dialami Jimin.
"Cuma perasaan kamu aja. Mama sama Papa baik kok. Mungkin karena kamu baru kenal."
Jeongguk akan mengucapkan hal yang sama ketika Jimin mengungkapkan kegelisahannya. Menekan perasaan gelisah Jimin dengan mengatakan hal-hal yang seharusnya menenangkan tetapi terasa tidak ampuh untuk dibiarkan Jimin menyerap ke dalam otaknya.
Jika Jimin memang diinginkan, kenapa tidak ada perubahan yang spesifik selama 6 bulan mereka menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih? Tidak ada pembicaraan tentang pernikahan atau sekedar basa-basi pertemuan orang tua kedua belah pihak. Jimin berpikir ia sudah menjadi tunangan Jeongguk. Nyatanya, belum. Tanpa restu kedua orang tua Jeongguk, ia hanya sebatas kekasih Jeongguk.
Semuanya berjalan dengan sama. Jimin dan Jeongguk yang mengunjungi rumah Jungsoo dan Hyekoo, menghabiskan waktu yang terasa seperti selamanya bagi Jimin. Seperti saat ini, ketika ia duduk dengan kaku di dalam ruang makan keluarga Jeon. Daging yang tersaji di atas piring terasa begitu hambar bagi Jimin karena ia merasa terlalu tegang untuk duduk diantara kedua orang yang masih bersikap dingin kepadanya. Jimin hanya berdiam diri dan menyantap makanannya sembari mendengarkan pembicaraan Jeongguk dengan orang tuanya terkait bisnis keluarga mereka, yang diselingi dengan bunyi denting peralatan makan yang mereka gunakan. Jimin merasa seperti tidak pada tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAITH
Fanfiction"let your faith be bigger than your fear" butuh waktu yang lama dan perjuangan yang luar biasa untuk jimin sampai di titik ini. meyakinkan jeongguk bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. tetapi jimin tahu bahwa jeongguk adalah tujuan terakhirnya...