"Pak, belum dapat desainer grafis, ya?" tanya Kasyara setelah mereka selesai biweekly pertama kali. Kasyara sudah hampir 3 minggu bekerja di RumahSaya dan ia bisa beradaptasi dengan baik karena lingkungan kerja dan teman-temannya lumayan menyenangkan baginya. Kebanyakan memang lebih tua darinya, tapi dengan jarak usia tidak begitu jauh, mereka bisa berkomunikasi dengan lancar. Kasyara bahkan sudah lebih santai menggunakan kata sapaan gue-lo, meskipun ia masih sangat formal jika berbicara dengan Danendra.
Danendra mengangkat wajah dari ponselnya, lalu menatap Kasyara yang juga sedang menatapnya. "Kenapa? Kamu sudah kelimpungan? Nggak bisa handle?"
Kasyara menggelengkan kepalanya. "Bukan gitu, sih, kemampuan saya soal desain terbatas sekali. Idenya ada tapi selalu mentok karena itu bukan kompetensi saya. Salah satu cara menarik perhatian orang kan lewat visual ya, kalau dari visual biasa aja bisa dikiranya perusahaan bodong, Pak. Lagipula, nanti berguna untuk desain-desain foto atau infografis di artikelnya Mbak Risa, Pak."
Danendra manggut-manggut. "Begitu menurut kamu?"
Kasyara mengangguk lagi. Bekerja dengan Danendra selama dua minggu akhirnya Kasyara tahu bahwa meskipun perfeksionis, tapi Danendra selalu mendengar keluhan karyawan dan saran yang diberikan selama itu memajukan perusahaan. Meskipun yah tanggapannya tidak terkesan serius tapi beliau memikirkan sarannya. Pernah beberapa hari lalu Risa protes mengenai desain web yang kuno dan tidak praktis karena harus klik sana sini, akhirnya saat rapat tadi Danendra mengatakan akan mencoba berdiskusi dengan Ashton mengenai revamp webnya.
"Besok siang ada calon karyawan yang akan saya wawancara. Kamu doa saja semoga cocok biar kamu segera punya partner," ucap Danendra akhirnya sebelum kembali ke ruangannya.
"Baik, Pak. Saya akan berdoa dengan khusyu," balas Kasyara setengah berteriak supaya Danendra mendengarnya.
"Jangan teriak-teriak, Kassy," kata Danendra sambil menoleh sedikit ke arah Kasyara dan menggeleng-gelengkan kepala melihat karyawannya yang tersenyum tipis lalu mengucapkan maaf.
Kasyara menatap Danendra yang baru saja menutup pintu ruangannya. Di kantor, hanya Danendra yang memanggilnya Kassy, sementara anak-anak lain memanggilnya Ara. Ia agak keberatan, tapi belum berani protes karena takut malah dimarahi karena meributkan hal yang tidak perlu diributkan. Ia hanya tidak suka dipanggil Kassy, tidak ada alasan spesifik lainnya. Ia kemudian kembali ke mejanya sendiri dan mulai bekerja lagi. Danendra memberikan banyak referensi untuk Kasyara pelajari dan eksekusi menjadi ide konten yang baik dan menarik. Apa yang Kasyara katakan pada Danendra tadi memang sudah ia pikirkan sejak beberapa hari lalu. Danendra selalu berjanji mencarikan seorang yang ahli desain grafis, tapi sampai saat ini belum terwujud. Jadi, ia merasa harus sedikit mendorong Danendra supaya flyer pemasaran mereka bisa semakin baik dan perusahaan juga semakin berkembang.
***
Minggu berikutnya sudah ada karyawan baru bernama Danish yang akhirnya menduduki kursi graphic designer. Orangnya ramah dan sangat tampan. Sisy saja terang-terangan memuji dan bertanya apakah Danish sudah punya pacar atau belum yang langsung dijawab belum oleh pria itu. Lucunya, ternyata Kasyara dan Danish ternyata satu almamater. Hanya saja Danish sudah lulus 3 tahun lalu. Pria itu seumuran dengan Elisa.
Belum lama bekerja, Danish sudah akrab dengan Kasyara karena mereka sering berdiskusi mengenai image yang akan dibuat. Kasyara senang mempunyai Danish sebagai partner karena ia selalu bisa mengerti dan menerjemahkan ide di kepala Kasyara menjadi image yang bagus dan menarik. Akhirnya sosial media RumahSaya memiliki template desain yang sudah disetujui oleh Danendra melalui berpuluh-puluh kali revisi. Mulai sekarang RumahSaya sudah memiliki branding guide.
"Dan, ini kayaknya kurang tengah sedikit deh," komentar Kasyara sambil memperhatikan layar Danish yang menampilkan desain terbaru untuk diunggah besok.
"Sudah di tengah itu, Ra. Kamu lihatnya jangan dari samping. Sini," ucap Danish seraya menarik tangan Kasyara supaya berdiri di belakangnya. Jadi pandangan Kasyara sejajar. "Lurus, kan?"
Kasyara terkekeh-kekeh. "Eh, iya ternyata. Sorry."
"Akrab banget sampai pegang-pegang tangan segala. Sudah cinlok nih ceritanya?" goda Aswin sambil tersenyum jail.
Kasyara segera menarik tangannya yang dipegang Danish. Ia kemudian kembali ke mejanya lagi. "Apaan sih Mas Aswin."
Aswin cekikikan sementara Danish hanya mesam-mesem menanggapi godaan Aswin. Danish cenderung orang yang easy going dan tidak gampang terpengaruh oleh ledekan dan godaan. Jadi, Kasyara yakin bahwa Danish tidak peduli jika digoda maupun diledek. Itu sangat berbeda dengan Kasyara yang tidak suka dan merasa kurang nyaman kalau diledek oleh teman-temannya.
Kasyara kembali fokus mengerjakan pekerjaannya karena ia masih harus membuat perencanaan konten untuk minggu depan. Ia sempat melirik ke depan saat mendengar suara petir menyambar, tampaknya akan turun hujan. Kasyara suka hujan meskipun bukan fans petir. Dan benar saja, tidak lama kemudian hujan turun dengan deras disertai petir. Saat sedang serius, Aswin tiba-tiba mengajaknya untuk membuat mie instan. Kasyara tidak ingin menolak, tapi ia masih harus menyelesaikan pekerjaannya sebelum Danendra menagih pekerjaannya lagi. Jadi, ia mempersilakan Aswin duluan saja untuk memasak mie, nanti ia akan menyusul. Aswin hanya mengajak Kasyara, karena wanita-wanita lain di kantor jarang ada yang mau makan mie instan.
Ketika pekerjaan Kasyara selesai, Aswin sudah kembali ke mejanya setelah menghabiskan mie. Kasyara masih ingin menyantap mie, jadi ia memutuskan untuk membuat mie instan sendirian. Salah satu hal yang membuat Kasyara menyukai kantor ini juga karena ada banyak makanan yang tersedia untuk camilan ketika siang atau sore. Dapurnya juga bisa aktif digunakan.
"Kassy, kamu makan apa?" tanya Danendra penasaran saat melihat Kasyara duduk sendiri di meja makan. Ia membawa gelas kosong dan tampak ingin mengisinya.
Kasyara menoleh ke arah Danendra yang berdiri di depan dispenser. "Mie rebus pakai telur. Mau coba, Pak?"
"Kayaknya enak ya," ujar Danendra seraya berjalan menuju Kasyara, lalu duduk di sampingnya.
"Mau?" tawar Kasyara sekali lagi.
Danendra menggelengkan kepalanya. "Saya nggak makan makanan kayak gitu. Saya ngelihatin kamu makan aja deh, kayaknya enak banget."
"Memang enak. Rugi banget nggak makan mie hangat pas hujan-hujan gini," sahut Kasyara kembali menyantap mie instannya sebelum megar dan dingin.
Danendra seraya memperhatikan Kasyara yang sedang makan. "Kamu sering makan mie? Jangan keseringan, nggak bagus."
Kasyara menoleh sekilas. "Nggak juga, kalau lagi pengin aja. Paling sebulan sekali atau paling cepat dua minggu sekali. Tergantung situasi dan kondisi aja."
Danendra hanya menggelengkan kepalanya.
"Tawaran terakhir nih, Pak. Benar nggak mau coba?" tanya Kasyara sekali lagi.
Danendra tersenyum. "Kamu aja yang makan. Habisin. Biar punya tenaga revisi content plan kamu."
Kasyara nyaris mendengus mendengar ucapan bosnya, tapi untungnya ia cukup sabar. Kasyara hanya membalas dengan senyuman seperti kata Dewa 19, hadapi dengan senyuman.
***
Hi, halo terima kasih ternyata cerita ini lumayan banyak yang nungguin juga huhuh makasih sekali lagi. Gue lagi berusaha ngeberesin cerita ini soalnya gatel pengen post cerita baru wkwkw tapi mungkin agak sedikit lelet karena dah gak gabut. Hh
Jadi, update-nya gak bisa sering-sering ya huhu tapi mudah-mudahan kali ini sampai ending. HuhuAnyway, gue baca komen, tapi sorry gak bisa balas satu-satu. Iya ini repost, tapi memang ada tambahan dan pengurangan. Jadi, warning dulu nih sekiranya gak sreg, ya ... ~~
Eksklusif content Instagram: lilyfleurie
Tertanda,
Karyawannya Danendra Wigani
KAMU SEDANG MEMBACA
Almost Us ✓
RomanceTerjebak dalam hubungan yang lebih dari sekadar bos dan karyawan tidak pernah terpikirkan sama sekali dalam otak Kasyara. Tujuannya bekerja adalah mencari uang agar bisa segera keluar dari rumah dan hidup mandiri. Siapa sangka dirinya malah ditaksir...