sebuah ciuman untuk dikenang ;

1.6K 215 18
                                    





Indomaret mungkin terbilang sepi pagi ini; sebab hari lebih dulu bersambut oleh rinai gerimis yang mencium bumi, membasahi deretan bunga warna-warni. Daripada berjalan kurang kerjaan ke minimarket hanya sekedar beli cemilan, orang mungkin bakal lebih memilih tidur sambil selimutan. Atau mungkin, mencipta semangkuk mie kuah panas pakai telur setengah matang, berteman rawit juga daun bawang. Mana-mana saja, yang pasti masih dalam lingkup peraduan sepetak rumah yang hangat, jauh lebih baik ketimbang nangkring kurang kerjaan di teras Indomaret.

Rutuk juga dengan kupingnya yang pagi tadi memilih tuli ketimbang mendengar racau omelan ibu. Memilih ignoran dari sebuah nasehat kecil perihal, 'Jangan lupa bawa payung, Taehyung. Sebentar lagi mau turun hujan!'.

Taehyung tadinya berdalih menyebalkan dengan menyahut soal hujan boleh saja turun kalau mau; tapi bisa jadi mereka enggan. Sebab terjun bebas menapak bumi itu, sama sakit dengan terhempas jatuh pasca diterbangkan penuh harap ke langit ke-tujuh dengan iming-iming kalimat penuh bualan janji manis.

Iya, itu menyindir. Sosok makhluk bermulut manis menyerempet bangsat kurang ajar yang adalah Park Jimin. Yang sendirinya kini tengah asik bertukar kalimat rayu terhadap seorang perempuan di meja kasir. Belanjaan Taehyung cuma ditilik sekedar; Jimin bahkan tidak berucap salam sapa penuh roman manis seperti biasa. Pandangannya telak terkunci, ke arah perempuan mungil manis, yang terhalang tubuh Taehyungㅡyang sendirinya pula, jauh lebih tinggi ketimbang pemuda buaya di depannya ini.

Taehyung menghela kemudian. Gerimis berganti gemuruh riuh hujan yang turun kian deras tanpa niat untuk berhenti. Alamat, dia terpaksa harus meneduh disini, terus mati kering karena musti menyaksikan dua insan manusia keasikan flirting sampai lupa bahwa dunia bakal terus berputar, dan waktu terus berjalan.

;

"Cemberut terus? Malu sama hujan."

Taehyung berjengit, sewaktu mendapati satu cup kopi panas bertemu kulit di perpotongan siku. Tidak cukup untuk menjadikannya terbakar; namun lebih dari cukup untuk menjadi sumber kehangatan.

Di sisinya, berdiri Park Jimin. Melirik dengan sungging seringai jahil, dan sebelah tangan beristirahat rapi di dalam saku celana.

"Apa, nih?"

"Anggap traktiran." Jimin mengedikkan bahu, "Baju lo ketipisan. Nanti gue yang kena omel kalo lo sampai masuk angin."

"Banyak gaya. Emang siapa juga yang bakal ngomelin lo."

"Ada, lah." Ia terkekeh, "Calon mertua, semoga."

Taehyung mengerlingㅡbasi, sumpah. Manusia bernama Park Jimin dengan sejuta janji manis dan harapan palsunya; adalah definisi nyata dari kalimat bijaksana, jangan berharap terlalu banyak, kalau kamu gak mau berakhir kecewa.

"Cewek lo mana?"

"Cewek?"

"Yang tadi?"

"Oh, Park Sooyoung?"Retorik; Taehyung cuma mendengus tanpa minat, mendengar sebagaimana manis namanya bergulir di lidah Jimin, "Dia adik tingkat lo di kampus, ternyata."

"Kayanya akrab banget untuk sekedar kata ternyata?" Taehyung bertanya penuh selidik, "Saling kenal?"

"Kenyataannya, dia tahu gue dari ospek. Waktu gue jadi keamanan, dan melindungi dia dari disuruh balik pulang karena salah warna sepatu." Jimin mengedikkan bahu, "Gue bahkan lupa."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

harimu?ㅡminVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang