Tahun Pertama, Semester Ganjil
Donghyuck tidak bisa menghentikan ketakjubannya begitu ia melewati peron 9¾.
Nuansa ramai khas stasiun kereta menguar di udara, berpadu dengan riuh rendah suara orang tua-orang tua yang melepaskan putra-putrinya untuk menimba ilmu di sekolah sihir nomor satu di dunia. Kereta yang berhenti di sana pun tampak sangat tua, bertenaga uap dengan cat berwarna merah dan hitam yang agak pudar. Donghyuck mengamati lamat-lamat sembari mendorong barang bawaannya terus maju, entah kemana. Ini baru kedua kalinya ia melihat sihir yang begitu luas hingga menciptakan spasi paralel dengan dunia yang selama ini dikenalnya, yang pertama adalah kunjungannya ke Diagon Alley kemarin lusa. Itupun ditemani Taeil, tetangganya yang ternyata sudah memasuki tahun ketujuh di Sekolah Sihir Hogwarts. Sekarang ia sendirian.
Donghyuck tidak sadar telah mendorong barang-barangnya sampai ke gerbong terakhir ketika seseorang dengan jubah hitam panjang menutupi tubuh dan seragam berdasi hijau menghampirinya.
"Murid baru Hogwarts?"
Donghyuck meniti rupa si penanya. Rahang tegas dengan kedua mata bulat, tersenyum seperti kelinci. Bukan orang jahat, pikir Donghyuck sebelum menjawab dengan anggukan.
"Tinggalkan trolimu di sini dan segeralah masuk kereta. Kereta akan berangkat sepuluh menit lagi."
Mungkin, impresi pertama Donghyuck tadi perlu diubah. Donghyuck mengeratkan pegangan pada trolinya, tidak ingin menyerahkan barang-barangnya. Pemuda di depannya memutar mata dengan senyum miring.
"Muggle? Barang-barangmu akan segera dibawa ke asrama dengan kereta yang terpisah. Aku tidak akan mencurinya, tenang saja." Ia mengarahkan telunjuk ke beberapa anak lain yang juga meninggalkan troli mereka kemudian bergegas masuk kereta. "Lihat?"
"Siapa namamu?" tanya Donghyuck. Sehingga jika sesuatu terjadi barang-barangnya, ia tahu siapa yang bisa disalahkan.
"Dongyoung Kim, tahun kelima. Sekarang cepat masuk!" Dongyoung mendorong tubuh mungil Donghyuck memasuki kereta. Donghyuck menghembuskan napas kasar, melongok pada barang-barangnya untuk terakhir kali sebelum benar-benar memasuki lorong kereta.
Terdapat kompartemen-kompartemen kecil di dalam kereta yang dapat diisi empat orang. Donghyuck membuka satu persatu kompartemen, hanya untuk meminta maaf karena kompartemen yang ia buka ternyata sudah terisi penuh. kompartemen ke sembilan yang ia buka hanya tinggal menyisakan ruang kosong untuk satu orang lagi, lucky.
"Jadi, siapa namamu?"
Donghyuck belum sempat duduk saat seseorang memamerkan gigi rapihnya melalui ungkapan pertanyaan.
"Donghyuck."
"Silakan duduk di samping Hina, Donghyuck-ah. Ngomong-ngomong, namaku Jaemin, dan yang satu ini Jeno."
Donghyuck mendudukkan diri di samping satu-satunya gadis di sana, di seberang Jaemin. Hina mengangkat tangannya, gestur menyapa.
"Hai! Seorang muggle?"
Donghyuck benci pertanyaan ini.
"Maaf jika aku menyinggungmu, kupikir itu pertanyaan mendasar. Jeno juga seorang muggle. Aku sendiri berdarah campuran. Di sini hanya Jaemin yang berdarah murni." Hina mengulurkan sebuah boks berisi kacang. "Permintaan maaf."
"Hati-hati, itu Bertie Bott," celetuk Jaemin. "Aku baru saja mendapatkan rasa stroberi."
Hati-hati dan stroberi adalah padanan yang aneh. Donghyuck memakan satu buah, rasa labu busuk.
"Bagaimana? Dapat rasa apa?"
Donghyuck menelannya cepat-cepat. "Permen karet."
Kali ini Jeno tertawa lebar. "Keberuntunganmu hari ini buruk sekali, Jaem."

KAMU SEDANG MEMBACA
sunset bird
Fiksyen PeminatDonghyuck dan kehidupan baru di Hogwarts : dunia yang mengikatnya pada sebuah benang takdir dalam bentuk inti tongkat sihir. harry potter universe © j.k rowling