PROLOGUE

100 16 10
                                    

Aku tau ini sakit, tapi aku harus menyembunyikannya. Iri hati selalu aku rasakan setiap aku melihat lingkungan sekitar yang dimana banyak orang sedang bersama dengan keluarga nya yang utuh dan saling melengkapi.

Aku juga ingin seperti itu, apakah aku bisa mendapatkannya atau tidak, aku tidak bisa menebaknya lebih jauh. Aku juga ingin seperti mereka yang disaat mereka memiliki masalah, mereka bercerita kepada keluarga nya, dipeluk, lalu diberi nasehat yang berisi kata-kata semangat agar mereka bisa menghadapi masalah dengan baik.

Tidak ada yang mustahil didunia ini. Aku tau semua itu akan terjadi namun pasti tidak esok hari maupun lusa. Aku hanya berharap semoga itu akan menjadi sebuah kenyataan.

Aku tau ini sulit.

.
.
.

"Heh Jeon Jungkook! Ngapain lo? Jadi pengangguran? Hahahaha, " suara tawa menggema diseluruh lorong kosong nan sepi

"Hahahaha iyalah, mau jadi apa lagi cobak? Sekolah? Gak ada biaya, dia aja putus sekolah, " ledekkan itu terus-menerus diberikan kepadaku. Aku hanya diam dan mendengarkan semua cacian mereka

"Diem lo? Kenapa? Sadar diri ? Bagus deh, emang dasar anak terlantar hahaha, " mereka tertawa puas tanpa memikirkan apa akibat yang akan ditimbulkan dari ucapan mereka

"Udahlah pergi aja! Ngapain juga ajak omong anak yang gak ada didikan dari orangtua, pengangguran! " mereka pergi dari lorong, meninggalkan bekas luka untuk diriku. Tiba-tiba air mata ku menetes secara tidak sadar.

Entah mengapa, walaupun sudah berkali-kali aku mendapatkan caci makian seperti ini, tetap saja aku tidak bisa menahannya. Aku tidak melakukan perlawanan karena aku tau, aku sadar, bahwa yang mereka ucapkan memang benar ada nya.

•••

"Park Nara, " aku tersontak kaget karena tiba-tiba ada yang memanggilku sambil memegang pundakku

"Kim Chungha? Ada apa? Ngagetin aja kamu! " bentakku pada Chungha.

Kim Chungha adalah teman yang paling dekat denganku semenjak awal aku masuk di SMA dan saat ini kami memutuskan untuk berkuliah di kampus yang sama. Ia adalah orang yang ramah, baik, dan terkadang bisa menjadi pelawak dadakan jika aku sedang sedih atau mood ku sedang buruk

"Salah sendiri, siapa suruh buat ngelamun? " aku hanya membuang nafasku dengan sedikit kasar

"Ada masalah? " itu lah yang aku suka dari Chungha. Seperti yang aku bilang, dia adalah orang yang ramah.

Jika dilihat-lihat siswa maupun siswi disini memiliki sifat cuek, sensitif, dan tidak peduli apa yang sedang terjadi disekitar mereka. Mereka hanya fokus kepada urusan mereka sendiri-sendiri, bahkan ada beberapa dari mereka yang berteman dengan melihat jabatan anak yang akan menjadi teman mereka dalam arti mereka "pilih-pilih teman"

"Sebenernya hal sepele sih, cuman ya gitu, " ucapku sambil melihat keluar jendela kelas

"Kenapa? " aku membuang nafasku lalu mulai menghadap ke arah Chungha dan mulai berbicara tentang masalahku

"Aku capek tau gak! Masa iya sih, setiap kali aku salah selalu dibandingin sama orang lain? " jelasku sambil memasang wajah merengut. Aku sangat kesal, mengapa itu selalu terjadi kepadaku

"Dibandingin sama anak dari temen eomma ku. Padahal aku kan anak eomma, bukan anak dari temen eomma ku. Gatau deh, kesel aja. Ga usah dibahas, makin badmood! " Chungha mengangguk dan menepuk pundakku

"Tenang aja, aku juga sering kok! Santai aja, " aku mengangguk pelan.

Karena waktu istirahat tersisa sekitar 5 menit, akhirnya aku mengambil ponsel dari dalam tas ku lalu memainkannya. Aku menyangga dagu ku dengan tangan lalu sesekali berdecak karena suasana kelas sungguh membosankan.

B E G I N Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang