III

62 12 0
                                    

Rumah Nana, 14:13 siang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rumah Nana, 14:13 siang

𝔄𝔭𝔦 𝔪𝔢𝔪𝔟𝔞𝔨𝔞𝔯 𝔨𝔢𝔟𝔢𝔫𝔠𝔦𝔞𝔫 𝔱𝔢𝔯𝔡𝔞𝔩𝔞𝔪
𝔖𝔢𝔤𝔢𝔩𝔞𝔭 𝔧𝔦𝔴𝔞 𝔱𝔢𝔯𝔨𝔲𝔱𝔲𝔨 𝔰𝔞𝔫𝔤 𝔒𝔟𝔰𝔦𝔡𝔦𝔞𝔫


"Apa ada cara lain untuk masuk ke dalam?"

Sadha menatap Sam yang masih memaku pandangannya pada tetesan darah kering di sekitar kaki mereka. Setengah terguncang. Gadis itu tak tahu harus menjawab apa. Seandainya Nana memang sudah mati dan Sadha adalah orang pertama yang menemukan mayatnya, apa yang harus ia lakukan? berpura-pura menangis kehilangan? tapi bagaimana jika ini bukanlah darah Nana? Bagaimana kalau darah yang dilihatnya ini adalah ...

"Sam?"

Samantha ...

Gadis itu mendongak. Mendadak menemukan jawaban. "Um, pintu belakang."

Enam tahun lalu, Sam pernah diberitahu mendiang tantenya, Jena–ibu Dara dan Ega–bahwa Nana menyimpan sebuah kunci cadangan di dalam sepatu bekas yang diselipkannya di bawah patung batu di halaman belakang. Meski tak seorang pun ada yang pernah menyentuhnya. Nana tetap meninggalkan kunci cadangan itu di sana–dengan alasan yang berada di luar akal sehat siapa pun. Sam sendiri belum pernah mengecek keberadaan kunci itu. Dalam hati, ia pun berharap benda itu masih teronggok di sana. Menanti untuk ditemukan.

Tiba di pekarangan belakang, Sam langsung menghampiri patung batu–yang menyerupai anak lelaki setinggi dadanya–tepat di bagian tengah halaman, yang membuat Sadha bertanya-tanya penasaran.

Kenapa dia gak langsung ke pintu belakang?

Patung batu itu dikelilingi oleh sekumpulan mawar merah yang membusuk. Tak terawat. Sedikit berlumut dan retak. Untuk sesaat, Sam menatap senyum misterius yang terukir permanen di wajahnya–senyum yang seakan menyiratkan: apa kabar?–baru kemudian berjongkok, meraba-raba kolong di bawah alasnya yang lebar.

Dapat. Sam menarik keluar benda itu dengan hati-hati. Sebuah sepatu usang yang telah berjamur dan kumal. Milik seorang anak kecil. Warna putihnya telah mengusam, disertai lubang kecil di sana-sini. Hasil digerogoti hewan pengerat. Sam membalikkan posisi sepatu tersebut, sedikit mengguncangnya agar si kunci cadangan merosot keluar.

"Ada yang jatuh." Sadha–yang sedari tadi mengawasi Sam–membungkuk ke depan, meraih sesuatu dari sisi semak mawar. "Ini kunci pintu belakang?" diulurkannya benda yang mulai berkarat itu pada Sam. "Kok, disimpan di sini?"

Sam menimbang-nimbang sejenak. Meski sebagian besar dirinya tergelitik untuk menceritakan alasan di balik tersembunyinya kunci itu di bawah si patung batu, Sadha mungkin tak akan siap mendengarnya.

KERAKAH (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang