Hai.. Namaku Tara. Baru aja lulus SMP dan mau masuk SMU. Sebenarnya sih namaku Raden Roro Tara Subandono. Tapi aku lebih suka dipanggil Tara, Rara, atau Ra asal jangan Raden, Roro, atau Subandono. Gak suka! Ok, itu emang nama pemberian Eyang putriku yang bangsawan Jawa tulen. Tapi aku ga mau di hubung hubungkan dengan istilah 'darah biru'. Padahal kan darah berwarna merah.. Itu artinya semua orang sama. Aku juga gadis biasa. Jadi aku paling ga senang di beri tittle gadis keraton. For me itu will end up with kemben- kembenan, lulur- luluran, dan konde- kondean. I don't wanna get those all. I want to be me. Me as ordinary girl. Lets see what Tara could do!World... Here i comeeeeee!!!
▶▶▶
" Non Tara! Bangun, Non! Udah jam setengah enam lewat..! " Suara Mba supri terdengar samar dari balik pintu kamar Tara.
Mendengar kata 'setengah enam lewat' Tara langsung bangun. Omg! Hari ini MOS yang pertama!! Murid baru disuruh datang ke sekolah jam setengah 7 tepat. Murid perempuan rambutnya harus dikuncir 7 setengah ( gimana tuh bentuknya😅). Disuruh pakai kaos kaki 7 warna juga. Arghh gawat!!!
Tara langsung bangun, mandi, dan beres beres dengan heboh. Grasak- grusuk yang terjadi dilantai dua terdengar jelas sampai bawah. Ibu yg sedang menata makanan untuk sarapan pun heran.
"Mbakyumu itu sedang opo toh, mas? " Tanya ibu dengan heran kepada si bungsu Raden Mas Gundala Subandono alias Gugun.
Gugun cuma mengangkat bahu. Dia kembali mengoleskan saos sambal ke telur mata sapi, lalu menyendok nasi goreng buatan mbak supri ke piringnya. Perfect! Adik Tara itu menata hidangannya dengan rapi.
Sedetik kemudia, Tara turun beserta gembolan bahan Mos-nya. Rambut acak kadut Tara yang diikat 7 setengah secara asal nyaris bikin ibu teriak. Belum lagi kaos kaki 7 warna yang bikin pusing tujuh keliling.
"Ada perang dimana ya? " Ayah memperhatikan dandanan anak sulungnya dari atas ke bawah.
"Yang pasti di Irak, Yah! " Ucap Tara asal.
"Rambut mu itu lho, nduk. Sini ibu benerin sing rapi.. " Ibu masih mengkhawatirkan gaya rambut bangun tidur Tara.
"Bu, aku udah telat! Disuruh sampe sana jam setengah 7." Tara berhenti sebentar dibelakang Gugun, lalu menyendok nasgor dari piring Gugun 3kali."pwergwi dwulu ywa!! " Ucap Tara dengan mulut penuh nasi.
Brak!!!
Tara sudah menghilang dari peredarannya di rumah. Ruang makan kembali sepi. Tinggal Gugun menangisi susunan telur dan nasgornya yg diacak acak Tara barusan.
"Ya sudah, ndak apa-apa.. Ayo maem lagi, " Ayah kembali membuka korannya sambil minum kopi.
▶▶▶
Sampe disekolah, Tara udah ga sempat ngaca lagi.. Penampilannya udah pasti menakjubkan!
"Model apaan nih? " Tanya salah seorang senior.
"Tujuh setengah kak.. " Tara menjawab polos.
"Aaah, enam ini mah. "
"Harga pas, kak, tujuh setengah gabisa ditawar lagi. " Tara malah gokil - gokilan sama senior barunya. Tara merasa sudah cukup tersiksa dengan keadaan selama ini.. Sekarang Tara mau bebas dan lebih ekspresif!!
Sebelumnya, masalalu Tara tidak selalu berisi pengalaman menyenangkan, melainkan penuh paksaan. Waktu Tara SD, ibu selalu over protektif. Tara dilarang mengikuti kegiatan yang disukainya, tapi justru dipaksa ikut les menari Jawa, les menjahit dan merangkai bunga. Tara bukan nya gasuka, Tara cuma mau diberi sedikit kebebasan. Tara tidak suka dipaksa berpura pura berprilaku baik yang harus mengusung nama baik keluarganya. Bagi Tara berprilaku baik tidak selalu harus bersikap lemah gemulai seperti putri keraton.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please.. I'm not princess!
Teen FictionTentang Tara yang lahir sebagai keturunan ningrat, tapi dia ga senang dengan berbagai aturan kaku ala keraton. Bisa nyanyi, main gitar dan cuap cuap di radio sekolah lebih menyenangkan drpd disuruh merangkai bunga, menari Jawa dan berjalan ning- nan...