Lana menutup pintu rumahnya dengan pelan, kemudian ia beranjak menunju kamarnya dengan lunglai.
“Gimana?” tanya Papi, dari dapur yang menyatu dengan ruang depan. Kemudian Papi menghampiri Putrinya itu.
Lana hanya menatap Papi dengan sayu, berusaha menahan air matanya yang sudah terbendung.
Papi yang melihat pun langsung menarik Lana ke dalam pelukannya.
“Mereka masih menganggap Lana pembunuh,” ucap Lana yang sudah menangis.
Papi mengepalkan tangannya dengan kesal.
“Maafin Lana, Pi. Kalau aja Lana nggak lahir ke dunia, Bunda pasti masih hidup.”
“Jaga ucapan kamu.” Desis Papi dengan penuh penekanan.
“Tapi benar kan Pi? Lana itu pembunuh, nggak pantas untuk lahir ke dunia.”
“Dengar Papi, bahkan Bunda sudah sakit sebelum mengandung kamu. Jangan sebut kamu pembunuh, kamu nggak bersalah. Jangan anggap kamu nggak pantas untuk lahir ke dunia, karena kamu anugerah terindah yang Tuhan berikan untuk Papi.”
Sial.
Lana baru ingat, kalau tadi malam ia bertemu dengan Wira di taman.
Ia juga baru ingat, Lira pasti akan memberinya pelajaran lagi kalau ada seseorang yang memotret dan menyebarkan foto mereka semalam diam-diam.
Untungnya, Lana bangun lebih pagi. Jadi gadis itu ke sekolah lebih pagi dari biasanya bahkan saat lampu sekolah masih di nyalakan ia sudah datang dengan diantar Papinya.
Bahkan selama di sekolah ia berusaha mungkin untuk tidak bertemu atau menampakkan diri di depan Lira.
“Baik, untung pelajaran saya sampai disini saja. Tugasnya Minggu lalu ingat kan? Di ketik di Ms. Word, lalu di print. Usahakan se-menarik mungkin, deadline Minggu depan saat pelajaran saya berlangsung. Ada yang ingin bertanya” tanya Bu Elsye selaku guru Bahasa Indonesia.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐋𝐨𝐯𝐞𝐥𝐨𝐯𝐞𝐥𝐨𝐯𝐞
Jugendliteratur𝗬𝗼𝘂'𝗿𝗲 𝘁𝗵𝗲 𝗱𝗿𝗲𝗮𝗺𝘀 𝗜'𝘃𝗲 𝗮𝗹𝘄𝗮𝘆𝘀 𝘄𝗶𝘀𝗵𝗲𝗱 𝗔 𝗰𝗵𝗮𝗻𝗰𝗲 𝘁𝗼 𝗯𝗲 𝗯𝗲𝘁𝘁𝗲𝗿 𝗙𝗹𝗼𝘄𝗲𝗿𝘀 𝗶𝗻 𝗺𝘆 𝗽𝗮𝘁𝗵 𝗠𝘆 𝗹𝗼𝘃𝗲 ━━Baek Yerin : Lovelovelove Art by hyunsukvevo