Sepotong roti sudah masuk ke dalam mulutku,tanpa terasa aku sudah menghabiskan 15 menit untuk sarapan,bergegas keluar rumah untuk pergi ke sekolah. Tidak ada orang yang harus aku sama aku tinggal sendiri di rumah ini, sebelumnya sih ada kakak pertamaku yang sudah pergi di bawa oleh suaminya.
Orang tua ku, mereka sudah tenang di atas sana, ayahku gugur sedang bertugas, dan ibu ku menyusul tepat ketika aku baru selesai mengerjakan soal ujian nasional.
Kata kata yang selalu aku ingat adalah pesan sang ayah sebelum tugas terakhirnya, mungkin agak samar samar karna ayah selalu datang ke kamarku tengah malam ketika aku sedang tertidur lelap.
"hidup itu berat, tapi kita harus bisa tersenyum lawaupun hati berkata lain, jika ayah gagal jangan menangis nak"
Nyap ketika sang ayah pergi tanpa bisa kembali aku tidak menangis, aku tidak ingin membuat ayahku sedih melihat ku menangis.
Tanpa di rasa angkutan umum yang aku naiki sudah tiba di depan gerbang sekolah, dengan cepat aku membuka tas dan memakai almet sekolah.
Hari ini aku bertugas menjaga ngerbang sendiri patner ku Safita sedang sakit.
Aku mengecek semua perlengkapan murid dari mulai adik kelas sampai kakak kelas, hingga detik detik di mana aku akan menutup gerbang terlihat pengendara motor dengan kecepatan tinggi.
Buru buru aku membuka gerbang kembali dan berlari mengejar seseorang tersebut. Sampai aku di samping motornya aku menghirup banyak udara.
Hingga sosok tersebut membuka penutup kepalanya dan melihatku sekilat.
"apa lo?!"tanyanya dengan tegas.
"maaf kak, kakak melanggar peraturan sekolah nomber.."belum selesai aku berbicara dia memotong ucapanku.
"alah mau nomber berapa juga gue nggak peduli awas"ucapnya sambil menggeser tubuhku agar tidak menghalanginya. "kelas juga belum mulai kan, buktinya lo masih di sini"
Ketika dia melepas jaket merah yang melekat pada tubuhnya aku bisa dengan jelas dia menggunakan kalung, aku kaget dengan cepat aku cegat kakak kelas tersebut.
"maaf kak lepas kalungnya kak"ucapku dengan baik baik tapi dia malah ngegas lagi kepadaku.
"apaan dah cuman pake kalung aja nggak bakalan bikin gue bodo"
"yaudah kalau kakak nggak mau saya tulisin nya namanya siapa?"
Ketika aku akan melihat name tag yang tertera di kanan baju kakak kelas tersebut malah berlari meninggalkanku yang baru saja selesai membuka lembar baru.
Aku mengejarnya sampai kelasnya dan ijin masuk ke salah satu osis yang sedang bertugas untung membimbing ke agamaan.
Aku menghampiri perempuan yang duduk paling dengan dekat pintu.
"kak boleh tanya siapa nama kakak yang itu?"tanya ku sambil menunjuk ke arah kakel yang tdai berlari.
"Desta di cariin"teriak perempuan tersebut.
"nggak usah kak, namanya aja udah cukup"ucapku sambil pamit undur diri.
Aku masuk ke dalam kelasku aku bukan sosok yang pintar dan ambis, teman temanku semua ambis kecuali aku, sapai sampai mereka tidak memiliki organisasi karena mereka mementingkan belajar.
Aku pernah berpikir apakah aku saah masuk kelas kenpa aku masuk ke dalam kelas unggulan aku selalu iri kepada kelas sebelah, kompak, rame dan yang paling aku irikan adalah solid.
Aku hanya memiliki satu teman itu pun aku berteman karna aku dan dia adalah patner dia itu adalah Safita dia bendara 2 dan aku bendara 1.
"Iqis di panggil guru mtk ke ruanganya"ucap ketua kelas.
Aku beranjak dan tidak lupa berterima kasih kepadanya, kau tau aku harus turun ke lantai 2 untuk sampai di ruang guru.
Setelahnya aku duduk di depan meja bu Ika dia melihatku, bu Ika adalah pembimbing osis lebih sepesifiknya dia adalah pembibing bendahara osis plus dia adalah guru yang mengajar mtk di kelasku.
"ada perlu apa bu?"tanyaku dan sepertinya dia sedang elihat tugagas yang sudah sudah aku kerjakan.
"tolong perhatikan lagi ini datanya kok nggak bener sihh, kamu kurang teliti kalau sampe terulang lagi saya copot jabatan mu"
Aku hanya bisa menganggukan kepala, dan aku langsung pergi ke kelas.
"kebawah Qis langsung praktek"ucap Naufal yang melangkah pergi.
Aku langsung membawa baju olahraga dan pergi ke kamar ganti, sesudahnya aku bergabung di sana mendengargarkan instruksidar guru olahraga.
Setelah mendengarkan penjelasanya kelasku di bagi menjadi 2, dan aku masuk ke dalam kelompok yang sedikit pendiam dan terlalu ambisius dalam belajar.
"untuk tim biru akan di latih oleh, tunggu sebentar"ucap guru tersebut dan memanggil Tora.
Entah apa yang bisikan Pak Heri kepada Tora, karna Tora langsung meninggalkan lapangan.
GIVE ME VOTE
KAMU SEDANG MEMBACA
NEVER GIVE UP
Teen Fiction"never give up!!!!!"teriak sosok itu di tribun tepat di samping Iqis yang sedang berjuang. Dan kata itu membuat power Iqis serasa penuh kembali. Kita satu tubuh, jika tangan kesakitan mata akan menangis dan mulut akan meringis