7. Cahaya itu

94 3 0
                                    

Enam bulan berlalu setelah di tinggalkan ibuku, aku benar-benar tak punya arah akan kemana aku membawanya.

Ditambah dengan kenyataan yang harus aku terima, kehilangan orang yang selalu ada untukku yaitu Diani.

Dia menikah dengan laki-laki lain dua bulan setelah ibuku meninggal, aku tak begitu percaya dengan apa yang aku lewati dan hadapi saat itu begitu berat tanpa seseorang yang selalu menguatkanku yaitu ibu.

Bahkan setiap hari yang aku lakukan hanya melamun dan tak melakukan aktivitas selain diam di rumah.

"Aku gak tahu mesti kemana, aku udah gak punya semangat lagi untuk hidup" aku berbicara sendiri di kamar ibuku.

"Tuhan, kalo semua yang udah aku lewatin semuanya itu adalah gak nyata dan cuma mimpi, tolong bangungkan aku dari mimpi ini, mimpi yang sangat berat ini, aku udah gak kuat" lanjutku.

Aku berbaring di kamar ibuku dan tanpa sadar akupun tertidur.

"................Mimpi ini??

Sepi...
Hanya suara alat monitor hemodinamik dan saturasi juga  langkah kaki yang terdengar dan sesekali suara langkah itu seperti diam, sesekali aku merasakan sakit di lengan dan kepalaku.
Aku ingin berteriak tapi tak bisa, saat itu aku hanya mencoba menahan betapa sakitnya apa yang aku rasakan.

Gelap, semuanya gelap...

"Aku tau, semua ini hanya mimpi....." dalam hati aku hanya bisa bicara.

Tak lama cahaya yang sangat terang terlihat mendekat tepat di depan wajahku, semakin mendekat dan.....
.
.
.
.
Dan aku mencoba membuka mata ini, aku tak bisa bergerak sama sekali, tubuh ini seperti kaku, aku mencoba membuka mata tapi masih tak bisa dan terasa berat dan sampai saat itu aku masih mendengar suara-suara langkah kaki itu.

"Tuhan, aku dimana?"
"Siapa yang berjalan seperti menghampiri dan menajuhiku lagi?" fikirku.

(=)

Aku melihat samar banyak orang disekitarku mengelilingiku, memperhatikanku.

Sambil perlahan aku mengusap dahiku yang sepertinya berkeringat dan sangat basah namun terasa kental tidak seperti keringat.

Tak lama setelah aku mengusap dahiku, darah menetes tepat di pelipis mataku dan sebelah mataku tertutup, samar-samar aku melihat sesuatu dan telinga ini mengiung terus menerus hanya beberapa suara teriakan yang aku dengar.

"Tolong panggil ambulance cepat!!"

"Kasian dia, ayo bantu angkat dulu"

"Ambulance nya mana!!"

"Ma...........na................lance....ba.....ntu du........" aku tak begitu jelas mendengar, tak lama suara sirine ambulance terdengar samar olehku dan telingaku sepertinya berhenti mendengar dan sesekali mendengar lagi suara teriakan orang-orang yang ada di dekatku dan akhirnya aku tak bisa menahannya, mataku tertutup dan aku tak bisa mengingat apapun bahkan melihat dan mendengar pun sudah tak bisa.

KomaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang