8. Cahaya itu menghilang

98 3 0
                                    

"Tolong dok, pasien ini kritis harus segera ditangani"

"Segera bawa ke ruang IGD, tangani dulu disana dengan segera nanti saya menyusul"

Petugas IGD langsung bergerak dan langsung melakukan penanganan medis.

Di ruangan IGD.

"Dok, jantungnya melemah!"

"Pasang alat pacu jantung dual chamber segera"

"Dok, bagian kepalanya mengalami benturan keras, sepertinya pasien mengalami TBI (Traumatic Brain Injury). Salah satu pupil matanya membesar, kejang dan pasien sesekali muntah dok."

Dokter dan petugas medis begitu sibuk melakukan tuugasnya dengan teliti dan penuh ke hati-hatian.
.
.
.
.
.
.
Beberapa jam berlalu akhirnya masa kritis pun terlewati.

"Dok, gimana keadaan dia sekarang?"

"Dia mengalami benturan di kepala cukup keras, cidera di lengannya dan memar di bagian wajah juga bahunya. Kami tak bisa memastikan kapan dia sadar atau siuman, kami sudah melewati semua prosedur penanganan untuk padien ini dan dia sekarang koma. Yah, kita hanya berusaha sebaik mungkin dan baiknya kita terus berdoa".

Air mata keluar seketika dari matanya, sambil mengucapkan terimakasih dan berdiri berjalan ke luar ruangan.
.
.
.
.
Setelah aku merasa ada cahaya yang menerangiku, akhirnya cahaya itu meredup dan mulai perlahan menghilang dari hadapanku.

Untuk pertama kalinya aku membuka mata dan masih samar-samar. Aku melihat keluar jendela sambil perlahan menggerakan kepalaku, terlihat cahaya matahari bersinar ke arah wajahku dan aku melihat sekelilingku sepertinya aku berada di tempat yang begitu tenang, aku merasakan kepala ini seperti berat, aku melihat selang infus dan juga selang oksigen yang masih menempel di hidungku.

Mulutku sedikit terbuka, aku ingin bicara tapi begitu sulit, hanya serak yang tak jelas yang keluar dari mulutku.

Aku berusaha sebisa mungkin untuk bicara karena tak ada siapa-siapa.

"Cahaya itu? Apakah cahaya yang di mimpi itu matahari?"

Suaraku pelan seperti berbisik, tapi tak lama aku mendengar suara langkah kaki dari balik pintu dan pintu pun terbuka.

Begitu kagetnya aku bahkan sampai tak bisa berkata lagi, ternyata yang membuka pintu adalah ibuku. Nafasku sangat cepat, dan jantungku berdegup kencang.

"Mamah....?" suaraku yang pelan berusaha memanggil ibuku.

Ibuku pun kaget melihat aku saat itu sudah terbangun.

Ibuku langsung berjalan cepat menghampiriku, bahkan dia menjatuhkan jinjingan yang berisi obat dan makanan.

"Nak, kamu sudah bangun?" ibuku langsung menghampiri dan memeluk erat tubuhku seolah tak ingin ia lepas.

"Mamah, aku dimana mah?" tanyaku pelan.

"Kamu baik-baik aja kan?"
"Kamu ingat ibu kan?"
"Jawab nak..." ibuku bertanya sambil melepas pelukannya.

"Iya mah, aku inget tapi bukannya mamah udah........." ibuku langsung menyuruhku berhenti berbicara dulu, dia ingin memanggil dokter untuk memastikan kondisiku dan akupun mengangguk.

"Kamu tunggu ya, ibu panggil dokter dulu" ibuku berlari keluar dan aku hanya diam dengan penuh kebingungan.

KomaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang