Akhir

4.6K 108 10
                                    

Ayah sedang pergi dinas dan kak Abi sedang kuliah. Aku pun baru saja pulang dari kampus. Ya, selama setahun ini segalanya berjalan baik-baik saja. Yang kumakud baik adalah keadaanku. Penyakit ini tak banyak bertingkah syukurnya, hanya seperti sebelumnya; mimisan dan batuk berdarah. Dan semuanya aman, ibu masih belum mengetahui ini.

Aku menepati janjiku pada ayah dan kak Abi untuk tetap sehat. Kesibukan dikampus saja yang membuatku kelelahan dan suka drop saat tiba dirumah.

Ayah mengembalikanku ke kamarku bersama Ali kecil dulu. Ayah benar-benar berbicara dengan baik pada ibu hingga aku diizinkan.

Hubungan kami masih belum berubah.

Aku duduk di pantry dan meminum air putih setelah kekeringan sepanjang perjalanan pulang tadi. Aku masih duduk disana, sejenak mengistirahatkan tubuhku yang sangat lelah. Tak kulihat ibu yang berjalan ke arah dapur karena aku menunduk.

Mendadak kepalaku pusing lagi dan aku takut terjadi sesuatu disini, itu sangatlah bahaya karena aku tak mau ibu tahu. Aku berusaha berdiri dengan pandangan berbayang hingga aku tak sengaja menjatuhkan vas bunga dan terpeleset. Kaca-kaca tersebut menusuk kulit tangan dan kakiku. Aku meringis pelan sambil berusaha berdiri sebelum ibu tahu.

"APA INI?!! DASAR CEROBOH!"

Telat, ibu sudah melihat ini. Aku berbalik dan kaget melihat keberadaan ibu dari arah dapur. Bagaimana aku tak menyadarinya? Aku melihat ibu yang tampak marah atas kejadian ini.

"Maafin Aisyah, bu. Akan Ai bereskan"

Aku segera mengambil sapu dan membersihkannya. Mengumpulkannya ke daam satu plastik dan membuangnya. Lalu ku bersihkan sisa airnya.

"PAKAI MATAMU KALAU JALAN!"

Aku menunduk, "Maafin Ai, bu"

Ibu mendekat dan menarik rambutku. Jika sudah seperti ini, pasti aku akan ditamparnya. Aku sudah memejamkan mata dan siap menerima tamparan di pipi yang mungkin akan sedikit lebam selama beberapa hari namun yang kutunggu tak kunjung kuterima. Ku beranikan diri untuk membuka mata dan melihat tatapan horor dan kaget ibu. Ada apa?

Aku melirik ke sekitar, tak ada siapa-siapa. Biasanya yang akan menghentikan tindakan ibu adalah suara ayah atau tangan kak Abi namun mereka tak ada disini. Lalu apa?

"Bu--"

"Hidungmu.. Aisyah.." ujarnya sambil bergetar

Sesungguhnya aku sangat bahagia karena setelah sekian lama, ibu memanggil namaku. Namun getaran dalam suaranya dan kata-kata ibu barusanlah yang malah menamparku. Apa aku mimisan? Aku menunduk dan malah melihat tetesan darah yang cukup banyak di lantai. Tak kuasa ku tahan air mataku yang ikut menetes ke lantai bersama darah itu. Segera ku tutup hidungku dan berbalik, menghindari ibu saat tubuhku oleng dan hampir saja jatuh kalau tak dipegangi. Aku menoleh dan mendapati itu adalah sosok ibu.

"Ai.. kenapa..?" tanyanya pelan

Air mataku semakin deras dan kepalaku semakin berat. No, aku tak bisa pingsan dihadapan ibu. Aku gak mau membuatnya khawatir dan kasihan padaku.

Aku menggeleng dan segera berlari menaiki tangga menuju kamarku sekuat tenaga. Meninggalkan ibu yang tadi masih memegangiku. Begitu menutup pintu kamar, aku langsung tak sadarkan diri.

***

"Jawab!"

Suara keras itulah yang membangunkanku. Aku mengerjap dan memandangi sekitar. Rumah sakit. Ada selang oksigen yang membantuku bernafas. Aku sedikit menoleh dan melihat ibu yang menatap ayah dan kak Abi nanar. Ada apa?

IBU ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang