Prim menyudahi pergulatan di dalam hatinya ia memilih untuk ke kelas dan menenangkan diri. Sesampainya di kelas, ia dikejutkan dengan tepukan tangan seorang gadis dari punggung belakangnya.
"Prim! Siapa sebenarnya kamu?" May berbisik tepat di kuping Prim membuatnya membalikkan badan.
"Maksud kamu apa?" Prim tidak mengerti, begitu polos ia bertanya kepada pemilik wajah jutek yang berusaha mengintimidasi Prim.
"Katakan padaku. Kamu siapa?"
"Kenapa fotomu ada di data siswa tahun lalu?" tanya May, lalu ia dengan lancang meraih lengan Prim, meremasnya sampai merah. Prim sempat berteriak membuat penghuni kelas menengok ke arah mereka.
"Dari mana kamu tahu?"
May melepaskan pegangan tangannya, lantas menyeringai tajam. "Tidak penting aku mendapatkannya darimana. Yang perlu kau ingat baik-baik. Aku akan melenyapkanmu, karena orang gila sepertimu tidak pantas bersekolah disini," bentak May licik dan kejam. Prim sampai menggelengkan kepala, padahal ia adalah gadis yang ramah dan baik hati. Prim akan bertindak menghakimi, jika May sudah kelewatan batas.
Prim menghela napas dengan kasar, lalu ia berlalu begitu saja untuk menjauhi May yang masih berdiri angkuh. Gadis bersurai sebahu itu menuju ke kursinya yang berada di dekat jendela. Ia meraih tirai putih di sampingnya dan menyibaknya. Netranya membulat, ia menelan saliva berat. Sedetik berlalu, ia menjerit sampai terjatuh dari kursinya. Seorang lelaki yang sedari tadi diam-diam memandangi Prim, tampak mengeryitkan dahi. Ia ingin mendekatinya, tapi harus menahan langkahnya dulu, sebab Prim kini digeromboli oleh siswa- siswi, terutama para gadis yang memperhatikan aktivitasnya kala itu.
Prim menjerit sambil menekuk lututnya dan ketakutan di pinggir meja. Sesekali ia mendongak mendapati mejanya yang tiba-tiba ada tulisan berwarna merah darah yang bunyinya.
"Akhiri ini Ann."
"Ann. Siapa Ann? Apa hubungannya aku dengan Ann," gumam Prim yang menekan sudut kepalanya. Ia mendadak pusing. Lelaki yang berdiri di depan kelas Prim itu tidak dapat menahan dirinya lebih lama lagi, ia mengambil tindakan, lalu menyerbu ke gerombolan yang menghalangi pandangannya dari Prim.
Puluhan pasang mata menatap ke arah mereka berdua. Prim mengalihkan tatapannya, saat mendapati Hiro yang membantunya berdiri, sekaligus menenangkan perasaan Prim. Hiro segera mengusir kumpulan gadis-gadis yang hanya bisa mengejek Prim tanpa alasan. Ya, Hiro adalah pahlawan untuk Prim.
"Kamu barusan lihat apa? Kamu indigo?" tanya Hiro tanpa basa-basi. Ia duduk di bangku depan sambil menghadapi Prim yang masih ketakutan. Kini, gadis itu menggigit kuku jarinya.
"Aku melihat ritual penukaran jiwa di sana," tunjuk Prim ke bawah. Tepatnya di lapangan. Hiro menengok ke bawah, tidak ada apa-apa disana. Semua berjalan seperti biasa. Orang-orang bermain sepak bola yang diriingi dengan sorakan pendukung yang seru, lancar dan terkendali membuat Hiro menatap lekat ke arah Prim.
"Jadi kamu indigo?" Hiro masih berambisi pada aura Prim yang menunjukkan, kalau ia bisa melihat makhluk di alam lain, tapi bukan berarti, Hiro beranggapan Prim gila dan penyakit jiwanya kambuh. Yang Hiro tahu Prim adalah salah anak istimewa.
"Aku tidak tahu, sebelum aku masuk ke sini aku tidak mendapatkan penglihatan seperti ini." Prim menghembuskan napasnya.
"Tapi semenjak kamu bersekolah disini?" potong Hiro.
"Hiro. Kamu tak perlu banyak bicara dengan gadis gila itu, kalau kau mau membunuhnya, buatlah ia jatuh cinta padamu." Seorang Gadis dengan garis luka panjang di bawah pipinya terkekeh sambil mengejeknya dengan diiringi tawa dari teman-temanya.
Prim menatap Hiro yang bangkit berdiri.
"Binatang pun tak akan berbicara keji seperti itu!" akhiri Hiro. Ia sudah muak dengan gosip yang beredar tentang dirinya. Fitnah yang mendarah daging, diolah kembali dan disebarkan.Hiro sempat melirik Prim yang terdiam, lalu pergi meninggalkan kelas 3A yang siswanya, bukannya meminta maaf kepada Hiro, tapi malah kembali meledeknya.
"Aku heran, mengapa masih banyak wanita yang menyukainya," kata seorang gadis berponi yang tampak pucat, putih dan paling imut di kelas mereka dan pipinya yang selalu bersemu merah.
"Aku menyukainya." Sontak seluruh penghuni kelas serempak bilang kata jangan.
"Kamu mau mati?"
****
Seharian penuh Prim memikirkan Hiro yang akhir-akhir ini mendekatinya. Terlintas di otaknya, berita yang beredar tentangnya. Bagi Prim, gosip itu dianggapnya sebagai angin lalu saja. Penghuni sekolah terbagi menjadi dua. Ada yang mempercayainya dan juga tidak, tapi Prim, ia tak mau ikut campur, lebih baik diam, karena pada akhirnya ia juga yang disalahkan.
Hiro yang tidak sengaja menjumpai Prim, ia berbalik arah padanya, lalu melambaikan tangan ke arah Prim, dengan kikuk Prim membalas lambaian Hiro. Pria itu tersenyum luas membuat Prim menunduk malu.
"Kamu terlihat baik dan pemalu. Aku harap kita bisa menjadi teman," kata Hiro menaikkan sebelah alisnya. Prim hanya menatapnya dengan hambar.
"Jangan lihat manusia dari tampilannya saja." Kalimat yang membuat hati Hiro berdesir tegang. Kemudian Hiro tertawa, sok akrab dengan mengacak pucuk kepala Prim. Ia terlihat santai.
"Kamu tahu Prim, aku rasanya pernah melihatmu, tapi aku lupa dimana dan kapan." Hiro menggaruk lehernya. Prim mendongak. Semua pertanyaan yang membenak di hati Prim, tentang dirinya disimpan Prim dengan erat. Baginya, ia adalah seorang gadis yang penuh teka teki.
Pandangan mereka beradu cukup lama, sebelum akhirnya seorang gadis berwajah imut memborong badannya ke arah mereka berdua, lalu ia tersenyum riang sambil menatap Hiro yang kebingungan dengan tingkah lugunya.
"Hiro maukah kamu bertemu denganku?" ajaknya. Sontak kelima sahabatnya menarik ujung tali tas gadis tersebut, lalu membisikan sesuatu padanya, tapi ia menolak.
"Bagaimana Hiro?"
Hiro menaikkan kedua bahunya. Ia menengadahkan kedua tangan, karena bingung mau menjawab apa.
"Ku mohon Hiro." Gadis itu kini memelas, menampilkan wajah pengharapan yang sangat dalam, sedangkan kelima temannya hanya keheranan dengan sikapnya.
"Baiklah," jawab Hiro datar, membuat gadis itu salah tingkah dan meraih lengan Hiro, lalu mengelusnya dengan ramah sembari menatap lekat netra Hiro yang teduh. Tentunya, sebelum kelima temannya menarik paksa gadis itu untuk menjauh dari Hiro.
"Kamu pasti tahu kan? Gadis itu rasanya ingin menyatakan cintanya padaku." Hiro kembali menatap Prim.
"Kamu tidak takut?" Prim menyahut ragu. Hiro membalas dengan merentangkan kedua tangan. Ia mencoba menghadapi terpaan angin semilir yang nikmat dan menebus permukaan kulit Hiro.
"Aku tidak takut, tapi aku akan menghalangi gadis itu!" Hiro menjawab enteng, padahal gadis itu dan ia menjadi ancaman.
"Kau mau menemaniku," ajak Hiro, mulutnya mengulum. Mendadak, Prim berubah ekspresi, ia terlihat gugup. Hiro meraih tangan Prim, sontak gadis itu gelisah dan melepaskannya dengan cepat membuat Hiro mengeryitkan dahi.
"Maaf Hiro. Aku harus pergi," lirih Prim segera mundur untuk berbalik menjauhi Hiro yang kini berusaha mengejarnya.
"Seperti ada yang aneh tapi aku tahu dia kenapa," bisik Hiro.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta Pangeran Kelas | Tamat |
HorrorPO Novel 4 Oktober-14Oktober Rangkaian peristiwa kematian selalu meneror para gadis di sekolah, setelah menyatakan cinta kepada Hiro Alexandra yang merupakan kapten tim basket sekolah. Sejak kematian yang dialami Lyn, sang ketua osis yang sempat men...