Ghaza dan Rayyan bergegas keluar tepat setelah Pak Mahfudz meninggalkan ruangan. Tadi adiknya, Ghazi mengirimkan pesan whatsapp yang meminta dirinya untuk segera menuju ke toko buku milik mereka yang berjarak sepuluh menit dari kampus karena dia ada kelas mendadak.
Kebetulan Ghaza dan Rayyan juga tidak memiliki kelas lain setelah ini, sehingga mereka pun menyanggupinya.
Ghazia Bookstore and Rentals dibuka karena Ghaza dan adik bungsunya, Ghazia mempunyai hobi yang sama, yaitu membaca sehingga ada banyak novel, comic serta beragam jenis buku lainnya yang menumpuk di rumah.
Mulanya hanya sebuah toko rental buku biasa, namun melihat kegigihan anak-anaknya mengurusi toko penyewaan buku tersebut, akhirnya sang ayah menyarankan untuk membuka toko buku juga di sampingnya.
Ghaza yang pada dasarnya adalah seorang bibliofili menyambut antusias saran ayahnya sehingga berdirilah Ghazia Bookstore tepat di samping Ghazia Book Rentals.
Kedua toko ini sengaja mengambil lokasi di sekitar sekolahan dan kampus karena memang bertujuan untuk menarik perhatian para pelajar dan mahasiswa.
Selain itu, di bagian rental bukunya sengaja diberikan beberapa meja juga bantal duduk dengan bentuk yang variatif dan warna yang menarik. Karena menerapkan sistem lesehan jadi tempatnya juga tampak lebih luas dengan warna putih dan biru langit yang mendominasi.
Tepat di bagian paling belakang yang tertutupi oleh sebuah rak buku besar terdapat sebuah pintu penghubung antara toko buku dan toko rental serta sebuah tangga kayu.
Ghaza dan Rayyan yang sudah tiba di toko buku pun segera naik ke atas setelah menyapa Ghazi yang duduk di meja kasir. Rayyan langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur yang memang sengaja disediakan di sana sementara Ghaza melempar asal tasnya lalu meneguk sebotol air mineral yang diambil dari kulkas kecil di sudut ruangan.
"Gue turun dulu, bro! Bisa diamuk Ghazi ntar kalau kelamaan." Rayyan berdehem pelan. Jemarinya sibuk bergerak di layar ponsel sedang mengetikkan sesuatu.
Sepuluh menit kemudian seseorang lelaki dalam balutan kaus hitam sudah menjatuhkan dirinya di sisi Rayyan.
"Nggak ada kelas lo hari ini?" tanya Rayyan.
"Aslinya tadi pagi ada satu tapi dosennya kagak masuk." Balas lelaki itu sembari menutupi wajah dengan lengan panjangnya.
"Lah, Salman?"
"Dia masih ada satu matkul lagi ntar jam 12."
"I see...,"
"Danish mana, Wais? Katanya tadi bareng lo, nggak jadi?" Sambung Rayyan.
Pemuda yang dipanggil 'Wais' itu bangkit dari posisinya dan duduk di sebuah sofa kecil dekat jendela besar yang menampilkan padatnya lalu lintas. "Bareng kok! Noh dia lagi ke supermarket depan, beli stok jajan dulu katanya."
Tidak lama setelahnya terdengar suara tawa yang berasal dari arah tangga dan disusul dengan kemunculan tiga orang pemuda tampan dengan tiga kantong belanjaan besar di tangan mereka.
"Buset dah! Banyak bener lo belanjanya!" seru Uwais. Mendengar seruan Uwais, Rayyan pun mengalihkan tatapannya ke arah teman-temannya yang baru saja tiba. Lelaki itu juga setuju dengan apa yang diserukan Uwais tadi.
"Lo pada kayak nggak tahu si Danish ae. Dia kan wong sugih, segini mah masih dikit kali, ya nggak Dan?" Danish terkekeh menanggapi ucapan Hayyan.
"Tauk tuh temen lo, Yan! Macam baru kenal gue kemarin sore aja!" sahutnya kemudian.
Lelaki jangkung itu membuka kulkas di sudut ruangan dan menyusun beberapa minuman instan yang dibelinya tadi. Sebuah kotak beng-beng juga turut diletakkan di bagian freezer agar membeku.
KAMU SEDANG MEMBACA
||ʙʀᴏᴛʜᴇʀꜱ ꜱᴀᴇɴɢʜᴡᴀʟ||
Teen FictionHanya sebuah kisah tentang 13 orang manusia yang dipertemukan oleh beberapa kejadian tidak terduga. 13 anak manusia dengan 13 sifat, sikap dan pandangan hidup yang berbeda bersatu dalam sebuah ikatan yang menyenangkan, menegangkan dan mengenyangkan...